Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Kisah si Pandir

12 April 2023   13:11 Diperbarui: 12 April 2023   13:23 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Badrun adalah remaja berusia sebelas tahun. Dia anak yang baik dan ceria, tetapi agak sulit menerima informasi karena intelgensianya di bawah rerata. Namun, Badrun anak yang selalu percaya diri dan berani. Meskipun tubuhnya kecil, Badrun gemar membantu orang tuanya.

Suatu hari Badrun disuruh ibunya untuk mengambil nangka yang ada di kebun. Letak kebun itu berada di pinggir desa. Rencana nangka itu akan dibuat es buah untuk makanan takjil di mesjid.

Dengan semangat Badrun pergi sambil membawa golok untuk memotong buah nangka. Setiba di sana Badrun melihat ada sebuah nangka berukuran besar yang sudah kuning. Tandanya buah itu sudah matang. Kemudian Badrun memotong buah yang berukuran besar itu. Badrun tidak kuat mengangkat nangka tersebut arena ukurannya yang terlalu besar. Kemudian Badrun berpikir dan mencari cara agar nangka tersebut bisa dibawanya ke rumah.

"Ahai! Aku punya cara nih!" teriak Badrun senang saat dia melihat ada parit yang terletak di dekat kebunnya," Aku palidkan saja nangka ini."

Akhirnya Badrun membawa nangka itu dan melemparkannya ke parit. Nangka itu terbawa arus air yang cukup deras. Badrun ingat jika di depan rumahnya pun ada parit serupa pasti nangka itu akan melewati rumahnya. Dia tinggal menunggu nangka itu di sana.

Kemudian Badrun bergegas pulang dan menunggu nagka itu di parit depan rumahnya. Setengah jam berlalu namun nagka itu belum tampak juga. Satu jam berlalu, lagi-lagi nangka itu belum lewat.

"Badrun!" Suara ibunya terdengar dari teras. Ibu Badrun bergegas menghampiri Badrun.

"Mana nangka yang kamu ambil?" tanya Ibu Badrun sambil mencari.

"Sebentar, Bu. Nangka itu pasti lewat sini," ujar Badrun santai.

"Maksudmu?" tanya Ibu Badrun tak paham.

"Begini, Bu. Nangka tadi besar dan sangat berat. Aku tidak bisa mengangkatnya. Nah, aku punya akal agar nangka itu bisa terbawa. Aku hanyutkan ke parit. Kan pasti akan lewat sini nangka itu," papar Badrun sambil menunjuk air parit yang mengalir deras.

"Badrun ... Badrun! Sampai kapan pun kamu tunggu nangka itu lewat sini ya tak akan datang. Saluran parit itu tidak nyambung ke parit depan rumah kita," geram Ibu Badrun sambil memegang jidatnya," Sekarang kamu cari nangka itu sampai dapat!"

***

Beberapa hari kemudianIbu Badrun pun memanggil anaknya. Rupanya ibu meminta Badrun untuk membeli bahan untuk membuat kolak. Ibu mencatat apa saja yang harus dibeli agar tak salah.

"Nih, ibu sudah catatkan bahan untuk membuat kolak biji salak. Beli tepung tapioka, gula merah dan santan kental. Jangan salah ya. Ini uangnya," Ibu menyerahkan uang dan catatan kepada anaknya.

"Siap, Ibu. Laksanakan!" jawab Badrun bergaya tentara. Ibu Badrun hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

Saat menuju jalan ke warung, Badrun ingat jika ibu akan membuat kolak biji salak. Dia pun membaca catatan belanjaan yang diberikan ibunya. Ternyata tak ada catatan biji salak.

"Wah ... pasti ibu lupa menuliskan biji salaknya>" senandika Badrun.

Akhirnya sepulang dari warung, Badrun mampir ke rumah Pak Lik Condro, tetangganya yang suka membuat manisan.

"Lik, punya biji salak tidak?" tanya Badrun kepada Lik Condro.

"Biji salak buat apa, Drun?" tanya Lik Condro pendek sambil menunjuk biji-biji salak yang disimpan di dalam plastik.

"Disuruh, Ibu, Lik," jawab Badrun seraya mengambil keresek berisi biji salak. Setelah mengucapkan terima kasih, Badrun berjalan pulang.

"Bu! Ini belanjaan yang ibu suruh tadi. Dan ini biji salaknya. Pasti ibu lupa ya menyuruhnya," ujar Badrun sambil menyerahkan belanjaan dan keresek biji salak.

"Buat apa biji salak ini, Drun?" tanya Ibu terheran-heran.

"Kan tadi ibu menyuruh membeli bahan untuk membuat kolak biji salak. Tapi aku lihat tidak ada catatan biji salak. Jadi aku mintakan ke Lik Condro," jawab Badrun ringan.

"Bukan biji salak begini yang akan dibuat kolak, Badrun. Ibu akan membuat kolak dari tepung tapioka dan ubi hanya bentuknya saja seperti biji salak. Tobat ... tobat, kau ini Badrun!" Ibu Badrun masuk sambil memukul-mukul kepalanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun