Mohon tunggu...
Dinar Setyaningrum
Dinar Setyaningrum Mohon Tunggu... Konsultan - Petualang

Penyuluh Industri Kemenperin

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Bangkit dan Berjuang dari Keterpurukan, Sosok Azhar yang Kehilangan

8 Februari 2020   14:00 Diperbarui: 9 Februari 2020   06:43 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok.Pri Ningdidien (Azhar)

Tulis, tulis, dan tulis! Kata motivasi yang selalu dilontarkan oleh sosok bunda dalam dunia literasi, Anis Hidayatie. Aku memang tak pandai dalam merangkai kata-kata, tapi berkat bunda setidaknya membuatku lebih percaya diri dalam menuangkan isi pikiran ke dalam aksara. 

Begitupula dengan tulisan ini, beliaulah yang mendorongku untuk merangkai kata-kata. "Sempatkan waktu menulis, niatkan untuk membantu mereka yang kekurangan". 

Awalnya aku tak peduli, karena menulis membutuhkan waktu untuk mereylexkan pikiran sejenak dan merangkai kata, apalagi di sela hiruk pikuk dunia kerja. 

Namun setelah membaca puisi beliau terkait mereka yang jauh dari kata beruntung membuatku ingin melakukan hal serupa, sekalipun lewat tulisan sederhana ini. Setidaknya agar niatan baik seorang Widz Stoops bisa tersampaikan dan akupun memperoleh kebaikannya untuk mengasah kemampuan di dunia literasi.

Azhar Irfani, sosok yang ku kenal dalam sebuah kegiatan pelatihan bahasa inggris beberapa waktu lalu yang diadakan oleh salah satu instansi di daerahku, Kabupaten Malang. 

Pak Azhar, begitu aku memanggilnya. Usia yang terpaut jauh membuatku menganggapnya sebagai kakak senior di kegiatan tersebut, tetapi sebenarnya lebih cocok sebagai paman bagiku.

Belum berpasangan di usia 43 tahun, aku merasa itu adalah prinsip hidupnya untuk membujang, hidup sendirian, sampai benar-benar siap. Namun ternyata aku salah setelah menyelami tentang kehidupannya lebih dalam, semua kesan pertama dari perkenalan di kelaspun berbalik.

Sosok Azhar dengan wibawanya di kesan pertama rupanya merupakan sosok yang telah patah arang, kemudian dia mencoba bangkit untuk berjuang. Bukan hanya dari segi asmara, kehidupan ekonominya pun bisa dikatakan kurang layak bagi seorang yang terlahir dari keluarga darah biru di kalangannya.

Lagi-lagi hal ini membuatku lebih bersyukur. Betapa tidak, sekalipun aku tak terlahir dari keluarga bangsawan yang serba berada, tetapi mendapati kehidupan dari sosok Azhar membuatku masih merasa lebih beruntung. 

Sekilas memang pria dengan perawakan minimalis itu terlihat nampak berkecukupan dari segi ekonomi, kendatipun tidak sepenuhnya benar. Setelah menyelami tentang kesehariannya, betapa memprihatinkan kehidupan yang dia lakoni.

Sungguhpun demikian, selalu ada syukur dari setiap kejadian. Dia masih sedikit beruntung karena tidak hidup sebatang kara. Yah, dia tinggal bersama kakak kandungnya yang seorang guru, mungkin hal inilah menjadi suatu kebaikan bagi keluarganya.

Meski demikian, keprihatinan tetap akan nampak menyayat hati ketika kamu berkunjung ke rumah Azhar. Betapa tidak, seorang Azhar yang notabennya sebagai adik kandung dari seorang  guru dari keluarga berada, punya keterikatan darah, tetapi justru mendapat perlakuan kurang manusawi. Yah, itulah pernyataan yang paling tepat untuk menggambarkan keadaan tersebut, dikucilkan bagai mahluk tak berguna. 

Pria berkulit hitam tersebut harus dikucilkan di keluarganya sendiri. Meskipun berada satu atap dengan kerabat, tetapi tersisih dan terisolasi pada ruangan dengan dinding pembatas, tanpa akses untuk masuk ke dalam rumah inti. Hal inipun menjadi perhatian sendiri bagiku. 

Tega! Itulah kata pertama yang terbesit di benakku. Rupanya hal itu bukan tanpa sebab. Semuanya bermula karena perubahan sikap Azhar yang dianggap "lain" . 

Melihat ketidak beruntungan tersebut membuatku mengorek lebih jauh tentangnya, sosok Azhar.

Rupanya hal ini tak jauh dari masalah asmara, dari suatu kegagalan, kecewa, dan kehilangan. Dia sempat ingin menikah 12 tahun yang lalu, bahkan hampir menikah. Kendatipun rencana tersebut harus kandas lantaran calon istrinya pergi meninggalkanya H-5 menjelang pernikahan. Ini tentu menjadi suatu pukulan baginya. Bukan hanya rasa kecewa dan kehilangan, melainkan harus menanggung malu pada sanak kerabat dan handai taulan. 

Bagaimana tidak, calon istrinnya pergi lantaran tidak terima dengan profesi beliau yang hanya sebagai guru honorer di salah satu instansi. Yah pak Azhar adalah guru, tepatnya sebagai guru bahasa Inggris sebelum kejadian pilu itu terjadi. 

Rencana pernikahanpun tak lepas dari pesona keluarga Azhar yang bisa dikatakan terpandang di kalangan masyarakat desa. Ayahnya merupakan eks. pegawai di salah satu instansi perrtanian, bahkan kakeknya merupakan mantan lurah di daerah tersebut. Selepas pendahulunya berpulang, dia memperoleh harta tinggalan. Yah, Azhar dan saudaranya memperoleh warisan. 

Mendapat warisan rupanya bukan satu-satunya kebanggaan bagi calon istrinya untuk melangsungkan rumah tangga. Sebaliknya, calon istri Azhar lebih berorientasi ke depan, realistis. Bahwa pernikahan tidak cukup hanya mengandalkan warisan, karena nantinya Azharlah yang akan menjadi tulang punggung kehidupannya. Sedangkan bagi si calon istri, penghasilan Azhar tidak seberapa untuk mencukupinya, ituah yang membuatnya pergi. Matreallistis! Barangkali itu kata yang terlontar dari keluarganya pasca kegagalan pernikahan itu.

Gagal menikah rupanya membuat kehidupan Azhar berupah drastis. Bagaimana tidak, semenjak kejadian itu dia menjadi sedikit depresi. Bahkan dari penuturan tetangganya dia pernah mencoba bertapa hingga akhirnya pulang ke rumah dan menjadi seperti saat ini, aneh, dan susah ditebak.

Perubahannya memang nyata dirasakan, sekalipun demikian bukan seharusnya lantas dia harus dikucilkan. Tetapi itulah kenyataannya, miris! ketika  mendapati keluarga terdekatnya pun turut mengucilkannya. Bukan suatu ancaman, toh dia juga seperti manusia lainnya, bernteraksi, bekerja, pun memerlukan kebutuhan hidup. Hanya saja semenjak kejadian itu dia lebih sensitif jika membahas tentang pernikahan.

Azhar akhirnya berhenti mengajar, mencoba menjajaki pekerjaan baru dengan merantau, tetapi karena perubahan psikisnya membuat banyak orang kurang bisa menerimnya, hingga akhirnya dia kembali ke rumah dan melakoni kehidupan seperti semula. 

Berbagai pekerjaan dia coba, namun selalu saja penolakan demi penolakan yang dia dapati. Sedangkan hidup terus berjalan. Untuk mencukupi kehidupannya tidak mungkin dia terus menerus bergantung pada sudaranya yang dirasa kurang nyaman dengan kondisinya. Hingga  akhirnya dia memutuskan untuk mencari sayur liar di ladang warga dan dijualnya ke pasar yang minim akan resiko untuk ditolak.

Semua itu dia lakukan untuk menyambung kehidupannya, biarpun jauh dari kata cukup tetap dia syukuri. Toh hidup tidak bisa terus bergantung pada orang lain, karena nantinyalah kita sendiri yang akan memberikan pertanggung jawaban dengan segala yang diperbuat. Mungkin itulah yang menjadi motivasi baginya untuk bangkit. 

Dia ingin berubah lebih baik, sadar bahwa terpuruk hanya membuatnya merasa semakin kehilangan. Bukan hanya kekasih hati namun juga orang-orang terdekatnya, utamanya keluarga. Dia sangat berharap untuk bisa diterima kembali.

Keinginannya semakin nampak terlihat dari semangatnya untuk memperbaiki diri. Salah satunya dengan mengikuti pelatihan bahasa inggris guna mengasah kemampuannya yang telah terkubur. Bagaimanapun gelar sarjana bahasa inggris telah tersemat pada namanya. Dia sadar musti mempertanggung jawabkan ilmu yang telah didapatkan. Agar bisa bermanfaat bagi orang lain, dia menularkan pengetahuannya terkait bahasa inggris pada anak disekitarnya lewat kelas privat. 

Dia juga mulai berikhtiyar untuk mendapatkan pasangan hidup dan lebih ikhlas dengan segala hasil akhirnya. Toh hidup bukan melulu tentang percintaan, itu keyakinannya. Setidaknya dia telah berusaha bangkit dan terus berjuang demi kehidupan yang lebih layak. 

Semangaaaatttt buat Pak Azhar!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun