"Mak Ijah! Ke mana Diana? Kan Mak Ijah yang aku suruh menjaganya?" teriak Rena seraya mengguncang tubuh Mak Ijah keras. Beberapa tetangga menjauhkan Mak Ijah dari jangkauan Rena.
"Hampura Neng Rena. Tadi Diana saya tinggal dulu sebentar karena sedang tidur. Saya sedang menjemur pakaian, Neng. Saya tidak menyangka akan ada gempa," jelas Mak Ijah sambil menangis.
. Petugas berpakaian oranye tampak sedang membersihkan puing-puing rumah. Sementara Rena tak tahan menahan kepedihannya saat salah seorang petugas mengusung sesosok tubuh mungil dari balik reruntuhan dengan tubuh dipenuhi debu dan darah di sekujur tubuhnya.
"Diana!" jerit Rena histeris," Jangan tinggalkan Bunda, sayang. Maafkan, Bunda sudah meninggalkanmu. Bangun sayang, ini Bunda"
Rena memeluk tubuh Rena dan menahan petugas untuk membawanya. Tubuh Diana diam tak merespon. Mak Ijah memeluk Rena yang menangis histeris.
"Diana! Bangun, sayang. Bunda datang, jangan tinggalkan Bunda sendirian," rintih Rena sambil terus memeluk jasad Diana.
"Maafkan, Emak sudah lalai menjaga Diana," ujar Mak Ijah sambil menangis. Mbak Sumi dan beberapa tetangga lain pun ikut menangis.
"Kamu tidak sendirian, Rena. Banyak tetangga yang kehilangan keluarganya. Mereka masih bisa tabah," hibur Mbak Sumi," Bencana ini tak pernah ada yang menduga akan menimpa kita."
"Kita ikhlaskan, Diana pergi menghadap-Nya," ujar seorang petugas pelan," Izinkan kami mengurus pemakaman Diana."
"Anakku masih hidup! Jangan dibawa pergi!" kembali Rena berteriak histeris saat petugas itu membawa pergi jasad Diana. Rena mengejar petugas itu, tetapi tubuhnya limbung dan tak sadarkan diri. Dirinya tak kuat menahan kesedihannya.Â
Kehilangan Diana berarti hilang pula harapan yang selama ini ada di hidupnya. Bidadari kecilnya kini tak lagi bersayap. Sayapnya patah karena irada-Nya.Bidadari mungilnya kini terbaring dalam kebisuan.