Jauh nun di sana, ada semarak berjuta bintang yang tersebar yang mesti digapai, yang berisi informasi berharga yang dapat diubah menjadi butir berlian, di dunia masa depan yang gemilang. Bersusah-susahlah dahulu untuk menjelajahi sulitnya dunia, bersenang-senanglah kemudian ketika Anda telah melampaui sulitnya penjelajahan itu serta telah menggapai apa yang Anda inginkan. Terobosi itu dengan membaca!" Kalimat ini yang terngiang di kepala saya. Kata-kata ini juga yang sering saya ucapkan pada para peserta didik saya. Â
Ada pertanyaan dari seorang siswa, apa yang harus kita baca? Yang harus kita baca? Ya apa saja! Asalkan bisa bermanfaat bagimu! Sekali lagi, bermanfaat! Baca...dan bacalah!  Saya juga sering bercerita kepada anak didik saya bahwa dulu, saking hobbynya saya membaca, apa saja yang saya temui, misalnya sobekan koran atau majalah yang saya temukan di jalanan, bahkan  buku yang saya dapatkan dari tong sampah yang sengaja dibuang pemiliknya itu pasti menjadi  cemilan lezat dan gurih untuk dibaca. Saya akan melahapnya habis.
Dengan uang jajan yang sangat tipis dari sumber asal-muasalnya, yakni orang tua atau saya rampok dari kantong rombeng hasil jerih payah pribadi, hanya demi membela-bela hasrat membaca (sejak umur 16 tahun saya sudah bisa menghasilkan uang sendiri dengan menjahit baju teman atau guru) hanya untuk bisa buat menyewa buku bacaan yang memang khusus disewakan, kala itu.
Menyejajarkan hal membaca dengan makanan lezat, cemilan nan  empuk dan gurih memang sulit dilakukan bagi sebagian orang. Duuh..., sungguh sangat disesalkan jika hal-ihkwal membaca diabaikan! Sementara, bicara soal makan, haha...siapa yang tidak sukan makan? Coba soal baca! Sudah pasti istilah "lamban, bodoh, atau ketertinggalan," akan menjadi tamparan yang menyakitkan  mampir di telinga. Apalagi pada masa sekarang ini, dunia  semakin canggih. Mau istilah itu dialamatkan ke arah kita?
Semua juga tahu kemajuan tak pelak membombardir segala macam alat canggih. Setiap detik alat-alat teknologi itu  bertambah kecanggihannya. Wadah internet melalui gawai yang menyedot  berjuta-juta elemen informasi semakin kaya. Dan itu merupakan santapan renyah  bagi  para penikmat baca, para pemburu informasi. Mereka, orang-orang seperti inilah yang mampu mengubah dunia. Terus? Sudahkah Anda membaca?
Rajin membaca, itu modal untuk menulis! Benarkah?
Membaca sangatlah berkaitan erat dengan menulis. Jujur, menelusuri faktor rendahnya kemampuan menulis di kalangan guru, siswa serta para akademikus disebabkan  karena faktor kurangnya minat baca. Bagaimana bisa jika membaca bukan  prioritas?  Dalam menghasilkan karya tulis pun pasti kurang memuaskan. Padahal, untuk bisa handal dalam menulis harus bermodalkan apa yang pernah dibaca.Â
Kelak sumber bacaan akan menjadi referensi serta bahan rujukan. Sebanyak mungkin harus memiliki saham abstrak yang dapat diaplikasikan agar sesuatu yang diperoleh dari membaca dapat digunakan serta  mampu mengeksplorkannya sebagai  sesuatu yang bermanfaat bagi kebutuhan diri sendiri, dan bermanfaat untuk kebutuhan orang lain pula.
Bagaimana mungkin bisa dieksplor sementara tidak pernah termemori dalam otak. Jika sudah dibaca maka akan tersimpan, suatu saat kelak jika diperlukan maka dengan sendirinya akan keluar. Otak kita diciptakan olehNya mampu mereproduksikan hal-ihwal yang telah termemori di dalamnya. Tinggal bagaimana mengaplikasikannya dengan hal-hal baru sesuai dengan kebutuhannya. Â
Berada di era komputer sudah barang tentu kita tak mau ketinggalan. Namun mustahil manusia akan berkembang jika budaya membaca tidak tertanam sejak dini. Budaya membaca tidak muncul begitu saja. Perlu pembiasaan yang dilakukan secara berkesinambungan.
Dengan membaca banyak hal bisa didapatkan. Apa kata dunia nanti jika seiring berjalannya waktu dan teknologi semakin terdepan sementara kita masih berdiam diri di belakang tanpa ada gerakan sama sekali. Kita bisa dikatakan berbudaya tinggi jika memiliki kebiasaan membaca yang tinggi pula. Maka mulailah dengan budaya membaca.Â