Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepenggal Kisah Wanodya 5: Bidadari Tak Bersayap

23 November 2022   00:13 Diperbarui: 24 November 2022   15:03 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar :https://www.hipwee.com/narasi/puisihipwee-senjaku-catatan-kecil-untuk-mama/

Semburat merah jingga merona di ufuk barat. Biasnya menghiasi cakrawala. Senja ini memang cerah. Biasanya hujan mengguyur bumi bila sore menjelang. Rena berjalan dengan tergesa.  Dia ingin cepat tiba di rumah karena bidadari kecilnya tengah terbaring sakit. Sudah empat hari, Diana, putri semata wayangnya demam.

Rena terpaksa meninggalkannya karena dia tidak bisa izin. Dia ditemani Mak Ijah, perempuan paruh baya yang tinggal di kontrakan sebelah. Suaminya entah dia ada di mana. Sudah satu tahun laki-laki tak bertanggung jawab itu meninggalkan Rena dan putrinya.

Sebagai seorang karyawan pabrik garmen, dia tidak bisa izin seenaknya. Alasannya klise pabrik sedang mengejar target produksi lagi pula sayang jika Rena harus cuti, artinya penghasilannya akan dipotong dua ratus ribu sesuai dengan perjanjian kerja dulu.

"Rena! Tunggu!' teriakan Sundari, sahabatnya, menyurutkan langkah Rena," Kok buru-buru. Mau kemana?"

"Diana sakit. Saya harus membawanya ke dokter," ujar Rena.

"Ya sudah, hati-hati. Semoga Diana cepat sembuh. Besok jangan terlambat lagi ya. Nanti ditegur lagi oleh Pak Boy." Sundari berkata sambil menyerahkan amplop," Ini buat tambah beli obat."

"Nuhun, ya Ndari. Kamu memang sahabatku yang terbaik." Rena memeluk Sundari terharu.

Rena segera pulang. Saat akan menaiki angkot tiba-tiba bumi berguncang sangat keras. Para penumpang segera berhamburan keluar.

"Aya lini! Astaghfirullah! La ilaha illallah!" teriak beberapa orang panik. Orang-orang berhamburan termasuk yang berada di dalam pabrik seraya berteriak-teriak. Suasana menjadi kacau.

Gempa memang terasa sangat keras. Goncangan yang terjadi mampu membuat angkutan umum bergoyang-goyang. Begitu pula dengan suara atap pabrik yang terdengar berderak- derak. Meski hanya beberapa detik, tetapi guncangan itu mampu membuat seluruh karyawan pabrik dan beberapa pedagang yang berada di depan pabrik khawatir.

Pikiran Rena langsung tertuju kepada Diana, putrinya yang berada di rumah. Oleh karena itu Rena segera pulang saat ada sebuah angkot.

"Pusat gempana di mana ya? Asa gede pisan karaosna. Pasti tak jauh dari sini?" Seorang penumpang memulai pembicaraan.

"Tuh, ada pemberitahuan dari BMKG di hand phone saya," ujar penumpang lainnya," Eleuh pusat gempanya ada di daerah kita, tapi di mana ya!"  

Rena terkesiap mendengar percakapan mereka. Serta merta dia mengambil hand phone dan menghubungi nomor milik tetangganya. Namun, tak ada jawaban. Dia semakin cemas tentang keadaan anak semata wayangnya.

Penyesalan tiba-tiba menyergap hatinya. Rena terpaksa bekerja demi mencukupi kebutuhan rumah tangganya, termasuk merawat Diana. Bidadari kecilnya ini adalah harta yang tiada ternilai. Rena sangat menyayangi Diana, apalagi putrinya sedang lucu-lucunya. Dia baru berusia tiga tahun. Mas Haikal, suaminya pergi setelah Rena melahirkan Diana. Baginya Diana adalah bidadari kecilnya yang kelak akan terbang menuju masa depan dengan sayap-sayapnya yang kuat. Dia akan merawat dan membesarkan Diana dan berharap kelak putrinya akan menjadi wanita sukses.

"Pusat gempa berada di darat 10 Km Barat Daya Cianjur.#Gempa Magnitudo: 5.6, Kedalaman: 10 km, 21 Nov 2022 13:21:10 WIB, Koordinat: 6.84 LS-107.05 BT (10 km) Barat Daya Kab. Cianjur Barat Daya-Jabar.  Tidak berpotensi tsunami #BMKG" Seorang penumpang membacakan informasi yang diperolehnya dari aplikasi BMKG.

Rena semakin cemas. Di beberapa tempat yang dia lewati banyak berkumpul para warga yang belum berani masuk ke dalam rumah. Ketika mobil angkutan tiba di gang menuju rumahnya, Rena melihat banyak penduduk yang mengangkut korban gempa. Rena juga melihat banyak rumah yang ambruk serta tangisan para tetangga.

"Diana!" teriak Rena seraya berlari menuju rumahnya yang tak jauh dari jalan.

Beberapa tetangga sedang berada di depan rumahnya. Tubuh Rena gemetar dan lemas saat melihat rumahnya sudah hancur lebur.

"Diana! Anakku, Diana di mana?" histeris Rena. Dia berlari menuju rumahnya. Beberapa tetangga melarang.

"Sabar Rena! Biarkan petugas mengevakuasi dan mencari anakmu. Bahaya jika kamu ikut mencari," ujar Mak Ijah yang tiba- tiba datang.

"Mak Ijah! Ke mana Diana? Kan Mak Ijah yang aku suruh menjaganya?" teriak Rena seraya mengguncang tubuh Mak Ijah keras. Beberapa tetangga menjauhkan Mak Ijah dari jangkauan Rena.

"Hampura Neng Rena. Tadi Diana saya tinggal dulu sebentar karena sedang tidur. Saya sedang menjemur pakaian, Neng. Saya tidak menyangka akan ada gempa," jelas Mak Ijah sambil menangis.

. Petugas berpakaian oranye tampak sedang membersihkan puing-puing rumah. Sementara Rena tak tahan menahan kepedihannya saat salah seorang petugas mengusung sesosok tubuh mungil dari balik reruntuhan dengan tubuh dipenuhi debu dan darah di sekujur tubuhnya.

"Diana!" jerit Rena histeris," Jangan tinggalkan Bunda, sayang. Maafkan, Bunda sudah meninggalkanmu. Bangun sayang, ini Bunda"

Rena memeluk tubuh Rena dan menahan petugas untuk membawanya. Tubuh Diana diam tak merespon. Mak Ijah memeluk Rena yang menangis histeris.

"Diana! Bangun, sayang. Bunda datang, jangan tinggalkan Bunda sendirian," rintih Rena sambil terus memeluk jasad Diana.

"Maafkan, Emak sudah lalai menjaga Diana," ujar Mak Ijah sambil menangis. Mbak Sumi dan beberapa tetangga lain pun ikut menangis.

"Kamu tidak sendirian, Rena. Banyak tetangga yang kehilangan keluarganya. Mereka masih bisa tabah," hibur Mbak Sumi," Bencana ini tak pernah ada yang menduga akan menimpa kita."

"Kita ikhlaskan, Diana pergi menghadap-Nya," ujar seorang petugas pelan," Izinkan kami mengurus pemakaman Diana."

"Anakku masih hidup! Jangan dibawa pergi!" kembali Rena berteriak histeris saat petugas itu membawa pergi jasad Diana. Rena mengejar petugas itu, tetapi tubuhnya limbung dan tak sadarkan diri. Dirinya tak kuat menahan kesedihannya. 

Kehilangan Diana berarti hilang pula harapan yang selama ini ada di hidupnya. Bidadari kecilnya kini tak lagi bersayap. Sayapnya patah karena irada-Nya.Bidadari mungilnya kini terbaring dalam kebisuan.

"Ya Rabbi, ampuni hamba yang tak bisa menjaga amanah-Mu. Hamba yakin kau ambil Diana untuk Kau jadikan bidadari di surga-Mu kelak." 

Cibadak 22 November 2022

Kisah terinspirasi oleh peristiwa bencana alam gempa bumi di Cianjur. Semoga Allah Swt mengampuni segala dosa korban jiwa , melapangkan kuburnya, menjadikan mereka wafat sebagai para syuhada dan menghuni surga abadi.  Semoga Allah Swt memberikan ketabahan dan kesehatan lahir dan batin bagi seluruh korban yang selamat. Semoga habis gelap terbitlah terang. Setelah duka akan lahir bahagia. 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun