Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Puisi "Balada Perempuan Perkasa"

22 Desember 2024   19:54 Diperbarui: 22 Desember 2024   23:33 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu dan Anak. Sumber Dok. Pri by Meta AI

Balada Perempuan Perkasa (1)

Di bawah rembulan yang temaram
Aku memintal harapan di sepertiga malam
Bersama untaian zikir membasuh atma
Melangitkan rasa  menyulam asa
Menghapus lara menjadi bahagia

Dalam  sunyi aku merangkai doa
Berharap buliran keringat yang jatuh
Menjadi  harapan yang tumbuh
Demi yang dicintai penuh seluruh

Aku menjajakan sisa tenaga
Langkahku ringkih, menyambut rejeki
Meski onak membuat luka di hati
Namun langkahku pantang  berhenti

Seribu kali badai menerpa hati
Aku akan terus meniti hari
Menata hati penuh ketegaran diri
Ingin ku dekap anak-anak dengan cinta sejati
Walau hidup bagai ombak menghantam tiada henti

"Ibu adalah surga," kata kecil penuh makna
Memompa jiwa agar tetap membara
harapan ku kobarkan di dada
agar anak-anakku tak lagi merana

Ketika hari menjadi terlalu gelap
Aku ingin menjadi pelita yang tak pernah padam
Menerangi langkah anak-anakku yang rapuh
Agar mereka tak jatuh dalam kepedihan

Dengan suara lirih namun penuh kasih,
Aku nyanyikan balada kehidupan
Nada-nada cinta menjadi penghibur duka
Bagi anak-anak yang mencari kebahagiaan.

Aku ibarat pohon tua di tengah badai
Kutancapkan akar kuat mencengkeram bumi
Hidup tak rapuh tetap membumi
Agar anak-anak tumbuh penuh cinta sejati

Hingga rambutku memutih
Aku akan tetap berdiri, meski waktu berlalu
Tak henti kupanjatkan pinta pada Sang Maha Kuasa
Demi kebahagiaan anak-anak tercinta

Baca juga: [Cerpen] Dua Dunia

Aku ingin menjadi mentari yang menerangi
Kegelapan sang permata hati
Setiap langkah kujejejakkan penuh asa
Setiap peluhku adalah bukti perjuangan panjang

Biarkan bait -bait puisi ini menjadi persembahan
Untuk kisah perjuangan yang tak pernah mati
Aku memohon keridhoan-Mu di medan kehidupan,
Cinta-Mu adalah sinar abadi penerang hati
Cibadak, 22 Desember 2024

Balada Perempuan Perkasa(2)

Di lorong waktu yang sunyi senyap
Seorang wanita tua melangkah tanpa mengeluh derita
Didorongnya gerobak menapak malam
Mengais sisa-sisa asa yang tercecer di lorong-lorong kota

Pada malam-malam yang sepi
Perempuan itu memintal doa di bawah langit biru
Mencium kening anaknya dengan harapan
Seolah berkata, "Dunia ini milikmu, sayang."

Tangannya mengelus sang buah hati penuh cinta
Mengukir makna di tiap sudut sunyi
Dengan jemari yang letih tapi penuh cinta
Ia melukis mimpi di dunia yang dicinta

Angin malam menyentuh wajah tirusnya
Semangatnya tetap membara
Setiap langkahnya adalah pengorbanan
Setiap senyumnya adalah pengobat lara

Perempuan itu mengajarkan dunia tanpa banyak kata
Mengguratkan makna dengan tanda yang bercerita
Cinta tulus terbaca di garis wajahnya
Membesarkan sang permata dengan cinta

Di matanya, anak bukanlah beban
Namun anugerah yang Tuhan titipkan
Ada masa depan di balik deritanya
Melampaui batas yang orang lain rasakan

Seperti bulan yang setia pada malam
Perempuan itu menerangi jalan anaknya dengan kasihnya
Mengajak sang anak berdiri meski kerap rapuh
Menyematkan harapan pada setiap peluh

Kala tangannya mengusap pipi kecil
Ada doa yang lirih namun penuh arti
"Jadilah kuat, Nak, meski dunia terasa tak berpihak
Kasihnya adalah sayap yang akan menguatkan untuk terbang."

Saat mata-mata itu menatap dengan iba
Perempuan itu mengantungi asa di setiap langkahnya
Dia  berjuang tak kenal jera
Membawa anaknya menjalankan takdir Sang Kuasa

Cinta itu hadir tanpa syarat dan tanpa  jeda
Anaknya tahu, ia tak sendiri
Ada ibu, bentengnya di tengah derita

Meski dunia tak memberi ruang luas
Perempuan itu melangitkan rasa dan asa
Mengajarkan anaknya tentang keberanian dan cinta
Bahwa derita bukanlah akhir kehidupan

Saat anaknya berdiri di atas mimpi
Perempuan itu tersenyum dalam kelam
Air matanya adalah sungai rasa
"Anakku, kau pelangi di hatiku yang kabur."

Kini waktu menorehkan garis di wajahnya
Namun cinta itu tetap ada, tak terkikis usia
Dirinya menjadi mentari setiap hari
Menghangatkan hati dengan kasih suci

Di ujung malam, ibu berbisik pelan,
"Anakku, teruslah berjalan meski badai datang,"
Ia tahu, cinta itu takkan lekang,
Seperti langit yang memeluk bumi tanpa hilang.

Cibadak, 24 Desember 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun