Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerpen "Jejak Kematian di Vila Merah"

20 Juni 2024   14:12 Diperbarui: 20 Juni 2024   16:46 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar dokumen pribadi by Canva

“Mbok Juminten, asisten rumah tangga di vila ini bersama Mang Adin, suaminya. Menurut pengakuan mereka, majikannya itu biasanya pukul lima sudah keluar kamar dan berolahraga di sekitar vila. Namun, sampai pukul delapan mereka belum keluar juga. Akhirnya Mbok Juminten, Mang Adin ditemani dua orang sekuriti membuka pintu kamar dengan kunci cadangan, dan saat itu majikan mereka ditemukan tewas di ranjang dalam posisi membelalak.” Mas Brama gantian menjelaskan kronologinya.

“Mey, yang lebih aneh saat kami membuka file CCTV dengan jam yang sama, semuanya tampak berjalan normal. Kamera CCTV tak pernah mati sedetik pun dan tidak menunjukkan kejanggalan apa-apa atau ada indikasi orang yang menyusup masuk,” ungkap Mas Rasya menambahkan.

“Seharusnya ada penjelasan siapa yang masuk ke kamar Tuan Allan karena kamera CCTV itu langsung mengarah ke lorong kamar mereka. Namun tak ditemukan apa-apa begitu juga sidik jari di tempat kejadian atau di tubuh korban.” Penjelasan Mas Bram semakin memperkuat keyakinan Meylan bahwa ada sesuatu yang mistis terjadi di vila ini.

Konon vila ini merupakan vila milik nenek moyang keluarga Allan yang diwariskan secara turun temurun. Allan dan keluarganya memang tak tinggal di vila itu. Mereka tinggal di rumah mewah yang terletak di kawasan elite Jakarta. Mereka hanya sesekali tinggal di rumah ini untuk mengurangi kepenatan karena letaknya di Puncak, Bogor. Setiap hari hanya para pekerja yang menunggui vila tersebut. Jumlah karyawan di vila itu ada lima, dua orang yang mengurusi bagian dalam rumah, dua orang penjaga dan satu tukang kebun.

Mereka menelusuri  lorong-lorong vila yang kini sudah tak berpenghuni. Para pekerja sudah minta berhenti, mungkin mereka ketakutan dengan kematian majikan mereka. Begitu juga dengan anak-anak Tuan Allan dan Arumi tidak bersedia menempati vila milik orang tua mereka.

Dengan menggunakan senter, mereka masuk ke salah satu ruangan yang berisi rak dipenuhi buku-buku. Rupanya ini ruangan perpustakaan keluarga karena di tengahnya tampak ada sofa untuk membaca.

“Mey … apakah kamu mencari sesuatu di sini?” tanya Mas Brama sambil menyoroti seluruh ruangan.

‘Siapa tahu ada petunjuk di sini yang belum ditemukan orang lain. Mungkin buku-buku di sini bisa memberikan kita informasi,” ujar Mey sambil terus menyusuri seluruh ruangan.

Di tengah kegelapan itu, Meylana menemukan sebuah buku harian milik Allan yang tersimpan di laci yang tak terkunci.

“Mas, saya menemukan ini. Mungkin ini diari Tuan Allan.” Mey menarik senter dari Mas Rasya dan menyorotinya ke arah buku,”Coba cari saklar lampunya, Mas biar bisa baca buku ini.”

Mas Brama mencari saklar lampu ruangan itu, dan untungnya lampu masih bisa menyala. Mereka mulai mengamati buku tersebut. Benar saja itu buku diari milik Tuan Allan. Di dalamnya terdapat  selembar kain berukuran sapu tangan dengan tulisan Cina kuno. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun