"Seharusnya kamu tidak perlu sampai seperti itu, Man. Aku yakin di Sukabumi banyak gadis yang jatuh cinta padamu," kata Gondo sambil menepuk bahu sahabatnya itu.
"Jadi betul Centini sudah menikah. Dia memiliki kekayaan karena menjadi isteri pengusaha dari Jakarta? Tapi bukan isteri simpanan seperti yang digunjingkan banyak orang-orang di kota ini, kan?" tanyanya penuh rasa ingin tahu,"Pasti kalian tahu tentang hidup Centini karena kalian masih sering bertemu."
Gondo dan Diah saling memandang. Ekspresi wajah mereka tampak terkejut karena mendengar berondongan pertanyaan dari Arman.
"Nanti aku akan menceritakan semuanya kepadamu. Sekarang kita berjamaah salat duhur dulu," ajak Gondo sambil berdiri.
Aku melirik jam di tanganku. Waktu menunjukan pukul 12.10. Suara azan terdengar dari masjid yang tak jauh dari rumah Gondo.
Aku mengikuti langkah Gondo. Rupanya di samping rumah berdiri musala kecil. Kami berjamaah di musala itu sedangkan Diah masuk ke rumahnya.
Selesai shalat duhur, kami duduk di amben dekat musala. Udara di situ sejuk karena ada pohon mangga yang berdaun lebat sehingga menahan sinar matahari yang langsung ke arah bumi.
Banyak hal yang ingin kutanyakan pada Gondo. Tentu saja tentang Centini. Gadis yang telah merebut hatinya sejak masa SMA dulu. Awan di langit mendadak redup seolah mengerti kegundahan Arman. Rasa ingin tahu Arman menyesak hingga ke ulu hatinya. "Hari ini, Arman harus tahu cerita tentang Centini seluruhnya," tekad Arman dalam hati.
Baca juga bab sebelumnya:
Topeng Bab 1 Pertemuan https://www.kompasiana.com/ninasulistiati0378/622449e631794931a164cbd2/topeng-1-pertemuan
Topeng Bab 2 Curahan Hati https://www.kompasiana.com/ninasulistiati0378/62270904bb448620f86587c2/topeng-bab-2-curahan-hati
Topeng Bab 3 Berkunjung ke sahabat Lama https://www.kompasiana.com/ninasulistiati0378/6228a372bb448610a8322ba7/topeng-bab-3-berkunjung-ke-sahabat-lama