Teori mengenai perkembangan pemerolehan bahasa dimiliki oleh Noam Chomsky. Chomsky (1965) menjelaskan dalam konsep Universal Grammar, konsep ini memiliki pengertian bajwa manusia memiliki kemampuan pemelajaran bahasa secara alamiah.
Teori ini memiliki penekanan bahwa manusia pada usia anak memiliki Language Acquisition Device yang bermakna memiliki kemudahan untuk mempelajari bahasa secara otomatis dan alamiah. Berdasarkan teori ini, pemerolehan bahasa pada anak didasarkan pada struktur kognitif yang ada dalam diri.
Selain pengaruh dalam diri, pemerolehan bahasa pada anak juga didasari dari pembelajaran yang didapatkan pada proses pembelajaran. Sebelum anak masuk sekolah, pada usia pre-school, anak banyak memeroleh bahasa dari lingkungan tempat tinggal.
Tarigan (dalam Khoirunnisa, Diniyah, & Silvina, 2023) menyatakan bahwa anak-anak yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan masyarakat dengann penggunaan bahasa daerah sebagai media komunikasi dalam berkehidupan sehari-hari, maka kemungkinan besar bahasa yang diperoleh adalah bahasa daerah.
Kemungkinan ini kuat, faktanya anak-anak yang berada di lingkungan pedesaan dengan bahasa daerah, misal Kebumen dengan bahasa Jawa ngapak, akan menggunakan bahasa Jawa ngapak tersebut karena sudah familiar. Baru kemudian setelah bersekolah, anak-anak mulai mengenal bahasa resmi negara, Indonesia.
Pemerolehan bahasa pada anak, tidak bisa didapatkan sekaligus, namun melalui beberapa tahapan. Dalam ilmu Psikolinguistik tahapan tersebut antara lain.
- Tahap Sebelum Lahir hingga Usia 1 tahun
Kent dan Miolo (dalam Dardjowidjojo, 2012) menjelelaskan bahwa waktu pemerolehan bahasa, dimulai sejak manusia belum dilahirkan. Bahasa ini distimulasi melalui ajakan mengobrol orang tua, perdengaran lagu-lagu dengan instrumen klasik, dan kata-kata dari ibu yang terstimulasi pada janin. Berdasarkan hal ini, menjadi alasan bahwa anak-anak akan selalu merasa aman dan dekat terhadap orang tua karena sudah mengenalnya sejak dalam kandungan. Selanjutnya, setelah dilahirkan ke dunia, anak-anak dilihat dahulu unsur biologis mengenai kelengkapan indera dalam menerima pesan dan menyampaikan pesan. Anak-anak dengan fungsi indera tubuh normal, akan menerima pesan dengan baik melalui telinga, dan menyampaikan pesan dengan baik melalui mulut. Anak pada tahap ini belum bisa memproduksi ujaran secara sempurna, menurut Khoirunnisa, Diniyah, & Silvina (2023), anak pada usia ini menyampaikan pesan dengan cara bisikan, geraman, dan pekikkan. Ocehan pada bayi juga dialami pada usia ini. Rangkaian kata mulai diucapkan dengan potongan kata yang berulang, seperti “Ma-ma”, “Pa-pa”, atau “Da-da”. - Tahap Usia Satu sampai Dua Tahun
Pada tahapan ini, anak mulai mengenal kata dimulai sau kata. Fonem “a” mudah diucapkan anak karena artikulasinya mudah dilafalkan, anak tinggal membuka mulut untuk mengucapkan fonem “a”. Selain pelafalan yang mudah, anak-anak mengucapkan kata yang melekat pada memorinya. Memori merupakan bagian integral dari eksistensi manusia (Dardjowidjojo, 2012). Maka dari itu, anak yang masih memiliki ingatan yang kuat untuk diberi pemerolehan bahasa yang baik. Baik dalam hal tatanan kesopanan dalam berbahasa sesuai norma manusia. Anak-anak dengan pemerolehan bahasa kasar, akan mengungkapkan kata yang tidak pantas dan memberikan kesan penghinaan dan pelecehan (Kundaryanti & Anggraini, 2024). Kata kasar ini dilontarkan anak pada usia ini dikarenakan memori yang melekat di dalam otak walaupun tidak tahu makna sebenarnya. - Tahap Usia Tiga sampai Lima Tahun
Pada usia ini, anak-anak mulai masuk di dunia persekolahan. Di Indonesia, terdapat sekolah Pre-School yakni PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Anak yang mengalami masa PAUD ini mulai mengenal bahasa resmi, Indonesia. Guru di PAUD menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantar, contoh penggunaanya, pada lagu anak-anak yang digunakan. PAUD banyak menggunakan lagu anak-anak dengan contoh Pelangi-Pelangi, Balonku Ada Lima, atau Cicak-Cicak Di Dinding. Lagu-lagu tersebut secara sederhana mengajarkan bahasa Indonesia, contohnya penamaan warna dalam lagu Balonku Ada Lima. " ...Merah, Kuning, Kelabu, Merah muda, dan Biru ... Balon hijau.... "Lirik tersebut menyebutkan beberapa warna dalam bahasa Indonesia, diuraikan dalam warna balon.
Selain pada pembagian usia dalam pemerolehan bahasa anak, Psikolinguistik juga menelisik pemerolehan bahasa dalam input atau masukan dalam linguistik. Bahasa yang sering didengar anak-anak penting dalam pemerolehan bahasanya.
Teori Social Interactionist memiliki pandangan bahwa bahasa yang digunakan oleh orang dewasa dan teman sebaya yang hadir dalam lingkungan tumbuh kembang anak memberikan konteks penting dalam pemerolehan bahasa yakni perolehan makna dan struktur bahasa. Hal ini menunjukkan kualitas bahasa yang dimiliki anak ditunjukkan dari frekuensi interaksi sosialnya.
Salah satunya anak yang viral di media sosial bernama Shabira Alula Adnan atau Lala. Lala dikenal sebagai anak kecil yang memiliki bahasa Indonesia yang baik dan sopan, hal ini didapatkan dari lingkungannya seperti orang tuanya yang berkomunikasi dengan bahasa yang baik dan sopan di dalam konten tiktok @shabiraalulaadnan.
Psikolinguistik menyoroti peran kognitif dalam pemerolehan bahasa anak. Pada Teori Behaviorisme, kebahasaan dapat diamati dengan adanya hubungan antara stimulus dengan respon.
Perilaku tertentu dalam bahasa dapat membuat reaksi. Pada anak-anak yang mendapatkan stimulus, anak-anak akan merespon dengan tiruan. Anak-anak tak hanya sebatas meniru bahasa yang didapatkan, tapi mereka juga menggunakan kognitif dalam pemaknaan kata. Pelibatan keterampilan kognitif ini seperti memori, perhatian, dan penalaran.