Kejadian itu benar-benar membuat Ken semakin tak tertarik mencari sosok pengganti Zamila yang tak tersaingi siapapun menurutnya.
Disela-sela pekerjaannya, Ken tetap memperhatikan si kecil cantik Aldrin. Ia sempatkan telepon bibi dirumah. Menginterogasi kepada bibi seputar kondisi Aldrin. Kebiasaan itu pun tak pernah luput dari sekian kesibukannya setiap hari. Usai menelepon bibi, ia bersiap-siap meeting dengan kliennya yang dari Bangkok.
"Eh, emm.. Pak, perlu notulen?" tawar Rika genit
"enggak usah, saya masih bisa kok jadi notulen, nanti tolong schedulling jadwal saya seminggu ke depan. Note nya saya email nanti dari sana. Thanks.."
"baik pak.." jawab Rika kecewa
---
"Ken, kamu dari mana saja honey? aku hubungi kamu nggak bisa terus, aku nggak suka deh kamu begitu" tiba-tiba Ellen mengejutkannya dibalik pintu rumahnya, sambil menggendong Aldrin nampak sekali Ellen ingin mencuri perhatian Ken.
"Ada apa? Penting banget ?" ungkap Ken dingin
"Ken please, kamu nggak perlu segitunya dong menanggapi 'kejadian' dirumahku waktu itu, itu kan sudah 13 bulan yang lalu. Lagi pula, kamu kenapa jadi norak dan kampungan begini sih? waktu di Moskow kita juga sering tinggal bareng kalau aku lagi bosen di flat. Aku juga mau sampein satu bisnis baru buat kita, kemarin aku sempat meeting sama klienku dari Brunei"
"ooh.. Oke!"
"oh come oon Ken, i dont want to look at your sucks face!" jawab Ellen sedikit bernada tinggi, nampaknya bad mood nya mulai terpancing.