Namun, Allah Swt menggariskan hidup setiap manusia dengan cerita dan jalannya sendiri. Hasil tes Bera menunjukkan Kasih hanya memiliki ambang dengar 80db. Termasuk ke dalam kategori berat sehingga Kasih membutuhkan alat bantu dengar dan terapi wicara untuk melatih pendengaran dan berbicara.
Di saat awal pemakaian alat bantu dengar, Kasih kerap menangis karena merasa tak nyaman. Namun, lama kelamaan Kasih mencari alatnya karena dia sudah membutuhkan alat tersebut. Kasih bisa membedakan kondisi saat dia tidak menggunakan alat dan menggunakannya. Ada suara yang dapat dia dengar dengan jelas meskipun konsep masih belum dipahami.
Sejak saat itu, Listi mengantarkan Kasih 'sekolah' ke klinik tumbuh kembang anak. Saat pertama masuk ruang terapi, Kasih menangis histeris. Dia tidak mau ditinggalkan mamanya. Namun, terapis meminta Listi untuk keluar agar melatih kemandirian Kasih. Lambat laun Kasih terbiasa dengan kondisinya. Untunglah terapis yang menangani Kasih sangat penyabar dan penuh akal untuk menanganinya.
Diam-diam Listi mengintip Kasih yang sedang belajar. Listi melihat metode dan alat yang digunakan untuk melatih berbicara Kasih. Sejak Kasih mengikuti terapi, Listi pun membuat berbagai media belajar untuk Kasih. Listi memanfaatkan setiap menit yang ada untuk mengajak Kasih bermain dan belajar.
Perkembangan berbicara Kasih berkembang pesat. Berbagai konsep sudah dikuasai karena Listi selalu melatih Kasih di rumah. Mbak Anti, terapisnya, sangat kagum pada perkembangan Kasih. Dia juga memuji Listi karena mampu menyinergikan terapi dengan latihan di rumah.
Listi bertekad untuk membimbing Kasih seperti anak normal lainnya. Seluruh keluarga dilibatkan untuk mengajak Kasih berkomunikasi dengan normal. Mereka harus berbicara dengan suara yang biasa. Saat usia Kasih lima tahun, Listi menyekolahkan ke sekolah reguler dengan harapan komunikasi dan interaksi putrinya lebih banyak.
"Ma, aku diejek bolot oleh teman-teman," ujar Kasih saat dia pulang sekolah. Saat itu dia duduk di kelas 2 SDIT,"Â Bolot itu apa sih, Ma?"
Listi terdiam saat mendengar pertanyaan itu. Hatinya hancur dan tak tahu harus menjawab apa.
"Siapa yang berkata begitu?" Tiba-tiba suaminya muncul dengan nada tinggi," Biar Papa tegur anak itu?"
Listi memberikan isyarat kepada suaminya untuk tenang. Dia tahu suaminya marah saat Kasih diejek seperti itu, tetapi sebagai orang tua harus bijaksana. Biarlah Kasih menerima itu sebagai pembelajaran hidup dan mengajarkan dia untuk tegar.
"Biarkan teman-temanmu mengejek seperti itu. Bolot itu kurang mendengar, sayang. Faktanya memang begitu dan kamu harus menerima dengan ikhlas." Panjang lebar Listi memberikan pengertian kepada putrinya.