"maaf mbak, boleh saya tahu mbak siapa? mungkin saya bisa ajak berbisnis dilain waktu?" jurus dan trik memikat hati Ken entah mengapa muncul, setelah sekian lama ia tidak melakukan hal itu dengan Zamila.
"Saya Luthfina.. Saya bersihkan baju saya dulu ya mas, ini kartu nama saya. Saya psikolog, saya tidak tahu bisa diajak berbisnis dari segi mana.." dengan senyuman yang amat menggentarkan Ken, ia tersadar dari lamunannya tatkala bibi meneriakinya.
---
Seiring berjalan waktu, hari-harinya semakin di hantui oleh keberadaan Ellen. Ellen meminta Ken untuk menikahinya, namun hal tersebut adalah mustahil bagi Ken.
"Apalagi yang kurang dariku Ken? dalam hubungan bisnis pun kita sudah sangat solid. Jika kita bergabung dalam ikatan cinta resmi, perusahaan kamu dan kita akan semakin maju pesat. Sadarkah kamu Ken ?"
"Iya sih, tapi.. Aku nggak mau nikah sama kamu Len gimana dong ya?"
Ellen hanya tenggelam dalam tangisnya, namun hal itu tak melunakkan hati Ken. Pasalnya, keesokan harinya Ellen sudah bisa kembali bercumbu dimall pusat kota ketika Ken sedang kopi darat dengan kliennya. Ken hanya mampu mendesah lelah, melihat kelakuan Ellen. Dan juga sebagian besar teman-teman wanitanya, dan yang pernah dekat dengannya.
Di heningnya malam itu, Ken tak kuasa menahan air matanya. Ia sangat merindukan Zamila, wanita yang selalu ada dalam jiwanya. Ia bertekad untuk mencarikan ibu yang baik untuk Aldrin. Tiba-tiba bisikkan itu, ya bisikkan itu benar-benar meresahkan Ken, hingga ia merasa ia harus menghubungi Luthfi secepatnya, wanita yang ia temukan ditaman beberapa bulan yang lalu. Dengan ragu, ia paksakan dirinya menekan tombol ponsel genggamnya.
"Halo Luthfina..?"
"Assalamualaikum, maaf siapa ini?"
"aku Ken, ingat kejadian es krim?"