Tak lama aku melihat Eyang Lastri keluar dengan menggunakan pakaian olahraga. Dia berjalan pelan-pelan seraya menggerakan tangannya. Rupanya Eyang Lastri berjalan santai. Namun, tiba-tiba aku melihat Eyang Lastri terjatuh. Dia tampak kesakitan.
Aku segera berlari dan menolong Eyang Lastri.
"Saya bantu, Eyang," ujarku seraya mengangkat tubuhnya pelan-pelan.
"Terima kasih, Nduk. Kok aku ndak ngelihat ada lubang ya," ujar Eyang Lastri sambil membersihkan bajunya.
"Hati-hati, Yang. Kok Eyang sendirian olahraganya?" tanyaku santun. Aku berpikir ini kesempatanku untuk mengenal perempuan ini lebih dekat.
"Nggih, Nduk. Eyang tak ada yang menemani. Sik ... kamu siapa?" tanya Eyang sambil menatapku tajam.
"Saya Tari panjangnya Puji Lestari. Saya sedang berkunjung ke rumah Bude saya yang tinggal di rumah itu," jawabku seraya menunjuk rumah Bude Ayu.
"Kok namamu mirip aku, ya. Yang jelas ibumu yang niru namaku yang apik ini," ujar Eyang Lastri seraya tertawa.
"Eyang, mau saya antarkan pulang?" tanyaku lagi dan mencari-cari kesempatan untuk lebih mengenalnya.
"Aku mau melanjutkan jalan, Nduk." Eyang Lastri mengambil ancang-ancang untuk berjalan lagi.
"Tunggu, Eyang. Apakah mau Tari temani?" Aku menawarkan diri. Eyang menganggukan kepalanya tanda setuju.