Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan di Ujung Senja

21 April 2022   12:16 Diperbarui: 21 April 2022   12:29 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:Media Indonesia.com

Akhirnya kami berjalan mengelilingi desa. Fisik Bude Lastri sangat hebat. Beliau masih sanggup berjalan kaki dengan jarak yang cukup jauh. Sepanjang perjalanan kami banyak bercakap-cakap.

Banyak kesamaan antara aku dan Bude Lastri, misalnya gemar menanam bunga, gemar menulis dan juga gemar memasak. Dalam waktu singkat, kami menjadi akrab. Bude Lastri mengajakku untuk beristirahat di sebuah taman kecamatan. Kami duduk di sebuah bangku yang terbuat dari bebatuan alam.

"Maaf, Bude, bolehkah saya bertanya sesuatu?" tanyaku hati-hati. Aku menatapnya dengan cemas.

"Apa, Nduk?" Bude Lastri balik bertanya.

"Sudah beberapa hari ini aku melihat perempuan yang berdiri di depan pendopo setiap senja ...." Aku bertanya dengan ragu. Aku takut menyinggung perasaan Bude Lastri.

"Oh ... itu Budeku. Orang-orang memanggilnya Eyang Prameswari. Usianya sudah 95 tahun pada tanggal 21 April ini," papar Bude Lastri.

"Hmm ... sudah sepuh sekali ya, Bude, tetapi saya lihat beliau masih sehat," ulasku mencairkan suasana.

"Alhamdulillah, Eyang selalu rajin menjalankan ibadah. Tiap malam tidak pernah lepas salat tahajud. Dan beliau menjaga makanannya serta rajin gerak badan," jelas Bude Lastri.

Selama sepuluh tahun Eyang Prameswari melakukan itu menjelang ulang tahunnya. Ulang tahun Eyang bertepatan dengan kelahiran R.A. Kartini yang menjadi tokoh idolanya. Eyang berusaha keras untuk menyekolahkan putri-putrinya hingga mencapai gelar sarjana. Mereka berprinsip perempuan harus mencapai cita-cita yang tinggi. Padahal kehidupan mereka sangat sulit. Eyang Putri dan Eyang Kakung bekerja keras agar cita-cita mereka tercapai." Bude Lastri bercerita sambil memandang awan yang bergumpal di angkasa.

"Lalu mengapa Eyang Prameswari tampak bersedih, Bude. Tari melihat Eyang berwajah muram seraya memandang ke arah jalan dan hamparan sawah," ujarku penasaran.

"Eyang mempunyai tiga orang anak, semuanya perempuan. Saat suaminya masih ada beban hidup mereka tidak terlalu berat. Hamparan sawah itu dulunya milik mereka. Namun, saat suaminya meninggal, hidup mereka mulai terasa berat. Cita-cita menyekolahkan putri-putrinya terus membara dalam hati. Eyang menjual sawah itu untuk biaya kuliah putri-putri mereka. Beliau juga berjualan masakan di rumahnya," urai Bude menahan tangisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun