"Mbak! Sabar! Apa yang saya sampaikan ini benar. Mas Bayu menikahi saya satu bulan lalu. Jika Mbak tidak percaya saya bawa surat nikah dan foto pernikahannya," gumam Vania menjelaskan sambil berusaha mengajakku berbicara.
Kemudian Vania menunjukkan foto pernikahan. Di sana ada mas Bayu dan Vania sedang duduk di hadapan dua orang laki-laki. Mas Bayu berpakaian jas hitam dan Vania berkebaya seperti layaknya pasangan yang akan menikah. Mas Bayu sedang menjabat tangan salah seorang di antara mereka.
Aku memandang foto itu. Apakah ini benar foto mereka? Apakah bukan hasil settingan? Namun aku tak melihat sesuatu yang dapat mematahkan pendapatku. Foto ini asli.
  "Pergi dari rumah saya!" teriakku keras. Vania terkejut mendengar bentakanku yang cukup keras.
"Aku tak mau melihat kamu di rumah ini!" Aku menyeret Vania keluar rumah. Vania sempat menyimpan foto di meja teras.
Buu Lilis dan bu Hani, tetangga sekaligus sahabatku datang dan mendekatiku. Mereka menanyakan apa yang terjadi. Aku tidak menjawab dan terus berteriak mengusir Vania. Bu Lilis membantuku untuk mengusir Vania dari rumah.
"Mbak, silakan keluar dari rumah ini!" ujar bu Lilis," Saya mohon Anda mengerti."
Sementara bu Hani menahan tubuhku yang sudah lemas dan hampir terjatuh kemudian membimbingku masuk ke rumah.
"Istighfar mbak Aruna. Sabar. Pasrahkan semuanya kepada Allah SWT," hibur bu Hani sambil mendudukan aku di sofa ruang tengah.
Aku menangis pelan seraya mengucapkan istighfar. Apa yang dicurigai Dania ternyata menjadi kenyataan. Apa salahku selama ini kepada mas Bayu sehingga dia tega mengkhianatiku seperti ini. Apakah karena aku sudah bertambah tua? Usiaku semakin senja sehingga aku tidak cantik lagi.
Aku mencoba untuk menahan tangisku pecah lebih keras. Aku beristighfar lebih kencang agar hatiku lebih tenang. Vania sudah tak tampak lagi di rumahku namun dia sempat meninggalkan foto pernikahan itu.