"Baiklah!"
Sesampai di tempat yang kami pilih, kami mencari tempat duduk yang nyaman. Pilihan kami di tepi Bendungan Karangkates, tepatnya yang berdekatan dengan hutan jati di sebelah selatan menuju ke arah Malang selatan. Tempat sejuk tersebut selain banyak pohon jati, juga pohon flamboyant yang sedang berbunga jingga memesona. Bahkan, guguran kelopaknya bertebaran di mana-mana menjadikan tempat tersebut bernuansa jingga. Di bawahnya seperti terhampar permadani karena guguran kelopaknya berhanburan di mana-mana.
Mas Bram mengambil tikar plastik yang sudah dipersiapkan di jok motornya. Aku pun membuka beberapa makanan kecil yang tadi sempat kami beli di swalayan terdekat. Lalu, aku duduk santai sementara Mas Bram merebahkan dirinya dengan kepala ditempatkannya di pangkuanku. Kuelus anak rambutnya yang tumbuh lebat itu dengan perlahan membuat netranya terpejam menikmatinya.
Sesekali, kami melihat beberapa ekor tupai berkejaran di antara dahan flamboyant. Sungguh atraktif sekali. Keindahan yang tiada duanya!
"Aku ingin, jika menikah kelak, ada taburan bunga flamboyant di lantai menuju altar!" kataku lirih.
"Hmmm ...," Â bisik Mas Bram pula. Kami pun larut dalam pikiran masing-masing. Maka yang ada hanyalah kesunyian, sementara kami saling meremas jemari dan duduk berhimpitan.
      "Mas, aku masih bingung hendak melanjutkan ke mana!" ujarku memecah kesunyian.
"Bukannya dari dahulu kamu pingin ke kedokteran, Nin? Apa sudah berubah pikiran?"
"Maksudku universitasnya, Mas. Orang tuaku ingin aku tetap berada di Malang mengingat aku satu-satunya putri mereka. Ini beliau rasakan setelah kedua kakakku dua-duanya kuliah di luar kota. Bukan hanya masalah pembengkakan dana, melainkan juga masalah pengawasannya kepadaku!"
"Ohh ... kalau begitu, mulai besok kita harus belajar lebih intensif untuk persiapan masuk ke perguruan tinggi, ya! Harapannya apa yang kita berdua cita-citakan bisa terkabul!"
"Iya, Mas. Amin!"