Dalam pembelajaran berbicara, siswa memiliki hambatan psikologis, yakni adanya rasa malu, rendah diri, dan takut. Hambatan ini dapat diatasi dan dicairkan melalui penggunaan lagu anak-anak. Karena itu, penggunaan lagu anak-anak dalam pembelajaran berbicara memiliki manfaat ganda. Di samping disukai sehingga siswa merasa senang, memenuhi kebutuhan akademis dan psikologis, lagu anak-anak tersebut dapat membantu memperbaiki strategi pengelolaan kelas, khususnya dalam rangka mengatasi kendala wicara yang dialami siswa. Â
Hal ini sesuai dengan pendapat Regina Lo (1998), Orlova (1997), dan McDonald (1984). Mereka menegaskan bahwa lagu anak-anak dalam pembelajaran bahasa dapat memotivasi dan meningkatkan keterlibatan siswa secara sempurna dan dapat mencairkan hambatan berbicara. Dengan demikian, lagu anak-anak sebagai materi dan sekaligus sebagai media pembelajaran dapat dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan motivasi belajar siswa, dan secara khusus meningkatkan motivasi siswa dalam belajar dan berlatih berbicara.
Karya seni dapat digunakan sebagai media mendidik anak-anak (Simbiak, 1993). Berbeda dengan media lain, karya seni dapat memenuhi beberapa kebutuhan manusia; kebutuhan batiniah, peningkatan daya pikir, pengetahuan, dan rasa kemanusiaan, dan pembentukan sikap manusia. Kebutuhan-kebutuhan tersebut antara lain dapat terpenuhi oleh lagu. Keindahan dalam lagu diwujudkan dengan alunan suara, bahasa terpilih, gerak, dan sentuhan lainnya (Kuswarsantyo, 1996). Karya seni, termasuk lagu, berorientasi kepada proses dan mengarah kepada creative thinking. Penggunaannya akan dapat mempermudah peningkatan kecerdasan anak-anak (Mistaram, 1995).
 Oleh karena lirik lagu digubah dengan bahasa, penggunaan dan pemahaman lirik lagu sekaligus berhubungan dengan penggunaan dan pemahaman bahasa. Lagu digubah untuk mengungkapkan pengalaman, pengetahuan, sikap, dan imajinasi penyairnya mengenai manusia dengan segala seluk-beluk kehidupannya. Pemahaman makna pesan atau isi lagu tersebut dapat membuat manusia lebih humanioris, semakin bertenggang rasa, penuh cinta dan solidaritas. Sudharsono (1991) menyatakan peran seni musik sangat penting dalam mengembangkan segi afektif anak.
Dikaitkan dengan tujuan pendidikan secara umum, peran seni musik secara konkret dapat dijabarkan sebagai sarana pembentukan manusia Indonesia seutuhnya dengan cara memupuk rasa kebanggaan dan ketahanan nasional. Pembentukan sikap tersebut sangat penting untuk menanggulangi pengaruh kebudayaan asing yang bersifat negatif.Â
Selanjutnya, menurut Wolff (1978) penggunaan karya seni dalam program pembelajaran secara khusus dapat memotivasi anak-anak untuk mempelajari semua pelajaran dan menolong mereka untuk memahami dan menyenangi proses belajar. Wolff mendasari pernyataan itu pada teori transfer belajar, yakni penghayatan akan sesuatu secara mendalam dapat mendorong seseorang melakukan hal lain yang sesuai dengan yang dihayatinya.Â
Dalam hal ini, Snelbecker (dalam Simbiak, 1993) juga menyatakan demikian. Dicontohkan, seorang pemain skat es akan lebih cepat bermain sepatu roda; Â seorang pengetik akan lebih cepat bermain piano. Dianalogikan dengan seorang pengangkat berat yang memperkuat otot-otot tangannya tidak hanya digunakan untuk mengangkat berat, tetapi juga dapat digunakan pada kegiatan fisik lain. Snelbecker berasumsi bahwa bagian-bagian dari otak dapat dikuatkan, seperti halnya otot-otot yang dikuatkan melalui latihan. Bila otak dikuatkan dengan aktivitas-aktivitas mental yang memiliki tingkat kesulitan yang sesuai, otak akan menjadi kuat untuk melakukan yang terbaik dalam peningkatan intelektual.
Tentang transfer belajar, Gagne (1977) bertolak dari segi kognitif sebagai proses internal yang dapat digunakan untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat, dan berpikir. Bila pembelajar meningkatkan strategi-strategi belajar atau salah satu strategi kognitif, strategi itu dapat diterapkan pada proses belajar pada subjek (pelajaran) yang lain, tanpa memperhatikan konten. Dalam pernyataan ini, Gagne bermaksud meningkatkan strategi kognitif sebagai alat transfer belajar.
Lagu anak-anak dalam konteks transfer belajar dimanfaatkan sebagai sarana peningkatan perhatian atau konsentrasi, mengingat, dan  berpikir ketika sedang belajar. Mitzel (dalam Simbiak, 1993) dalam beberapa penelitian yang terkait dengan transfer belajar dan pengaruh seni musik dalam proses belajar secara umum berkesimpulan bahwa penggunaan lagu dapat meningkatkan respek anak-anak terhadap pengembangan bahasa, kesiapan membaca, memiliki sikap positif terhadap belajar, kreatif, dapat menemukan konsep diri, dapat bersosialisasi, dan dapat membangkitkan aktivitas-aktivitas fisiknya.Â
Bernyanyi dalam kehidupan anak sehari-hari dapat diidentikkan dengan bermain. Whiterington (1984), menyatakan bermain bagi anak-anak adalah suatu aktivitas spontan yang timbul dari dorongan fungsi-fungsi badan yang normal. Aktivitas itu digunakan anak-anak untuk mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya, walaupun mereka sendiri tidak menyadari makna bermain itu. Salah satu unsur penting di dalam bermain adalah terciptanya suasana gembira. Unsur inilah yang mendorong anak untuk bermain atau melakukan sesuatu kegiatan.
Belajar dalam suasana gembira akan lebih berhasil daripada belajar di bawah otoritas guru. Skinner (1958) menyatakan bahwa kegagalan anak-anak di sekolah lebih dominan berasal dari gangguan emosi, seperti rasa takut, marah, dan frustasi. Keadaan seperti ini terjadi dalam diri anak jika mereka secara terus-menerus berada di bawah otoritas guru atau peraturan-peraturan belajar yang mengikatnya. Menurut Morison dan Perry (dalam Simbiak, 1993) penggunaan seni musik diperlukan untuk menolong anak-anak bebas dari ketegangan.Â