Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepenggal Kisah Wanondya 2: Perempuan dan Senja

12 November 2022   20:10 Diperbarui: 12 November 2022   20:41 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya kami berjalan mengelilingi desa. Fisik Eyang Lastri sangat hebat padahal usianya sudah tujuh puluh tahun. . Beliau masih sanggup berjalan kaki dengan jarak yang cukup jauh. Sepanjang perjalanan kami banyak bercakap-cakap.Tak terasa kami cepat akrab karena ternyata kami mempunyai hobi yang sama yaitu membaca dan menulis. Kami berdiskusi tentang beberapa buku yang pernah dibaca.

Eyang Lastri mengajak aku untuk mampir ke rumahnya. Kami bercakap-cakap di ruang tamu. Di dinding ruangan itu banyak foto yang terpampang. Foto seorang wanita di samping pesawat tempur bersama seorang laki-laki gagah. Rupanya itu foto Eyang Lastri bersama almarhum suaminya yang juga seorang penerbang Angkatan Udara. 

Di bagian lain ada foto keluarga yang terdiri dari Eyang Lastri dan suaminya beserta anak cucunya. Tiga orang anak Eyang kini tinggal di tempat yang jauh, satu orang di Singapura, satu orang di Kanada dan satu lagi tinggal Abu Dhabi.

Eyang Lastri adalah purnawirawan wanita udara. Usianya sudah mencapai angka tujuh puluh tahun. Itu artinya beliau dilahirkan pada tahun 1950, lima tahun setelah Indonesia Merdeka. Eyang tinggal sendiri di rumah ini bersama seorang keponakannya.

"Silakan dinikmati, Mbak pisang gorengnya," sapa seorang perempuan yang sepantaran ibuku sambil membawa dua gelas teh hangat dan sepiring pisang goreng," Mbak diminta menunggu dulu, Eyang sedang mandi."

"Terima kasih, Bu. Maaf ibu ini siapa?" tanyaku pelan.

"Saya Ami, keponakan Eyang Lastri. Saya yang menemani Eyang di sini," papar Bu Ami seraya duduk di hadapanku.

"Mengapa Eyang tidak mau ikut dengan anak-anaknya, Mbak?' tanyaku hati-hati. Rasa ingin tahuku muncul saat tahu Eyang tinggal sendiri di rumah ini.

"Mereka tidak mau direpoti oleh Eyang, Mbak. Padahal selama ini Eyang selalu mandiri, tidak pernah merepotkan. Saya kasihan jika Eyang sudah rindu pada cucu-cucunya. Saya sering melihat Eyang menangis karena kesepian. Mbak Anne putri keduanya malah menyuruh Eyang tinggal di panti jompo. Tapi Eyang menolak dan memilih tinggal di sini bersama kenangannya," jelas Bu Ami.

Aku menyimak penjelasan Bu Ami dengan seksama. Aku berpikir kok mereka tega meninggalkan Eyang Lastri tinggal sendiri di sini. Mengapa mereka tidak mau mengajak Eyang Lastri tinggal bersama anak dan cucunya malah menyuruh tinggal di panti jompo.

"Monggo, Mbak. Saya tinggal dulu ke belakang," ujar Bu Ami membuyarkan lamunanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun