Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Anak "Perjuangan Pasukan Kuning"

30 Juli 2023   22:20 Diperbarui: 5 Agustus 2023   18:07 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komplek Bumi Ciheulang tampak sunyi sore ini. Udara dingin membuat warga malas untuk melakukan kegiatan di luar rumah. Hujan memang tidak berhenti sejak semalam sehingga udara terasa dingin.

Begitu juga dengan keluarga Anisa. Mereka melakukan kegiatan di rumah. Ayah sedang memperbaiki pintu dapur. Bunda sedang sibuk membuat salad buah. Kak Arman sedang asyik menggambar anime. Anisa sendiri sedang duduk di teras sambil membaca buku.

Saat Anisa sedang asyik membaca dia mendengar suara teriakan seseorang.

"Permisi, Neng Anisa. Mamang mau mengambil sampah!" teriak Mang Udin dari pintu gerbang rumah. Anisa melihat Mang Udin sedang mengangkat tempat sampah dan membuangnya ke gerobak.

"Mang Udin kedinginan, ya?" tanya Anisa sambil memandang Mang Udin yang sudah selesai mengangkat sampah di rumahnya," Anisa ambilkan teh hangat, mau?"

"Boleh, Neng. Kebetulan Mamang kedinginan nih." Kemudian Mang Udin duduk di tembok teras. Tubuhnya menggigil kedinginan.

"Sebentar. Anisa ambilkan dulu ya, Mang," ujar Anisa sambil masuk ke dalam rumah.

Anisa masuk ke dapur. Kebetulan ada Bunda sedang mencuci piring.

"Anisa mau membuat air teh hangat buat Mang Udin, boleh?" tanya Anisa. Bunda menganggukan kepala. Anisa membuat teh hangat dan membawa ke depan.

"Nah ini teh hangat dan pisang gorengnya, Mang." Anisa meletakan gelas dan piring berisi pisang goreng di meja.

"Terima kasih ya, Neng Anisa. Mamang minum teh hangatnya," ucap Mang Udin seraya mengambil gelas dan sepotong pisang goreng.

" Berat ya, Mang mendorong sampah dari komplek ini?"

"Iya, Neng. Sampahnya semakin lama semakin banyak," jawab Mang Udin sambil menyeruput teh hangat.

"Kemana Mamang membawa sampah-sampah ini?" tanya Anisa ingin tahu.

"Mamang bawa ke tempat pembuangan sementara di belakang komplek. Nanti ada truk yang akan mengangkut ke tempat pembuangan akhir sampah, Neng," jawab Mang Udin.

"Sudah ya, Neng. Mamang mau berangkat lagi. Terima kasih." Mang Udin berpamitan kepada Anisa.

Saat masuk ke dapur, Anisa melihat salad buah di atas meja.

"Eit! Kamu belum mencuci tanganmu. Jorok ...ah!" hardik Bunda sambil memukul telapak tangan saat mencomot semangka.

Anisa nyengir kuda saat diomeli Bunda dan segera mencuci tangannya. Setelah itu dia duduk kembali di samping ibunya sambil menikmati salad buah.

"Bunda, jika dua hari Mang Udin mengangkut sampah sebanyak itu, berapa banyak ya sampah di komplek ini dalam waktu satu minggu, satu bulan dan mungkin satu tahun," celoteh Anisa sambil bergaya mikir.

" Dan berapa jumlah sampah yang dihasilkan dalam satu kota, satu provinsi dan satu negara?" tanya Bunda pelan.

Pertanyaan Bunda tadi sangat mengusik hati Anisa. Berapa sampah yang dihasilkan manusia di bumi ya? Bagaimana jika tak ada pekerja seperti Mang Udin yang mengambili sampah?

Malam harinya Anisa sudah tertidur pukul 8. Dalam tidurnya Anisa bermimpi berada di di sebuah kota yang dipenuhi dengan tumpukan sampah.

Anisa mengitari pandangannya ke seluruh penjuru kota. Tak ada satu pun makhluk hidup di sini. Dia hanya melihat gedung-gedung bertingkat yang kumuh. Dia membaca tulisan Kantor PT Persada Permai.  Di halaman gedung itu dipenuhi tumpukan sampah. Sampah-sampah yang berserakan juga memenuhi halaman dan tempat parkir.

"Aku masih berada di kotaku sendiri," gumam Anisa," Tapi mengapa semua berubah seperti ini."

Anisa mulai merasa takut dengan keadaan seperti itu. Namun dia harus memberanikan diri agar bisa mengetahui apa yang terjadi. Dia heran kondisi rumahnya tak jauh berbeda dengan rumah-rumah lainnya. Halaman dipenuhi sampah plastik dan keresek.

Anisa memberanikan diri untuk membuka pintu gerbang. Dia kemudian masuk lewat pintu depan yang tidak terkunci.

"Assalamualaikum!" Anisa berteriak sambil menutup hidungnya. Rumah itu sangat kotor dan jorok. Bungkus makanan masih tergeletak di meja. Begitu juga sampah di dapur menumpuk hingga tercium bau tak sedap.

"Apa yang terjadi, ya? Kondisinya hampir sama di seluruh kota. Sepi, tak ada seorang pun di kota ini. Dan lebih parahnya lagi sampah -- sampah itu bertebaran di seluruh penjuru kota." Anisa berpikir sambil mengernyitkan dahinya.

"Ha...ha...ha... rupanya ada seseorang yang datang," Suara yang tak berwujud itu terdengar keras sekali. Suara tawa itu diikuti oleh tawa-tawa yang lain.  Anisa merinding saat mendengar tawa itu.

Tawa itu begitu keras dan menyeramkan.

"Siapa kalian?" tanya Anisa sambil berteriak keras. Anisa melihat di sekeliling ruangan

Sesosok bayangan hitam besar, bermata satu bersama dengan beberapa makhluk mengerikan lainnya.

"Aku senang ada satu manusia lagi yang bisa kita jadikan mangsa," teriak makhluk

Makhluk itu mendekati Anisa dan berusaha menangkapnya. Anisa berlari ke sudut kamar.

"Siapa kalian?" tanya Anisa ketakutan.

"Aku adalah bakteri dan teman-temanku adalah virus. Kami sudah menguasai bumi ini karena ulah kalian sendiri," ujar makhluk besar yang bernama bakteri.

"Kalian membuang sampah sembarangan sehingga kami bisa hidup dan berkembang biak sebanyak-banyaknya. Kini manusia sudah dikalahkan oleh kami karena kalian jorok dan tidak mencintai kebersihan," kata makhluk lain yang lebih kecil.

"Lalu kemana semua penduduk bumi? Kalian apakan mereka?" Anisa bertanya sambil terus menghindar dari kejaran para makhluk itu.

"Mereka sudah punah! Mereka sudah habis!" teriak makhluk yang berwarna merah.

"Sekarang giliranmu. Kamu akan kami tangkap. Kamu akan bernasib sama dengan para manuisa lainnya yang tidak bertanggung jawab," ucap makhluk besar sambil berlari menangkap Anisa. Anisa dikepung oleh makhluk-makhluk itu. Dia tidak berdaya dan berteriak minta tolong..

"Tolong! Tolooooooong! Jangan tangkap aku!"  Suara teriakan Anisa sangat keras. Dia meronta dan berteriak histeris.

"Anisa ... Anisa ... bangun!" Suara Bunda dan Ayah terdengar keras.

"Aku ada di mana? Mana makhluk-makhluk itu?" tanya Anisa sambil mengitari pandangan ke tempatnya berada. Dia melihat kedua orang tuanya.

"Kamu bermimpi, Sayang. Pasti lupa membaca doa ya?" ujar Bunda lembut sambil memberikan air putih kepada Anisa.

"Aku bermimpi di bumi ini penuh sampah serta virus dan bakteri. Semua manusia dimakan oleh mereka.Untung cuma mimpi"

"Kita juga harus berterima kasih pada Mang Udin karena mau membuang sampah- sampah itu ya? Mereka juga pahlawan, lo," ujar Bunda sambil membelai Anisa.

Malam mulai merangkak menuju pagi. Anisa berjanji tidak akan membuang sampah sembarangan.

Bionarasi Penulis

Penulis adalah guru Bahasa Indonesia yang memiliki kegemaran menulis berbagai genre tulisan. Dua buku solo berupa kumpulan cerpen berjudul Asa Di Balik Duka Wanodya, dan Novel berjudul “ Serpihan Atma” telah berhasil ditulisnya. Penulis juga telah menulis 25 antologi Bersama dengan teman-teman di berbagai komunitas menulis. Penulis juga sebagai penggiat literasi di Kabupaten Sukabumi dan Provinsi Jawa Barat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun