Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mati Suri

29 September 2021   11:12 Diperbarui: 29 September 2021   11:19 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jangan menyuruh ayah memilih, Bunda. Ayah sangat menyayangi kalian berdua," ujar mas Bayu masih dengan suara pelan.

"Tidak ada tawar menawar lagi. Silakan ayah tentukan pilihan ayah," ujarku sambil bangkit dan berlalu dari hadapan mas Bayu.

Aku masuk ke toilet yang ada di kamar. Pecah sudah tangis yang sejak tadi kutahan-tahan. Seluruh tubuhku lemas dan gemetar. Saat aku melangkahkan kakiku, tiba-tiba aku terpeleset. Kepalaku terbentur di lantai kamar mandi dan menimbulkan suara yang cukup keras. Selintas aku mendengar suara anak-anakku mendobrak pintu kamar kemudian aku tak ingat apa-apa lagi.

Ya, itu kejadian yang aku ingat saat ini. Sekarang ragaku sedang terbaring di ruang ICU. Sementara rohku berkelana di rumah sakit ini. Apakah pertanda bahwa aku sudah tiada?

Ya Allah, ijinkan hamba hidup lebih lama lagi agar bisa mendampingi anak-anakku hingga dewasa dan mapan. Aku ingin melihat mereka bahagia.

Tiba-tiba ada yang menarik tubuhku dengan keras. Kemudian tubuhku berada di putaran waktu yang sangat cepat dan mendarat di suatu tempat yang sangat asing bagiku.

Tiba-tiba aku melihat sesosok tubuh yang sangat besar dan hitam seraya membawa cemeti dari api. Tubuh makhluk yang sangat mengerikan. Dia mendekatiku dengan pelan sambil memutar-mutar cemeti api ke arahku.

Waduh, mau apa makhluk itu. Mengapa dia mendekatiku dengan cemeti api itu? Apakah dia akan memukulku dengan cemeti itu? Apa jadinya jika aku memukulku dengan cemeti itu? Pertanyaan-pertanyaan itu memberondong di benakku.

Tidak! Pergi dari hadapanku! Jauhi aku!" teriakku sekencang-kencangnya. Namun makhluk mengerikan itu terus mendekatiku. Apakah itu malaikat munkar dan nakir yang menungguku di alam kubur yang akan menanyaiku di alam ini?"

Lalu sayup-sayup aku mendengar suara Hafidz dan Anisa yang sedang membacakan ayat Al quran sambil terisak-isak. Kalau tidak salah dia membacakan surat Yasin yang biasa dibaca saat tahlil dan mendoakan orang yang sudah tiada.

Aku belum meninggal. Aku berusaha untuk bangkit apalagi makhluk jelek itu terus mendekatiku dengan cemeti api itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun