Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - menulis itu bikin kuat daya ingat

Menulis yang bisa ditulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memanfaatkan Lakon dalam Pewayangan sebagai Motivator Belajar Siswa

2 April 2024   08:33 Diperbarui: 2 April 2024   08:37 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Memanfaatkan Lakon dalam Pewayangan sebagai Motivator Belajar Siswa

Ninik Sirtufi Rahayu

Salah satu cerita pewayangan yang dapat menyemangati pembelajar adalah lakon "Palguno Palgunadi". Palguno dan Palgunadi terlibat konflik dalam sayembara memanah.

Palguno (Arjuno) merasa iri atas keberhasilan rivalnya itu. Palguno merasa tidak nyaman karena Palgunadi menyainginya.             

Jika Palguno memiliki guru memanah andal, Durno, tidak demikian dengan Palgunadi, seorang raja muda dari kerajaan lain ini. Palgunadi  pernah melamar menjadi siswa untuk les privat pada Durno. Namun, lamaran Palgunadi kepada guru memanah favorit ini ditolak mentah-mentah.

Palgunadi tak kurang akal. Guru favoritnya ini dipatungkan. Dia belajar memanah dengan tekun seolah sedang ditunggui oleh Durno. Raja tampan ini sengaja menghadirkan Durno dalam bentuk patung yang selalu berada di dekatnya berlatih memanah. Akalnya membuahkan hasil. Palgunadi memenangkan pertandingan.

Namun, Palguno tak dapat menerima kekalahannya dengan lapang dada dan merayu agar sang guru tercinta mencari tahu. Namanya saja Durno. Konon, akar kata 'dur' ini mengandung arti 'jelek, buruk, busuk' sehingga yang dilakukan tentu saja hal jelek/licik.

Selain karena ketekunan berlatih, ternyata rahasia kemenangan Palgunadi terletak pada sebentuk cincin bertuah yang melingkar di ibu jarinya. Durno menantang Palgunadi. Jika menganggapnya sebagai guru dan mencintainya sepenuh hati, apa pun yang diminta akan diberikan. Durno meminta cincin itu.

Palgunadi terperangah. Namun, karena cinta dan janjinya kepada Durno, Palgunadi merelakan cincin itu diambil. Tidak berhasil karena cincin telah menyatu pada jari pemiliknya. Satu-satunya jalan, jari Palgunadi harus dipotong. Dan, Palgunadi pun tewas di tangan Durno. Selanjutnya, jari yang menyimpan cincin bertuah ini diberikan dan ditempelkan ke tangan Arjuno sehingga kepiawaian memanahnya tak tertandingi.

Bukankah sampai di sini sangat menonjol keculasan sang guru? Tampak sekali betapa Durno menganakemaskan Palguno/Arjuno dengan menghalalkan segala cara. Ini bukan hal elok untuk diteladani!

Mengupas filosofi lakon ini cukup menarik sambil  berharap tak ada seorang guru pun yang bermental culas bagai Durno. Dari sisi Palgunadi selaku murid yang patuh dan rela berkorban, lakon ini dapat menjadi acuan pola pikir siswa. Manakala lamarannya ditolak, ia tak kurang akal dengan membayangkan sang guru (yang dipatungkan) menemaninya setiap berlatih. Sejatinya, ia berlatih tanpa guru. Dapat dikatakan bahwa keberhasilan tersebut sebenarnya karena ketekunan berlatih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun