Yogyakarta, Widya Security - Ransomware bukan sekadar serangan siber, tetapi ini adalah titik awal kehancuran sebuah organisasi. Mengapa bisa begitu?
Di era di mana kita menjadikan data digital sebagai aset, kini kita memahami bahwa data digital menjadi target utama setiap kejahatan siber. Banyak serangan-serangan yang melibatkan data sebagai motif utama sebuah kriminalitas dunia siber. Berbagai lini bisnis menganggap serangan siber menjadi ancaman yang nyata, karena banyaknya dampak kerugian yang memengaruhi kemajuan bisnis.Â
Ransomware, salah satu ancaman yang kini menjadi pembicaraan hangat di Indonesia. Secara definisi, ransomware adalah sebuah perangkat lunak berbahaya yang memblokir seluruh akses data atau sistem. Satu-satunya cara untuk mengembalikannya adalah membayar uang tebusan yang diminta oleh penyerang atau pembuat ransomwmare.
Belum genap setahun mendengar ransomware LockBit 3.0 yang menyerang data PDNS, sekarang menunjukkan taringnya lagi pada perusahaan perbankan terbesar, yaitu BRI. Berawal dari sebuah cuitan oleh Falcon Feeds melalui X pada rabu (18/12), yang menyatakan bahwa Bank Rakyat Indonesia, atau BRI, telah menjadi korban Bashe Ransomware.
Ransomware Alert
Bank Rakyat Indonesia, has fallen victim to Bashe Ransomware. pic.twitter.com/xVjFOblqQN--- FalconFeeds.io (@FalconFeedsio) December 18, 2024
Menurut pernyataan BRI, nasabah tidak perlu khawatir karena data maupun dana nasabah tetap aman. Saat ini, BRI sedang menjalankan langkah proaktif untuk memperbaiki kericuhan pada sistem mereka.
Namun, tidak dapat dipungkiri, bahwa Indonesia kini adalah target empuk ransomware. Ini menjadi peringatan penting bagi setiap organisasi untuk waspada dan tidak lagi bermain-main dengan ancaman siber. Dampak yang dirasakan organisasi akan terasa ketika serangan sudah terjadi, diantaranya dampak yang signifikan:
Kerusakan Reputasi
Serangan ransomware dapat secara signifikan merusak reputasi perusahaan. Kebocoran data pribadi milik nasabah, seperti yang terjadi pada PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI), menimbulkan kekhawatiran bagi nasabah dan kerugian reputasi bagi bank. Ini berlaku pada bagaimana kekhawatiran nasabah BRI pada keamanan datanya.
Gangguan Operasional
Serangan ransomware dapat mengganggu jalannya bisnis. Dengan mengenkripsi data penting, perusahaan bisa kehilangan akses informasi yang diperlukan untuk operasional keseharian bisnis, mempengaruhi layanan pelanggan, produktivitas, dan operasional bisnis secara keseluruhan.
Kerugian Finansial
Selain kerugian reputasi, serangan ransomware juga menyebabkan kerugian finansial yang signifikan. Pembayaran tebusan rata-rata bernilai nyaris dua kali lipat selama bertahun-tahun, dan tren ini tidak terlihat melambat.
"Setiap kali serangan siber terungkap, pasar bereaksi negatif yang sering kali memicu penurunan harga saham perusahaan, mencerminkan dampak besar serangan terhadap kepercayaan investor." Ujar Alwy Herfian, CEO Widya Security.
Dalam menghadapi ancaman ransomware, ternyata tidak hanya sistem yang harus dilindungi, namun brainware (manusia) juga wajib ditingkatkan keamanannya. Sebab, serangan ransomware diawali dengan kelalaian manusia yang mengoperasikan program berbahaya tersebut. Oleh karenanya, langkah proaktif yang wajib dilakukan yaitu dengan memberikan pelatihan secara berkala. Pelatihan tersebut berupa pengenalan terhadap serangan-serangan siber, regulasi yang berlaku dalam keamanan data, maupun pengujian penetrasi terhadap manusia.
Ini bukan hanya sekadar peningkatan kewaspadaan, setiap organisasi membutuhkannya. Langkah ini adalah salah satu cara untuk menunjukkan komitmen organisasi terhadap perlindungan data, bahkan membantu pemulihan kepercayaan publik pasca insiden.
Kini, Indonesia harus menjadi negara yang melek dengan ancaman siber. Jangan biarkan serangan nyata yang membuka mata kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H