Zaki mengangguk perlahan, kemudian berlalu dengan langkah yang tegap dan memesona. Tatapan mata kagum Lana, Sarah dan Vina mengiringinya.
"Hai! Selamat sore!" Suara keras membuyarkan kebahagiaan mereka. Seorang pemuda dengan sepeda listrik berada di hadapan mereka. Matanya berganti-ganti menatap ketiganya.
"Sering nongkrong di sini, ya? Aku sering melihat kalian mengamati rumah itu. Ada apa? Kalian tidak takut dengan cerita-cerita tentang rumah itu?"
Ketiganya saling berpandangan, bingung. "Cerita apa?" tanya Sarah penasaran.
Pemuda itu tersenyum tipis, lalu melirik ke arah rumah nomor tiga belas di belakangnya. "Tidak apa-apa sih. O ... ya, kenalkan. Saya Prima, anak bungsu Pak Ridwan---Ketua RT."
Mereka berkenalan dengan saling berjabat tangan dan menyebutkan nama masing=masing.
"Sebentar, jelaskan kepada kami maksud ucapanmu tadi?" kejar Sarah sambil menuntut penjelasan Prima.
"Rumah itu berhantu," jawab Prima sambil berlalu meninggalkan ketiga gadis itu.
Vina tertawa kecil. "Ah, Prima, tidak mungkin rumah seindah itu berhantu. Lagian kami sudah bertemu dengan penghuninya tadi. Kalau berhantu, dia tidak mungkin betah."
"Ya, kalau kalian tidak percaya tak apa. Hati-hati saja," teriak Prima seraya tersenyum.
Ketiga gadis itu terdiam sejenak, merasa ada sesuatu yang aneh dari peringatan tersebut. Tapi sebelum ada yang bisa menjawab, Prima sudah melambai dan menghilang di pertigaan.