Nindya Juniarti, Magister PBSI UPGRIS --
Pendahuluan
Psikolinguistik, cabang ilmu linguistik yang merupakan gabungan dari dua ilmu, linguistik atau bahasa dan psikologi (Dardjowidjojo, 2012). Sejarah lahirnya ilmu Psikolinguistik dimulai dari abad ke-20, seorang psikolog Jerman, Wilhelm Wundt menyatakan, bahasa dapat dijelaskan dengan unsur-unsur psikologis.
Secara sederhana, Psikolinguistik mempelajari mempelajari proses psikologi manusia dalam berbahasa. Psikolinguistik, sebagai cabang ilmu yang mempelajari hubungan antara linguistik dan psikologi, memberikan kontribusi dalam memahami mekanisme di balik pemerolehan bahasa pada anak.
Beberapa penelitian mengenai pemerolehan bahasa anak telah dilakukan, yakni “Dampak Pemerolehan Bahasa Anak dalam Berbicara terhadap Peran Lingkungan” oleh Astuti (2022), “Hakikat Pemerolehan Bahasa dan Faktor Pendukung Pemerolehan Bahasa Anak” oleh Khoirunnisa, Diniyah, dan Silvina (2023), dan “Pemerolehan Bahasa pada Anak (Kajian Literatur dalam Psikolinguistik” oleh Rosmanti, Missriani, dan Rukiyah (2023).
Berdasarkan judul-judul yang telah ditemukan, Psikolinguistik memiliki kontribusi dalam pengidentifikasian dan penjelasan mengenai proses psikologis yang terjadi oleh manusia selama pemerolehan bahasa, yakni pada usia anak.
Istilah “Pemerolehan” digunakan untuk padanan kata dari bahasa Inggris, acquisition. Pemerolehan bahasa anak adalah proses penguasaan bahasa yang dilakukan pada manusia usia anak secara alamiah ketika belajar dari ibunya atau biasa dikenal dengan istilah native language (Dardjowidjojo, 2012). Namun pada perkembangan zaman, pemerolehan bahasa manusia pada usia anak ini memiliki kemajuan.
Anak tidak hanya memeroleh bahasa dari ibu, tapi juga dari pendidikan. Dalam pendidikan, istilah pemerolehan ini berubah menjadi pembelajaran, atau dalam istilah bahasa Inggris, learning. Proses pemerolehan bahasa ini dilakukan secara formal, belajar di kelas, dan didampingi oleh guru (Dardjowidjojo, 2012). Pemerolehan bahasa yang dilakukan di kelas, dilakukan dengan aturan yang ditetapkan dalam kurikulum yang berlaku di suatu negara.
Pembahasan mengenai pemerolehan bahasa pada anak ini dilihat dari konsep Psikolinguistik berperan di dalamnya. Berdasarkan hal tersebut, didapatkan pertanyaan yakni bagaimana ilmu Psikolinguistik ini berperan dalam pemerolehan bahasa pada anak?
Pembahasan
Pada konteks ini, Psikolinguistik memiliki kontribusi dalam mencoba untuk mengungkap mengenai proses manusia pada usia anak belajar mengenali suara, kata, frasa, dan kalimat melalui interaksi pada diri dengan lingkungan tempat manusia tersebut tumbuh dan berkembang.
Teori mengenai perkembangan pemerolehan bahasa dimiliki oleh Noam Chomsky. Chomsky (1965) menjelaskan dalam konsep Universal Grammar, konsep ini memiliki pengertian bajwa manusia memiliki kemampuan pemelajaran bahasa secara alamiah.
Teori ini memiliki penekanan bahwa manusia pada usia anak memiliki Language Acquisition Device yang bermakna memiliki kemudahan untuk mempelajari bahasa secara otomatis dan alamiah. Berdasarkan teori ini, pemerolehan bahasa pada anak didasarkan pada struktur kognitif yang ada dalam diri.
Selain pengaruh dalam diri, pemerolehan bahasa pada anak juga didasari dari pembelajaran yang didapatkan pada proses pembelajaran. Sebelum anak masuk sekolah, pada usia pre-school, anak banyak memeroleh bahasa dari lingkungan tempat tinggal.
Tarigan (dalam Khoirunnisa, Diniyah, & Silvina, 2023) menyatakan bahwa anak-anak yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan masyarakat dengann penggunaan bahasa daerah sebagai media komunikasi dalam berkehidupan sehari-hari, maka kemungkinan besar bahasa yang diperoleh adalah bahasa daerah.
Kemungkinan ini kuat, faktanya anak-anak yang berada di lingkungan pedesaan dengan bahasa daerah, misal Kebumen dengan bahasa Jawa ngapak, akan menggunakan bahasa Jawa ngapak tersebut karena sudah familiar. Baru kemudian setelah bersekolah, anak-anak mulai mengenal bahasa resmi negara, Indonesia.
Pemerolehan bahasa pada anak, tidak bisa didapatkan sekaligus, namun melalui beberapa tahapan. Dalam ilmu Psikolinguistik tahapan tersebut antara lain.
- Tahap Sebelum Lahir hingga Usia 1 tahun
Kent dan Miolo (dalam Dardjowidjojo, 2012) menjelelaskan bahwa waktu pemerolehan bahasa, dimulai sejak manusia belum dilahirkan. Bahasa ini distimulasi melalui ajakan mengobrol orang tua, perdengaran lagu-lagu dengan instrumen klasik, dan kata-kata dari ibu yang terstimulasi pada janin. Berdasarkan hal ini, menjadi alasan bahwa anak-anak akan selalu merasa aman dan dekat terhadap orang tua karena sudah mengenalnya sejak dalam kandungan. Selanjutnya, setelah dilahirkan ke dunia, anak-anak dilihat dahulu unsur biologis mengenai kelengkapan indera dalam menerima pesan dan menyampaikan pesan. Anak-anak dengan fungsi indera tubuh normal, akan menerima pesan dengan baik melalui telinga, dan menyampaikan pesan dengan baik melalui mulut. Anak pada tahap ini belum bisa memproduksi ujaran secara sempurna, menurut Khoirunnisa, Diniyah, & Silvina (2023), anak pada usia ini menyampaikan pesan dengan cara bisikan, geraman, dan pekikkan. Ocehan pada bayi juga dialami pada usia ini. Rangkaian kata mulai diucapkan dengan potongan kata yang berulang, seperti “Ma-ma”, “Pa-pa”, atau “Da-da”. - Tahap Usia Satu sampai Dua Tahun
Pada tahapan ini, anak mulai mengenal kata dimulai sau kata. Fonem “a” mudah diucapkan anak karena artikulasinya mudah dilafalkan, anak tinggal membuka mulut untuk mengucapkan fonem “a”. Selain pelafalan yang mudah, anak-anak mengucapkan kata yang melekat pada memorinya. Memori merupakan bagian integral dari eksistensi manusia (Dardjowidjojo, 2012). Maka dari itu, anak yang masih memiliki ingatan yang kuat untuk diberi pemerolehan bahasa yang baik. Baik dalam hal tatanan kesopanan dalam berbahasa sesuai norma manusia. Anak-anak dengan pemerolehan bahasa kasar, akan mengungkapkan kata yang tidak pantas dan memberikan kesan penghinaan dan pelecehan (Kundaryanti & Anggraini, 2024). Kata kasar ini dilontarkan anak pada usia ini dikarenakan memori yang melekat di dalam otak walaupun tidak tahu makna sebenarnya. - Tahap Usia Tiga sampai Lima Tahun
Pada usia ini, anak-anak mulai masuk di dunia persekolahan. Di Indonesia, terdapat sekolah Pre-School yakni PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Anak yang mengalami masa PAUD ini mulai mengenal bahasa resmi, Indonesia. Guru di PAUD menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantar, contoh penggunaanya, pada lagu anak-anak yang digunakan. PAUD banyak menggunakan lagu anak-anak dengan contoh Pelangi-Pelangi, Balonku Ada Lima, atau Cicak-Cicak Di Dinding. Lagu-lagu tersebut secara sederhana mengajarkan bahasa Indonesia, contohnya penamaan warna dalam lagu Balonku Ada Lima. " ...Merah, Kuning, Kelabu, Merah muda, dan Biru ... Balon hijau.... "Lirik tersebut menyebutkan beberapa warna dalam bahasa Indonesia, diuraikan dalam warna balon.
Selain pada pembagian usia dalam pemerolehan bahasa anak, Psikolinguistik juga menelisik pemerolehan bahasa dalam input atau masukan dalam linguistik. Bahasa yang sering didengar anak-anak penting dalam pemerolehan bahasanya.
Teori Social Interactionist memiliki pandangan bahwa bahasa yang digunakan oleh orang dewasa dan teman sebaya yang hadir dalam lingkungan tumbuh kembang anak memberikan konteks penting dalam pemerolehan bahasa yakni perolehan makna dan struktur bahasa. Hal ini menunjukkan kualitas bahasa yang dimiliki anak ditunjukkan dari frekuensi interaksi sosialnya.
Salah satunya anak yang viral di media sosial bernama Shabira Alula Adnan atau Lala. Lala dikenal sebagai anak kecil yang memiliki bahasa Indonesia yang baik dan sopan, hal ini didapatkan dari lingkungannya seperti orang tuanya yang berkomunikasi dengan bahasa yang baik dan sopan di dalam konten tiktok @shabiraalulaadnan.
Psikolinguistik menyoroti peran kognitif dalam pemerolehan bahasa anak. Pada Teori Behaviorisme, kebahasaan dapat diamati dengan adanya hubungan antara stimulus dengan respon.
Perilaku tertentu dalam bahasa dapat membuat reaksi. Pada anak-anak yang mendapatkan stimulus, anak-anak akan merespon dengan tiruan. Anak-anak tak hanya sebatas meniru bahasa yang didapatkan, tapi mereka juga menggunakan kognitif dalam pemaknaan kata. Pelibatan keterampilan kognitif ini seperti memori, perhatian, dan penalaran.
Hal ini sejalan dengan teori kognitivisme yang dipelopori oleh Jean Piaget (dalam Fatmawati, 2015) yang menyatakan bahwa kemampuan bahasa didapatkan dari kematangan kognitif. Perkembangan kognitif dapat menentukan perkembangan bahasa. Penerapan kognitif ini dapat dijalankan dengan baik dengan adanya stimulasi. Beberapa stimulasi ini antara lain,
- Stimulasi Sejak Dini
Pada usia janin, atau sebelum lahir, anak diberi stimulan. Setelah lahir pun, tetap diberi stimulan seperti penggunaan mainan. Beberapa mainan bisa memberikan stimulasi pada anak seperti mainan yang digunakan tanpa baterai, mainan yang dimainkan secara bebas sesuai dengan kreativitas dan imajinasi, dan mainan yang membuat gerak anak lebih aktif. Mainan tersebut antara lain Building Blocks, Lego, atau Binatang-Binatang (Pratiwi, 2023). - Membaca Nyaring
Penambahan kosa kata pada anak bisa didapatkan dari penggunaan buku bacaan. Pada usia Pre-School anak-anak akan penasaran terhadap apapun yang dilihatnya, penggunaan buku bergambar dan bacaan yang nyaring dapat memberikan stimulan pada otak. Pembacaan nyaring ini tak hanya keras dalam volume, tapi juga penggunaan kalimat berima. Kalimat yang menarik dapat menarik anak dalam memperhatikan bacaan yang dibacakan secara nyaring. - Interaksi secara Aktif
Interaksi secara aktif dan konsisten membuat anak terdorong untuk mengucapkan kata. Beberapa kasus, orang tua tidak secara aktif mengajak berbicara anak karena alasan sibuk bekerja atau sedang melakukan sesuatu, mengalihkan anak dengan You Tube. Tontonan yang diberikan tidak disaring dengan baik, maka anak rentan mengalami Speech Delay. Anak-anak yang mengalami situasi Speech Delay membutuhkan lebih banyak kontribusi lingkungan sekitar untuk secara aktif mengajak berbicara. You Tube bukanlah kontribusi bahasa yang baik, karena komunikasinya hanya satu arah, sebaliknya interaksi lah kontribusi terbaik untuk membantu komunikasi pada anak. - Penggunaan Bahasa yang Bervariasi
Anak-anak memiliki karakteristik suka bermain dan mudan bosan (Cahyaningtyas & Salsabila, 2020), sehingga variasi bahasa ini digunakan untuk meningkatkan motivasi anak dalam berbahasa. Variasi bahasa ini bisa menggunakan gabungan antara bahasa daerah dengan bahasa Indonesia atau bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris sesuai dengan kemampuan bahasa orang tua. Contoh variasi bahasa ini penggunaan bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia, contohnya ketika anak memanggil, “Mama”, orang tua menjawab “Dalem, sayang”. Variasi bahasa yang diajarkan tentunya memperhatikan unsur kesopanan karena akan ditiru oleh anak. - Ciptakan Lingkungan yang mendukung
Orang tua tak bisa sendirian untuk mengajarkan bahasa kepada anak, tetapi juga peran llingkungan ini sangat medukung. Lingkungan dalam rumah memastikan anak bebas berekspolari dan bertanya mengenai berbagai hal untuk memacu anak dalam produksi bahasa. Lingkungan ini sebagai fondasi untuk perkembangan bahasa anak. Lingkungan yang mendukung seperti adanya kegiatan membaca buku, bernyanyi bersama, dan mengobrol mengenai banyak hal dapat membantu anak dalam memahami struktur kalimat. Dukungan dari orang dewasa membantu anak untuk membangun keterampilan berbahasa secara bertahap.
Howard Gardner, tokoh pendidikan dan psikologi yang mencetuskan kecerdasan majemuk atau multiple intelligences (dalam Fatmawati, 2015) menyatakan, anak, tidak hanya memiliki kecerdasan yang dibatasi pada kemampuan intelektual seperti matematika dan logika. Kemampuan intelektual lain yang hadir adalah kecerdasan berbahasa.
Kecerdasan yang berkembang memiliki konteks yang berbeda, seperti kemampuan penggunaan kata-kata secara efektif, baik dalam berbicara maupun menulis. Anak-anak dapat meniru suara, memahami pola komunikasi, dan mulai berbicara sejak dini. Namun, meski pun anak memiliki kecerdasan berbahasa, potensi tersebut tidak akan berkembang tanpa melalui faktor lingkungan yang mendukung.
Teori lain yang ada dalam Psikolinguistik dalam Pemerolehan Bahasa Anak adalah Interaksionisme. Teori Interaksionisme ini memiliki pandangan yang menyatakan bahwa pemerolehan bahasa pada anak tidak hanya berdasarkan dari faktor genetik, tapi juga secara signifikan dipengaruhi oleh faktor eksternal.
Penekanan pada lingkungan memengaruhi pemerolehan bahasa tampak pada teori ini. Pemerolehan bahasa ditinjau dari berbagai hal, seperti kemampuan psikologis anak dan dunia sosial interaksi di sekitar anak. Pemerolehan bahasa yang dinamis ini, didasari dari interaksi dengan orang dewasa atau teman sebaya yang berperan sebagai sumber input bahasa.
Teori Interaksionisme ini dipelopori oleh beragam teori lain yang menekankan pada pentingnya interaksi sosial dalam proses pemerolehan bahasa. Salah satu tokoh penting dalam teori ini afalah Jerome Bruner, psikolog dan ahli pendidikan yang memperkenalkan konsep scaffolding dalam pemerolehan bahasa.
Scaffolding ini merujuk pada cara orang yang lebih dewasa untuk memberikan bantuan dan fasilitas untuk pemahaman dan penggunaan bahasa anak.
Simpulan
Psikolinguistik adalah cabang ilmu yang mempelajari hubungan antara psikologis dan penggunaan bahasa. Pada pemerolehan bahasa anak, Psikolinguistik berfokus pada cara anak memeroleh bahasa secara alamiah dan hasil pembelajaran. Beberapa teori dalam Psikolinguistik antara lain Unversal Grammar dan Behavioristik yang menjelaskan mengenai anak yang memiliki kemampuan secara alami mempelajari bahasa.
Pemerolehan yang alami ini didasari pada kemampuan kognitif anak yang baik. Anak yang tumbuh dan kembang di usia hingga dua tahun menggunakan bahasa dengan fonem sederhana dengan akhiran “a” karena mudah dalam penggunaanya. Kemudian anak yang telah masuk usia sekolah memeroleh bahasa melalui pembelajaran di sekolah.
Pembelajaran ini menjadi cara kedua anak dalam memeroleh bahasa anak. Pembelajaran bahasa ini didapatkan melalui nyanyian, dialog yang dilakukan setiap hari, dan ragam aktivitas bermain yang menjadi stimulan berbahasa anak. Selain pembelajaran, lingkungan menjadi faktor yang sangat penting dalam anak menggunakan bahasa dalam kesehariannya.
Anak yang memiliki lingkungan medukung untuk berbahasa dengan baik dan sopan, anak tersebut akan menggunakan bahasa yang baik dan sopan. Anak sangat rentan menggunakan bahasa yang kurang baik karena pengaruh lingkungannya.
Kepustakaan
Astuti, E. (2022). Dampak Pemerolehan Bahasa Anak Dalam Berbicara Terhadap Peran Lingkungan. Educatif Journal Of Education Research, 87-96.
Cahyaningtyas, & Salsabila, A. (2020). Pembelajaran Menggunakan Augment Reality Untuk Anak Usia Dini Di Indonesia. Jurnal Teknologi Pendidikan: Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pembelajaran, 20-37.
Chomsky, N. (1965). Aspects Of The Theory Of Syntax. Cambridge: MIT Press.
Dardjowidjojo, S. (2012). Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Fatmawati, S. (2015). Pemerolehan Bahasa Pertama Anak Menurut Tinjauan Psikolinguistik. Lentera.
Khoirunnisa, I., Diniyah, T., & Silvina, N. (2023). Hakikat Pemerolehan Bahasa Dan Faktor Pendukung Pemerolehan Bahasa Anak. Innovative: Journal Of Social Science Research, 4353-4363.
Kundaryanti, F., & Anggraini, D. (2024). Kajian Kesalahan Penggunaan Bahasa Kasar Dalam Interaksi Antar Teman Sebaya Di Sekolah Dasar. Jurnal Pengabdian Masyarakat Indonesia (JPMI), 30-39.
Pratiwi, R. (2023, 7 14). Hello Sehat. Retrieved From Https://Hellosehat.Com/Parenting/Kesehatan-Anak/Gangguan-Perkembangan/Mainan-Untuk-Anak-Speech-Delay/
Rosmanti, R., Missriani, & Rukiyah, S. (2023). Pemerolehan Bahasa Pada Anak (Kajian Literatur Dalam Psikolinguistik). Madani: Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 320-325.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H