Tak lama kemudian, mereka tiba di sebuah mal yang sangat besar. Banyak pengunjung yang tentunya memiliki tujuan yang sama dengan mereka yaitu berbelanja kebutuhan lebaran. Mal sangat padat sehingga mereka tidak mendapat tempat parkir di dalam mal. Pak Ramdan terpaksa memarkirkan mobilnya di pertokoan yang tak jauh dari mal tersebut.
"Panas, Pa. Mengapa tidak parkir di dalam saja sih." Gerutu Zania sambil menutupi kepalanya.
"Sekali- kali, Kak kita jalan kaki. Biar merasakan seperti mereka." Hilwa berkata seraya menunjuk orang-orang yang sedang berjalan.
"Ah ... kamu ini ndeso. Buat apa kita punya mobil jika harus berjalan juga," tukas Zania.
"Sudah ... sudah. Tidak perlu ramai. Kita tidak bisa masuk karena parkirannya sudah overload, Zania. Kamu mau kita membatalkan tujuan kita." Pak Ramdan melerai kedua puterinya yang sedang berdebat.
"Sebentar kita mampir ke ATM Center ya," ujar Pak Ramdan seraya menunjuk ke arah ATM Center di sebelah mal.
"Pak, kasihani saya. Berikan saya uang, Pak," tetiba seorang pengemis tua datang menghampiri mereka. Zania menyingkir saat pengemis itu mendekatinya.
Kemudian Pak Ramdan mengeluarkan uang sepuluh ribu yang akan diberikan kepada pengemis itu.
"Ikh ... Papa. Mengapa memberikan uang sepuluh ribu. Ini kasih saja seribu," ujar Bu Hani seraya memberikan uang seribu kepada pengemis tua itu.
Setelah mendapat uang seribu pengemis itu mendoakan mereka agar selamat, sehat dan banyak rejeki. Doa yang diberikannya sangat panjang.
"Lihat, Ma. Kita memberikan uang hanya seribu saja, dia memberikan doa kepada kita sangat panjang. Apalagi kalau kita memberikan uang yang cukup buat mereka, mungkin sepanjang hidup mereka akan terus mendoakan kita. Jika kita memberikan uang kepada orang yang membutuhkan insyaallahakan diganti berlipat-lipat oleh Allah," ujar Hilwa lirih sambil memberikan uang seratus ribuan yang ada dalam tasnya. Uang itu hasil tabungannya beberapa hari.