Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerpen "Jejak Kematian di Vila Merah"

20 Juni 2024   14:12 Diperbarui: 20 Juni 2024   16:46 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar dokumen pribadi by Canva

Dalam catatannya, Allan menulis tentang mimpi buruk dan suara-suara yang mengganggu mereka sejak mereka menemukan kain itu di loteng vila. Kain itu bertuliskan huruf Cina kuno. Di bagian akhir buku Allan menuliskan bahwa dirinya merasa terjebak dalam mimpi buruk yang nyata, dan catatan terakhirnya berbunyi, "Hantu itu akan datang untuk menagih hutang darah."

Saat Meylana membaca halaman terakhir buku harian itu, dia merasakan kehadiran yang semakin kuat. Tiba-tiba, pintu kamar tempat Allan dan istrinya ditemukan terbuka dengan suara keras. Mereka segera keluar dari ruang perpustakaan dan berlari kea rah kamar Allan dan Arumi.

Cahaya remang-remang menerobos masuk, dan di ambang pintu, Meylana melihat bayangan samar seorang wanita berpakaian tradisional Tionghoa. Wajahnya yang pucat dan matanya yang kosong menatap langsung ke arah Meylana.

“Ada apa Mey?” tanya Mas Brama sambil menyentuh Pundak Meylan.”Apa yang kamu lihat?”

Meylana berdiri kaku, antara ketakutan dan keberanian yang bercampur aduk. Dia tahu bahwa dia harus mengatasi ketakutan ini. Dia menunjuk ke arah pintu.

“Aku tak melihat apa-apa, Mey. Ceritakan ada apa?” Mas Rasya mengguncang tubuh Meylan yang terus menunjuk ke arah pintu.

Meylana mencoba bergerak, tetapi tubuhnya seakan membeku di tempat. Tatapan tajam wanita berpakaian tradisional Tionghoa itu semakin mendekat, dan dengan setiap langkahnya, aura dingin menjalar di seluruh ruangan. Meylana merasakan jantungnya berdegup kencang, keringat dingin mengalir di pelipisnya. Bayangan itu berhenti hanya beberapa langkah di depannya, menatap langsung ke mata Meylana dengan mata kosong yang menakutkan.

"Hutang harus dibayar," suara itu terdengar, kali ini lebih jelas dan penuh dengan ancaman.

Meylana mencoba memanggil kedua seniornya, tetapi suaranya tertahan di tenggorokan. Dia berusaha keras mengumpulkan keberaniannya, mengingat semua pelatihan dan pengalamannya dalam menghadapi situasi berbahaya. Dalam benaknya, dia tahu bahwa untuk mengakhiri semua ini, dia harus mencari tahu lebih banyak tentang "Hantu Hujan" dan hubungannya dengan kain yang ditemukan di loteng.

"Siapa kamu? Apa yang kamu inginkan?" Meylana akhirnya berhasil mengeluarkan suaranya meski terdengar gemetar.

Wanita itu tersenyum tipis, senyum yang tidak sampai ke matanya yang kosong. "Aku adalah penjaga hutang, hutang darah yang harus dibayar oleh mereka yang mencuri dari kami," jawabnya sambil menunjuk ke arah buku harian yang masih dipegang Meylana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun