Namun semua prinsipku itu buyar. Siang itu aku didatangi tamu seorang wanita cantik. Dia berhijab dan berbusana muslim sama denganku. Bedanya tamuku berusia lebih muda dan berpakaian tunik yang warnanya sangat serasi dengan tubuhnya. Aura kecantikannya tampak hadir di wajahnya. Sedangkan aku terbiasa untuk mengenakan gamis syari dan berhijab menutupi hampir separuh tubuhku.
"Assalamualaikum," sapaku lembut saat dia mendatangiku yang sedang menyiram tanaman di teras depan.
"Waalaikumussalam," jawabnya dengan senyum yang sangat manis," Maaf, bisa saya bertemu dengan mbak Aruna?"
'Iya, saya sendiri. Mari silakan masuk," ujarku sambil mematikan kran air kemudian mengajak tamuku itu untuk masuk ke ruang tamu.
"Maaf, rasanya saya baru bertemu dengan Anda ya. Mbak ini siapa dan ada perlu apa dengan saya?" tanyaku setelah kami duduk di ruang tamu.
Perempuan itu tampak ragu-ragu untuk mengatakan sesuatu kepadaku. Bahasa tubuhnya menggambarkan kegelisahan.
"Apa yang akan mbak sampaikan kepada saya. Silakan ucapkan saja tidak usah ragu-ragu," ujarku sambil menatap perempuan muda yang duduk di hadapanku. Aku menduga-duga apa yang akan disampaikannya. Perasaanku mulai tidak nyaman.
"Maaf, Mbak Aruna. Saya harus menyampaikan hal ini kepada Mbak. Saya mohon Mbak bisa menerima dengan lapang dada," jelas perempuan yang belum kutahu namanya itu. Hatiku bertambah tidak nyaman mendengar ucapannya.
'Apa maksud, Mbak?" tanyaku mulai tak sabar," Anda ini siapa dan ada maksud apa datang ke rumah ini!"
"Saya Vania, Mbak. Saya isteri mas Bayu." Perempuan itu berkata sangat pelan dan hati-hati namun membuatku sangat terkejut.
"Maksud Anda...hm ...tidak mungkin. Mas Bayu tidak akan melakukan hal itu. Dia tak akan mengkhianati saya," ujarku sambil berusaha tenang," Anda berdusta! Anda hanya ingin menghancurkan keluarga saya!"