Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Topeng Bab 2 Curahan Hati

8 Maret 2022   14:43 Diperbarui: 8 Maret 2022   15:17 847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Topeng. sumber: behance.net

Waduh, dirinya diinterogasi laksana seorang tersangka. Dia heran kok Centini begitu cepat berubah padahal baru lima belas tahunan kami berpisah. Sekarang sahabatnya itu seperti seorang pejabat yang sulit ditemui. Rumahnya megah dan dijaga oleh dua orang Satpam.

"Sudah, Pak. Ibu Centini menyuruh datang ke rumah ini," jawab Arman singkat.

"Sebentar saya konfirmasi dulu ke ibu. Siapa nama Bapak."Arman menyebutkan namanya lengkap.

Aku mendengar salah seorang satpam menghubungi penghuni rumah melalui telepon. Arman melihat satpam menganggukan kepala sambil mengatakan ya Bu.
Kemudian seorang satpam membukakan gerbang dan menyuruh Arman parkir di dalam rumah. Kemudian dia mengantar ke sebuah ruangan yang berada di samping gedung.

Ruangan itu cukup luas. Ada satu set sofa tertata di sudut kanan. Di bagian kiri ada satu set gamelan, seperangkat sound sistem, dan lemari berisi pakaian tari dan piala-piala yang berjejer rapi. Rupanya ruangan ini sanggar tari milik Centini. Di dinding tengah tampak foto Centini sedang menari topeng lengkap dengan kostum tarinya.

"Silakan duduk, Pak," ujar sang Satpam lebih sopan dari biasanya," Sebentar lagi ibu akan menemui Bapak."

"Terima kasih," kata Arman sambil duduk di sofa dekat jendela.

Arman mengedarkan lagi pandangannya ke seluruh ruangan yang dingin ber-AC ini. Semuanya tertata rapi dan apik.

"Selamat malam, Arman. Selamat datang di kediamanku," sapa suara lembut yang berasal dari arah sampingnya.
Ternyata Centini yang menyapanya tadi. Arman tak berkedip saat melihat wanita yang berusia di hadapannya.

Sebuah pemandangan langka dan jarang dia temui. Seorang perempuan cantik laksana bidadari sedang berhadapan dengannya. Tubuh Centini hanya dibalut dengan gaun merah lengan panjang. Badannya yang semampai sangat serasi dengan gaunnya yang menjuntai hingga bawah lutut.

"Hai...mengapa kamu memandangku seperti itu, Arman!" ujar Centini sambil menepuk bahunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun