Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sosialisasi Bahasa Isyarat bagi Masyarakat Umum untuk Membantu Komunikasi Para Difabel

5 Desember 2021   18:33 Diperbarui: 6 Desember 2021   16:31 2006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
komentar suryasahetapy. sumber: screenshoot igsuryasahetapy

"Mengenal bahasa isyarat bukanlah hal yang mudah, perlu fokus dan latihan yang rutin. Namun dengan mempelajarinya kita menunjukkan kepedulian kepada sesama insan disabilitas tuna rungu agar mampu berkomunikasi di ruang publik dengan semua orang."

Setiap manusia diciptakan Tuhan dengan berbagai karakter serta berbagai kelebihan dan kekurangan. Tidak semua insan diberikan kesempurnaan jasmani dan rohani. Ada beberapa di anatara kita diberi kekurangan jasmani.

Disabilitas yang harus diterima dengan kesabaran dan keikhlasan oleh seluruh keluarga. Penerimaan itu pun harus diberikan oleh masyarakat dengan memberikan berbagai kemudahan dalam pelayanan dan komunikasi. Kaum disabilitas ini pun membutuhkan komunikasi dengan orang-orang yang normal dalam keseharian mereka.

Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

Penyandang disabilitas ini terdiri dari beberapa ragam. 

Pertama, penyandang disabilitas sensorik yaitu penyandang disabilitas akibat terganggunya salah satu fungsi panca indera yang dimiliki manusia, seperti disabilitas rungu, wicara dan netra. 

Kedua disabilitas fisik adalah terganggunya fungsi gerak tubuh akibat kecelakaan, bawaan atau pun penyakit. 

Ketiga disabilitas intelektual yaitu adalah penyandang gangguan perkembangan mental yang secara prinsip ditandai oleh deteriorasi fungsi konkrit di setiap tahap perkembangan dan berkontribusi pada seluruh tingkat intelegensi (kecerdasan).

Selanjutnya saya akan fokus pada pembahasan tentang penyandang tuna rungu. Ketunaan yang terjadi pada indera pendengaran ini terjadi dengan berbagai sebab, 

Pertama, tunarungu bawaan bisa disebabkan oleh mutasi genetik, keturunan dari orang tua, atau terpapar penyakit ketika masih di dalam kandungan. 

Kedua, tunarungu yang terjadi setelah lahir biasanya disebabkan oleh paparan suara keras dalam jangka panjang, usia, cedera, dan penyakit tertentu, misalnya infeksi.

Ada beberpa klasifikasi bagi penyandang tuna rungu, yaitu:

  • Kondisi tuna rungu sangat ringan kemampuan mendengar 27 dB- 40dB. Penyandang tuna rungu dalam klasifikasi ini masih mampu mendengar dari jarak dekat.
  • Kondisi tuna rungu ringan kemampuan mendengar adalah 41db -- 51 dB. Penyandang tuna rungu dengan klasifikasi ini hanya mampu mendengar suara dalam jarak 3 kaki dan harus berhadap-hadapan. Pada kondisi ini dibutuhkan alat bantu dengar agar kosa kata yang lebih banyak dapat diserap. Terapi wicara sudah mulai diberikan agar kosa kata yang dipelajari semakin banyak.
  • Kondisi tuna rungu sedang 50dB- 76 dB. Kondisi ketunaan ini harus memakai alat bantu mendengar di sepanjang waktu kecuali mandi dan tidur, Penggunaan alat bantu mendengar ini dapat membantu pemahaman kosa kata yang didengar.
  • Kondisi tuna rungu berat 71 dB -- 90dB. Kondisi penyandang tuna rungu ini harus diberikan teknik-teknik khusus dalam berkomunikasi karena sudah tidak bisa mendengar suara. Bahasa isyarat harus mulai diajarkan kepada mereka.
  • Kondisi tuna rungu ekstrem yaitu penyandang ketunaan lebih dari 90dB. Penyandang tuna rungu dalam kondisi seperti ini cenderung mengenali suara melalui getaran dibandingkan pola suara

Kondisi tuna rungu berat dan ekstrem sudah sepatutnya belajar bahasa isyarat agar mereka dapat berkomunikasi dengan yang lainnya.

Bahasa Isyarat Perlu Dikuasai Oleh Orang-Orang Normal Untuk Membantu Para Kaum Deafabel

Pernahkah kita memahami saat ada seorang anak tuna rungu bertemu dengan kita dan mereka menanyakan tentang sesuatu dengan bahasa isyarat? 

Saya yakin yang akan kita lakukan adalah dengan bengong karena tidak memahami apa yang disampaikan kemudian pergi sambil menggeleng-gelengkan kepala. Sementara si anak tuna rungu sangat mengharapkan jawaban dan penjelasan dari kita.

Dari berita Kompas.com - 02/12/2021, memuat berita tentang Menteri Sosial Risma Arini yang memaksa seorang tuli berbicara.
tanpa menggunakan bahasa isyarat dalam acara hari Disabilitas Internasional hari Rabu, 1 Desember 2021 lalu. Walhasil sang menteri panen kritik pedas.

Saat itu Risma Arini sedang berkeliling ke stand pameran. Tibalah Sang Menteri ke stand lukisan anak tuna rungu. Setelah selesai melukis, Menteri Risma menyuruh kedua anak tampil ke panggung, yakni Anfil dan Aldi. Anfil adalah penyandang disabilitas mental dan rungu diminta menyampaikan hal yang ingin disampaikan pada Risma secara langsung tanpa menggunakan alat. 

Begitu juga yang disampaikan kepada Aldi, penyandang autis dan kesulitan berkomunkasi diminta berbicara oleh ibu Menteri.

Alasan Menteri Risma saat itu adalah ia ingin para penyandang disabilitas dapat memaksimalkan penggunaan anggota tubuh yang diberikan Tuhan. 

Dia mencontohkan dengan tokoh Angkie, seorang staf presiden yang tuna rungu dan mampu menjadi orang yang normal. Namun ibu Menteri Risma kurang memahami bahwa tidak setiap tuna rungu bisa berbicara seperti Angkie.

Seharusnya kita tahu klasifikasi tuna rungu yang dapat memaksimalkan pendengaran dan menjadi orang yang normal dengan bantuan alat bantu dengar itu yang mana. Tidak semua tuna rungu bisa seperti Angkie dilihat dari klasifikasi yang dialaminya.

Bahasa Isyarat adalah bahasa yang mengutamakan komunikasi manual, bahasa tubuh, dan gerak bibir, bukannya suara, untuk berkomunikasi. 

Orang tuli adalah kelompok utama yang menggunakan bahasa ini, biasanya dengan mengkombinasikan bentuk tangan, orientasi dan gerak tangan, lengan, dan tubuh, serta ekspresi wajah untuk mengungkapkan pikiran mereka.

Bahasa isyarat mutlak diperlukan bagi mereka yang mengalami gangguan pendengaran yang berat dan ekstrem. Mereka hanya bisa menangkap getaran bunyi saja tanpa bisa mnedengar pola suara yang dihasilkan suara orang yang berbicara atau pun suara dari benda. Jadi bahasa isyarat bagi tuna rungu yang berat dan ekstrem ini adalah harta yang sangat berharga.

Akan tetapi masalah komunikasi bagi mereka tidak hanya berhenti di situ saja. Mereka tidak akan kesulitan berkomunikasi dengan teman yang sama-sma menjadi penyandang rungu dan memiliki kemampuan bahasa isyarat atau dengan guru mereka.  

Masalah akan timbul ketika mereka berada di ruang publik karena mengurus sesuatu atau sedang membeli sesuatu di pusat perbelanjaan. 

Sedikit sekali pelayanan publik menyiapkan karyawan yang bisa berkomunikasi dengan bahasa isyarat ini. Seringkali para penyandang rungu ini menjadi bulan-bulanan bagi mereka atau menjadi tontonan pengunjung yang lain.

"Linguicism merupakan pandangan menganggap orang pakai bahasa Indonesia secara lisan lebih pintar daripada orang menggunakan bahasa isyarat."ig. Surya Sahetapy

komentar suryasahetapy. sumber: screenshoot igsuryasahetapy
komentar suryasahetapy. sumber: screenshoot igsuryasahetapy

Saya pernah membaca ulasan dari Surya Sahetapy beberapa tahun lalu. Dia pernah mengatakan bahwa di luar negeri bahasa isyarat ini tidak hanya dikuasai oleh para penyandang rungu saja. Masyarakat pun mempelajari bahasa isyarat ini.

Tujuannya agar mereka dapat berkomunikasi dengan para penyandang disabilitas rungu ini dengan baik. Bagi mereka para penyandang disabilitas ini mempunyai hak yang sama dalam menggunakan fasilitas umum, dan berkomunikasi dengan orang lain yang normal.

Dewasa ini di Indonesia sudah mulai tumbuh caf-caf yang memerdayakan para tuna rungu sebagai karyawan. Begitu juga perusahaan- perusahaan home industri di daerah -daerah pun sudah mulai mempekerjakan para tuna rungu berbaur dengan karyawan normal lainnya. Mereka melayani para pengunjung yang normal, bahkan tidak sedikit para pengunjung bersedia belajar bahasa isyarat di safe-caf tersebut.

Jika hal ini dilakukan pula di tempat-tempat publik lainnya akan memberikan dampak positif bagi para penyandang disabilitas. Mereka merasa diterima dan dihargai oleh lingkungan masyarakat.

Sudah selayaknya kita memberikan penghargaan kepada kaum deafabel saat melakukan komunikasi. Berikanlah pilihan kepada mereka saat berkomunikasi dengan kita: dengan tulisan, dengan bahasa isyarat atau melalui lisan. Jangan paksa mereka mengikuti apa yang kita inginkan saat akan berkomunikasi dengan mereka.

Semoga bermanfaat. selamat hari Disabilitas Internasional 2021

#Iloveyoualldeafabel

#semangatbuatkaliansemua

#pemerhatidanpenyayangdeafabel

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun