Sampai malam kejadian itu, aku yakin bila bayangan hitam yang membunuh Mas Bram ada kaitannya dengan kasus itu, Namun, saying aku tak bisa membuktikan kebenarannya.Â
Aku harus rela menjadi kambing hitam dari kesalahan yang dilakukan orang lain. Aku divonis sepuluh tahun penjara karena dituduh melakukan pembunuhan suamiku sendiri. Tuduhan yang buatku tak berdasar.
Aku harus melahirkan dan membesarkan anakku di balik jeruji besi ini. Anakku yang tak bersalah pun harus ikut menderita. Dia tak bisa merasakan masa kanak-kanak selayak anak-anak lainnya.
Aku harus menelan pil pahit ini dengan terpaksa. Aku tahu kalian pun tak akan yakin jika aku katakan sekali lagi aku tak bersalah. Aku hanya menjadi kambing hitam dan menanggung resiko dari hal yang tak kulakukan. Tak adil memang.
Masih adakah keadilan itu untukku? Aku tak pernah tahu jawabannya selain memasrahkan hidupku kepada Sang Pencipta. Dialah pemilik keadilan yang sebenarnya.
"Aku tahu kalian tak akan percaya jika aku katakan jika aku tak bersalah, bukan? Lebih baik kalian pulanglah dan tulislah tentang kisahku. Siapa tahu ada tangan malaikat yang mau mengulurkan tangannya untukku."
Aku meninggalkan para pencari berita itu dengan langkah gontai. Aku berharap jika Mas Bram menyimpan bukti-bukti untuk membebaskanku. Atmaku menyimpan asa jika ada seseorang yang akan menolongku agar Derana, putri kecilku dapat menikmati hidupnya..
Jauh di sebuah rumah, sebuah diska lepas dan berkas-berkas penyelewengan beberapa pejabat tinggi dan beberapa anggota dewan yang terhormat, tersimpan aman di dalam kotak dan tertanam di dalam dinding kamar mandi.
Cibadak, 18 Maret 2024
Terinspirasi dari kisah seorang wanita yang melahirkan di penjaraÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H