"Aisyah! Bangun! Bunda anfal!" panggil Rangga membangunkan Aisyah yang sedang terantuk-antuk di kursi.
Pelan-pelan Aisyah membuka matanya. Mentari pagi menyelinap pelan-pelan dan menerobos masuk ke koridor ruang ICU. Sinarnya membiaskan kemilau di balik jendela kaca.
Aisyah meregangkan tubuhnya pelan. Rasa penat membaluri sekujur tubuhnya. Sejak semalam Aisyah memang kurang tidur karena memikirkan Bunda. Rangga, tunangannya setia menemaninya di rumah sakit.
"Ada apa, Ngga?" tanya Aisyah kaget.
"Bunda!" Rangga tak menjelaskan apa-apa.
Dia hanya menunjuk ke arah ruang ICU tempat Bunda berada. Serta merta Aisyah melompat dan melihat dari kaca ruang ICU. Dia melihat Bunda sedang ditangani dokter.
"Aku takut kehilangan Bunda, Ngga," ujar Aisyah seraya menghapus air mata di kedua matanya. Dia tidak bisa membayangkan jika dirinya harus kehilangan Bunda.
"Jangan berpikir macam- macam, Ais. Sekarang kita mendoakan beliau agar segera diberi kesembuhan." Rangga menenangkan hati Aisyah," Nanti kita konsultasikan dengan dokter. Kita minta agar Bunda diberikan perawatan yang terbaik."
Aisyah beruntung karena memiliki tambatan hati yang penuh pengertian. Rangga adalah lelaki yang baik dan sabar saat menghadapi dirinya.
Aisyah memandang sekilas jam di lengan Rangga sudah menunjukkan angka sebelas. Sesekali dia melihat Bunda dari luar ruangan ICU. Keluarga pasien memang tidak diizinkan masuk ke ruangan.
Aisyah memandangi alat detak jantung yang berada di samping kanan Bunda. Detaknya masih terlihat tak teratur. Hal itu menandakan Bunda tidak baik-baik saja. Sejak kemarin Bunda belum siuman.
Tak lama kemudian datang tiga orang laki-laki dengan berpakaian putih-putih masuk ke ruangan ICU. Mereka tampak memeriksa Bunda dengan teliti. Beberapa orang suster memberikan alat-alat yang dibutuhkan para dokter itu. Aisyah memandang Bunda yang masih belum bergerak.
Rangga mendampingi Aisyah. Dia khawatir kekasihnya itu pingsan seperti semalam lagi. Tadi Mbok Nah bercerita jika Aisyah pingsan saat menerima telepon dari rumah sakit yang mengabarkan calon ibu mertuanya itu mengalami kecelakaan..
Tak lama kemudian rombongan dokter itu keluar dari ruang ICU. Melihat hal itu, Aisyah mengejar mereka
"Maaf dokter! Bagaimana keadaan ibu saya?" tanya Aisyah dengan nada cemas.
"Oh ... kebetulan. Saya ingin berbicara dengan anggota keluarga Ibu Vania. Mari ikut ke ruangan saya." Sang dokter mempersilakan Aisyah mengikutinya. Rangga menemani Aisyah ke ruang dokter.
"Saya Dokter Gunawan, salah satu dokter yang menangani Ibu Vania. Saya ingin menyampaikan tentang kondisi pasien. Kepala Bu Vania mengalami benturan yang sangat keras terutama di bagian kepala sehingga mengalami cedera kepala yang berat." Dokter Gunawan menjelaskan pelan-pelan.
"Lalu apa yang terjadi dengan ibu saya, Dok? Bisakah Bunda disembuhkan?" tanya Aisyah penuh rasa cemas.
"Cedera kepala yang berat itu bisa menyebabkan kerusakan jaringan otak secara menyeluruh atau diffuse axonal injury yang merupakan akibat paling berbahaya dari cedera kepala. Jika terjadi, ini dapat menyebabkan seseorang mengalami kerusakan otak permanen bahkan kematian."
Aisyah menangis keras saat mendengar penjelasan Dokter Gunawan. Rangga memeluk bahu gadis itu dan menenangkan Aisyah.
"Kami tim dokter akan berusaha sebaik-baiknya untuk kesembuhan pasien, tetapi pihak keluarga pun harus tahu kondisinya agar tidak terkejut. Kondisinya diperparah dengan adanya pendarahan otak." Dokter Gunawan menjelaskan sambil memperlihatkan hasil CT Scan kepala Bunda.
Aisyah menangis tersedu-sedu. Dia tak kuasa membayangkan apa yang terjadi dengan Bunda apalagi dihubungkan dengan mimpinya. Semalam Asiyah bermimpi tentang Bunda yang menggunakan baju putih dan pergi meninggalkannya.
"Lakukan yang terbaik buat, Bu Vania, Dokter. Berapa pun biayanya Insyaallah kami siapkan," ujar Rangga sambil merangkul Aisyah yang terus menangis.
"Kami akan melakukan operasi. Oleh karena itu, kami membutuhkan persetujuan dari pihak keluarga pasien. Bagaimana, Mbak?" tanya Dokter Gunawan meminta persetujuan Aisyah.
Aisyah bingung. Seharusnya Ayah berada di sini untuk memberikan persetujuan. Biar bagaimana pun, Bunda adalah istri ayah. Aisyah meminta izin untuk menelepon ayahnya, tetapi ayahnya tetap tak berhasil dihubunginya.
Sejak Ayah selingkuh, Aisyah jarang pulang ke rumah dan menemui Bunda dan dirinya. Aisyah tahu sakitnya hati Bunda mendapat perlakuan tidak adil dari suaminya sendiri. Ayah sudah tak sayang lagi pada kami khususnya Bunda. Buktinya selalu ada pertengkaran jika mereka bertemu.
Aisyah mencoba untuk menghubungi Ayahnya kembali. Namun, lagi-lagi telepon itu tak bersambut.
"Baiklah! Saya akan menandatangani surat itu, Dokter. Lakukan yang terbaik untuk ibu sya, Dok. Please, sembuhkan ibu saya," pinta Aisyah memelas. Dokter Gunawan menganggukan kepala.
Setelah mendengarkan penjelasan dokter dan menandatangani surat persetujuan tindakan operasi, Aisyah dan Rangga kembali ke ruang ICU. Di sana sudah ada Mbok Nah dan Pak Ujang.
Selanjutnya mereka bertiga duduk di bangku depan ruang ICU. Sebentar lagi Bunda akan dibawa ke ruang operasi yang bersebelahan dengan ruang ICU.
Pak Ujang disuruh Rangga untuk membeli minuman dan makanan buat mereka. Aisyah terduduk lesu. Hatinya terpuruk kini setelah melihat kondisi Bunda. Entah apa yang akan terjadi dengan Bunda.
Aisyah harus pasrah menghadapi setiap iradah-Nya meskipun itu kemungkinan yang terburuk sekali pun. Sayangnya, Ayah tidak hadir di sini untuk menguatkan hatinya.
Ayah sudah sangat membenci Bunda sehingga untuk melihat Bunda yang dalam kondisi kritis pun tidak mau.
Aisyah membaca ayat-ayat Alquran agar memberikan ketenangan dalam hatinya. Dia pasrah pada seluruh iradah yang diberikan Allah dalam hidupnya.
Pak Ujang datang seraya membawa makanan dan minuman buat mereka. Dia memberikan minuman dan makanan itu kepada Mbok Nah.
"Ini, Neng. Neng minum dulu agar tidak dehidrasi," bujuk Mbok Nah sambil memegang bahu Karina.
"Mbok, mengapa Ayah tidak datang ke rumah sakit ini, ya. Apakah dia sudah sangat membenci Bunda. Padahal pesan yang aku kirimkan sudah dibacanya," ujar Aisyah sedih.
"Mungkin Tuan sangat sibuk, Neng. Mbok yakin nanti tuan juga akan datang ke sini," hibur Mbok Nah. Dia sangat sedih melihat Aisyah. Pasti anak asuhannya ini terpuruk oleh cobaan-cobaan yang diberikan Sang Maha Kuasa.
Suara azan terdengar dari masjid rumah sakit pertanda waktu zuhur sudah tiba.
"Ayo kita shalat dulu ya, Ais. Kita mendoakan Bunda agar diberi kesembuhan," ajak Rangga sambil menggamit lengan Aisyah.
Suara azan memberikan ketenangan dalam hati Aisyah. Dirinya harus pasrah dan menerima ketetapan Allah seperti yang selama ini dilakukan Bunda. Innam amruh i arda syai`an ay yaqla lah kun fa yakn
Cibadak 11 Januari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H