Bu Hani terpana saat mendengar ucapan Hilwa dan dia lebih terkejut lagi saat puterinya memberikan uang seratus ribu itu kepada pengemis itu.
"Sudah, Ma. Biarkan Hilwa melakukannya. Toh uang itu miliknya jadi kita tidak berhak melarangnya," nasihat Pak Ramdan sambil memegang bahu Bu Hani saat melihat isterinya itu akan memarahi Hilwa.
Pak Ramdan terharu atas apa yang dilakukan puteri bungsunya. Mau tidak mau dia memang harus membandingkan karakter Zania dan Hilwa, bagaikan bumi dengan langit. Pak Ramdan senang pendidikan pesantren Hilwa saat SD dulu terus melekat dalam kehiudpan Hilwa. Berbeda dengan Zania padahal dia pun bersekolah di tempat yang sama hanya bedanya Zania tidak ikut mondok.
Setelah mengantre di depan bilik ATM, Pak Ramdan masuk ke dalam. Dia melihat jumlah uang dalam ATM-nya bertambah fantastis. Setelah mengambil dengan jumlah yang dibutuhkan, Pak Ramdan keluar dari bilik ATM.
Pak Ramdan menelepon bagian keuangan di kantornya. Dia takut jika dana yang ada di tabungannya itu tidak jelas.
"Pak, itu adalah bonus Bapak selama tahun ini. Bapak sudah berhasil menggoalkan tender besar beberapa kali. Kami sengaja memberikan kejutan untuk Bapak dan keluarga," jelas Pak Ridwan, kepala bagian keuangan di perusahaannya.
"Alhamdulillah. Terima kasih, Pak," ujar Pak Ramdan sambil melihat puteri bungsunya.
Benar kata Hilwa, rejeki yang kita berikan kepada orang yang membutuhkan akan dikembalikan kepada kita di tempat dan waktu yang tidak kita ketahui. Pak Ramdan berjanji dia akan memberikan uang yang didapatnya tadi untuk anak-anak yatim piatu dan orang-orang yang membutuhkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H