Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

(Cerpen) Darma dan Prema: Persimpangan Takdir

24 November 2024   21:16 Diperbarui: 24 November 2024   23:57 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru-Guu SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi. Sumber: Dokumen Pribadi

Jika musim hujan, jalanan sudah tidak bisa dilalui kendaraan roda dua sekali pun. karena sangat licin dan berlumpur. Kalau sudah begitu, aku harus menempuhnya dengan jalan kaki dengan waktu dua jam. Tak jarang aku harus menginap di rumah penduduk agar tidak terlalu lelah.

Penempatan sebagai guru di SMP Negeri Atas Awan pada awalnya membuatku gamang. Bagaimana tidak? Sekolah itu terletak di daerah pakidulan yang sangat terpencil. Waktu tempuh dari kota kabupaten saja memakan waktu lima jam.

Aku tak bisa membayangkan bagaimana teman-teman yang ditempatkan di SMP Ujung Pulau. Selain jarak tempuh lebih jauh dari sekolahku, mereka harus menaiki perahu untuk bisa tiba di sana. Jika musim hujan datang dan debit air bertambah naik, mereka harus lebih hati-hati. Arus air akan semakin deras. Pernah ada perahu yang hanyut tak berarah karena arus sungai yang sangat deras. Mungkin aku masih beruntung karena tak ditempatkan dengan medan seperti itu. Namun, tetap saja perjuangan harus tetap aku jalani.

Awalnya aku tak akan mengambil tugas ini. Tak terbayangkan kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi. Aku yang terbiasa tinggal di kota besar, harus beradaptasi dengan kondisi yang tidak nyaman. Namun, kesempatan tak datang dua kali. Pergulatan batin berjalan lama sehingga menghasilkan suatu keputusan penting bahwa aku akan mengambil tugas dengan berbagai resikonya termasuk terpisah dengan Anjani.

"Kamu tega meninggalkan aku di sini, Pram?" Anjani merajuk saat aku mengatakan akan mengambil kesempatan itu.

"Kan kita bisa setiap hari bertemu via VC," hiburku seraya mengelus bahunya.

"Iya... kalau jaringan di sana normal dan bisa dijangkau. Tidak terbayang aku harus menahan rindu yang lama," ujar Anjani manja. Aku tahu kami sangat mencintai sehingga sulit rasanya jika harus terpisah jauh darinya. Namun, keputusanku sudah bulat. Sebagai lelaki, aku harus punya idealisme sendiri. Aku yakin tanpa bantuan calon mertuaku, aku bisa mandiri.

Saat aku datang ke sekolah ini para guru sangat menyambut kedatanganku. Bagaimana tidak? Aku dianggap aset yang berharga karena jumlah guru di sini sangat terbatas. Sepuluh orang guru menangani sepuluh rombongan belajar dengan jumlah tiga puluh orang per kelasnya dan dua belas mata pelajaran tiap jenjangnya . Akhirnya setiap guru merangkap pelajaran setiap harinya. Pak Andra, guru Matematika merangkap sebagai kepala sekolah, dan sembilan guru lain yang merangkap tugas mengajarnya, Bu Ani mengajar IPA merangkap IPS, Pak Anto mengajar SBK, Bahasa Inggris dan PJOK dan beberapa orang guru lain yang juga merangkap tugas mengajarnya.

Murid-murid di sekolah ini masih lugu dan sederhana karena belum terkontaminasi oleh teknologi dan diracuni oleh telepon genggam. Semangat mereka untuk meraih pendidikan membuatku terharu.

"Apa cita-citamu?" tanyaku kepada Saeful ~ Siswa yang terpandai di kelas 9.

"Aku mau menjadi insinyur pertanian, Pak. Aku ingin membuat sawah Bapak subur dan tidak merugi terus," jawab Saeful dengan wajah polos.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun