- Sesungguhnya wanita muslimah memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam dan pengaruh yang besar dalam kehidupan setiap muslim. Dia akan menjadi madrasah pertama dalam membangun masyarakat yang shalih, tatkala dia berjalan di atas petunjuk Al-Qur'an dan sunnah Nabi.
Siang itu tugasku sangat menumpuk dan harus kuselesaikan dengan segera. Aku takut pekerjaaanku tidak tepat waktu sesuai dengan time line yang sudah dibuat.Â
Kupandangi angka di meja kerjakau sudah menunjukkan angka 3. Hal itu berarti aku harus segera menghentikan pekerjaanku dan aku harus menjemput Kenanga di sekolahnya.
"Kania, ibu memanggil," ujar Windi yang tiba-tiba muncul di depan ruanganku.
'Ya, saya akan segera menemui ibu. Terima kasih,Wind," jawabku sambil bersiap-siap melangkah ke ruangan ibu. Orang yang kami panggil ibu itu adalah bu Vina manajer keuangan tempat aku dan Windi bekerja.
"Permisi,Bu," kataku sambil mengetuk pintu ruangan bu Vina.
"Masuklah Kania!" perintah bu Vina dari dalam ruangan. Aku segera masuk ke ruangan bu Vina. Saat itu dia sedang mengerjakan sesuatu di laptopnya.
"Maaf, ada yang bisa saya bantu,Bu?" tanyaku setelah berdiri tepat di hadapan bu Vina.
"O, iya, Vin. Besok saya ada seminar di Surabaya. Saya minta kamu bisa menemani saya ke sana karena banyak laporan yang harus saya susun saat itu juga. Jadi saya membutuhkan keahlianmu. Bagaimana, Kania. Kamu bisa kan?" tanya bu Vina sambil memandangku.
"Maaf, Bu. Berapa hari kita akan berada di Surabaya?" tanyaku hati-hati.
"Tiga hari. Besok pagi kita akan berangkat. Windi sudah menyiapkan akomodasinya," ujar bu Vina masih menunggu jawabanku.
Aku bingung harus menjawab apa. Aku tidak mungkin menolak tugas itu. Aku juga tidak bisa meninggalkan Kenanga yang sekarang membutuhkan perhatian yang lebih banyak dariku. Aku juga belum minta ijin kepada suamiku.
"Bagaimana, Kania?" Tanya bu Vina lagi. Ia melihat keraguanku saat itu.
"Hm...iya...insyaallah saya bisa tapi bagaimana dengan laporan yang harus saya selesaikan, BU?" Aku berbicara dengan nada  agak ragu. Bu Vina tersenyum lega mendengar kesanggupanku.
"Biar tugasmu Windi yang menghandle>" jawab bu Vina singkat.
Setelah keluar dari ruangan bu Vina, aku segera membereskan barang-barangku dan segera beranjak pulang. Aku takut Kenanga terlalu lama menungguku di sekolahnya. Aku memang sudah terlambat. Kenanga sudah kutitipkan kepada gurunya.
Aku mengendarai mobilku dengan kecepatan yang tidak biasanya. Kenanga pasti sudah menungguku. Setiba di sekolah Kenanga, dia menyambutku dengan wajah cemberut. Wajah manis itu berubah jelek tapi lucu menggemaskan.
 "Bunda terlambat lagi," protesnya sambil tangannya bersidakep. Polahnya lucu bila dia sedang ngambek.
"Maafkan Bunda ya. Tadi ada pekerjaan yang harus segera diselesaikan," ujarku sambil mencium Kenanga. Kenanga memelukku pertanda dia sudah tidak merajuk lagi,"Ayo kita pulang."
"Bunda, aku boleh membeli ice cream ya? Please," ujar Kenanga sambil memohon kepadaku. Saat melihat wajahnya, sulit bagiku untuk menolaknya. Akhirnya kami pergi ke kedai ice cream yang ada di City Mall.
Kenanga menggandeng tanganku untuk menuju parkiran mobil dan melaju menuju City Mall. Dia terlihat bahagia bisa pergi bersamaku. Akhir-akhir ini aku memang jarang pergi bersama keluarga. Jabatanku sebagai asisten manajer harus membuatku siap dalam kondisi apa pun.
Sore itu kami pulang agak terlambat karena Kenanga membeli beberapa barang yang diinginkannya. Aku mengijinkannya untuk membeli asalkan dia mengijinkanku pergi ke Surabaya. Awalnya Kenanga tidak mau aku tinggalkan. Setelah aku memberi pengertian, bidadari kecilku ini mengijinkan dengan mengajukan banyak syarat. Aku terpaksa menyetujuinya.
Setiba di rumah, mbak Sari menyambutku di gerbang sambil membawakan tas belanjaan Kenanga. Kami masuk dari pintu samping.
'Assalamualaikum," kami mengucapkan salam saat masuk ke rumah. Aku melihat suamiku sedang membaca di ruang keluarga. Dia menjawab salam kami dengan senyuman.
"Wah, habis belanja rupanya," ujarnya sambil memeluk Kenanga.
"Iya, Ayah. Bunda kan mau pergi besok. Aku mengijinkan bunda pergi asalkan bunda membelikan aku mainan dan buku-buku,' cerita Kenanga kepada ayahnya. Sejenak suamiku menantapku tajam. Aku mengalihkan pandanganku ke arah lain.
"Kenanga, sekarang kamu masuk kamar dan mandi ya. Bunda juga mau mandi dan istirahat dulu,' ujarku memecah suasana.
Kenanga menganggukan kepala dan segera berlalu ke kamarnya. Aku juga mengikuti Kenanga diiringi pandangan mata suamiku. Aku sengaja menghindari suamiku agar tidak ada perselisihan.
Selesai mandi, aku menyiapkan pakaian dan kebutuhan lain yang akan aku bawa besok. Saai itu suamiku masuk ke kamar.
"Mau pergi lagi,Bun? Kok mendadak begini? Padahal baru tiga hari bunda ada di rumah.Apa tidak kasihan pada Kenanga yang terus menerus ditinggal?" tanya suamiku pelan. Dia duduk di tempat tidur sambil memperhatikan aku bebenah.
"Maafkan aku,Yah. Tadi bu Vina memintaku juga dadakan. Tadinya aku mau minta ijin dulu pada ayah. Bu Vina sudah menyiapkan segala akomodasinya dan aku tidak bisa menolak. Lagi pula tidak lama kok. Hanya tiga hari aku pergi ke Surabaya," ujarku menjelaskan. Suamiku menghelakan napasnya.
"Bulan ini bunda sudah pergi selama dua minggu ke Singapura. Baru tiga hari ada di rumah, bunda akan pergi lagi. Kenanga hanya mendapat perhatian sedikit darimu. ," suamiku memandang tajam seolah akan menghakimiku," Sebenarnya apa yang bunda cari?Apakah uang yang ayah kasih masih belum cukup?"
Pertanyaan suamiku serasa menghunjam hatiku. Apa yang sebenarnya aku cari? Apa yang ingin aku raih?
"Ayah hanya ingin mengingatkan bahwa harta bukanlah hal yang utama untuk hidup seseorang. Kebahagiaan itu adalah saat kita melihat orang -- orang yang kita kasihi juga ikut bahagia. Bahagia itu juga bukan semata-mata berlimpah dengan materi. Terus terang ayah kurang setuju dengan cara bunda merayu Kenanga dengan membelikan apa pun yang Kenanga mau agar mengijinkan kepergian bunda," nasehat suamiku pelan-pelan.
"Jadi ayah tidak mengijinkan bunda pergi besok?" tanyaku penuh rasa sesal.
"Terserah bunda. Ayah tidak akan melarang  tapi ayah ingin mengingatkan supaya bunda memiliki waktu untuk keluarga. Coba ingat selama dua bulan ini bunda ada di rumah berapa hari?" tanya suamiku, "Ayah ingin bunda merenungkan hal ini."
Setelah berbicara suamiku pergi ke luar kamar. Aku mengerti jika sikap suamiku seperti itu tandanya dia sedang marah. Namun kemarahan suamiku tidak pernah terungkapkan karena dia tipe laki-laki yang sangat sabar.
Aku duduk di sisi ranjang. Aku bingung tidak tahu harus memilih yang mana. Satu sisi aku harus mengerjakan semua tanggung jawab. Aku menyadari sejak jabatanku naik, kesibukanku pun bertambah. Akhir-akhir ini dia jarang menemani Kenanga belajar. Dia juga jarang shalat berjamaah dengan keluarganya setiap shalat maghrib dan Isa karena pulang ke rumah sering larut malam.
Alasan yang aku kemukakan adalah aku ingin membantu keuangan keluarga. Aku ingin mempunyai tabungan yang cukup untuk Kenanga nanti. Aku ingin memberikan pendidikan yang baik untuk Kenanga. Benarkah itu semua untuk Kenanga? Apakah alasan yang sebenarnya hanya ingin menunjukkan bahwa seorang isteri pun memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki untuk mencukupi keuangan keluarga? Ya kesetaraan gender yang banyak digaung-gaungkan oleh banyak wanita.
Tik tok suara Hp ku terdengar pertanda ada pesan masuk. Aku membuka pesan WA. Ada beberapa pesan dikirim teman-temanku. Salah satunya adalah dari bu Salimah, guru ngajiku. Dia mengirimkan ucapan selamat hari Perempuan Internasional dan di bawahnya terdapat Caption Marilah kita Muhasabah Apakah Arti  Kaum Perempuan Sebenarnya baik untuk keluarga dan masyarakat pada umumnya.
Aku membuka pesan-pesan dari teman-temanku. Hampir semua mengucapkan hal yang sama. Hari Perempuan Internasional? Apa makna di dalamnya?
Tak lama kemudian azan maghrib terdengar dari Mesjid kompleks. Aku keluar kamar untuk shalat maghrib berjamaah di musolah keluarga. Aku melihat mobok Nah, Kenanga dan suamiku sudah bersiap-siap shalat.
"Alhamdulillah, bunda bisa shalat bareng aku,'ujar Kenanga sambil memeluk tubuhku. Kata --kata Kenanga menghunjam jantungku. Ya, aku merasa sudah terlalu lama tidak ikut berjamaah. Seharusnya aku bersyukur karena suamiku mampu mengondisikan kehidupan religi di rumah ini tertanam dengan baik. Mungkin aku yang telah merusaknya.
Setelah shalat maghrib dan makan malam, Kenanga izin mau tidur lebih dahulu sedangkan mbok Nah sedang mengaji di kamarnya. Suamiku sedang sibuk di ruang perpustakaan. Suamiku mungkin sengaja menyibukkan diri hanya untuk menghindariku. Dia masih marah rupanya.
Aku masuk ke kamar. Aku mengambil buku harianku. Kegemaranku menulis di buku harian dan itu terus berlanjut hingga aku menikah. Aku mencoba untuk bermuhasabah tentang peranku sebagai seorang perempuan, seorang isteri dan seorang ibu.
Allah SWT telah menciptakan aku sebagai seorang perempuan. Hal itu harus aku syukuri karena seorang perempuan sangat dimuliakan. Kesetaraan gender yang diharapkan Dewi Sartika atau pun Kartini bukanlah seperti yang kulakukan saat ini. Tetap tugas perempuan atau ibu adalah menajdi pembimbing bagi pendidikan anaknya, manajer keuangan keluarga juga menjadi isteri dan  sahabat untuk suami. Aku juga harus berperan sebagai seorang guru, teman dan pembimbing bagi anak-anakku.
Aku merasa ada sesuatu yang hilang selama ini. Dulu saat aku hanya menjadi seorang pegawai biasa, aku masih bisa menjemput Kenanga ke sekolah. Malamnya masih bisa menemaninya belajar. Kami bisa beribadah bersama-sama. Jika liburan kami masih bisa pergi berlibur ke tempat yang dekat. Lalu apa yang terjadi setelah aku memiliki jabatan? Apa yang keluargaku rasakan saat aku sering pergi ke luar kota atau ke luar negeri? Kesedihan, kehancuran dan amarah yang tersisa dari semua itu.
Aku harus menempatkan kembali diriku sesuai kodratnya sebagai seorang wanita, seorang ibu.Tugas utama wanita bukanlah mencari nafkah. Jika aku bekerja itu hanya sebatas membantu tanpa melupakan tugasku sebagai seorang isteri dan ibu. Â Ya aku harus memutuskan sekarang apa yang harus aku lakukan.
Maafkan bunda Ayah, Kenanga. Selama ini bunda sudah lalai pada kalian. Bunda lebih mementingkan pekerjaan daripada kebahagiaan kalian. Biarlah bunda kehilangan jabatan daripada harus kehilangan kebahagiaan kalian. Benar kata suamiku kebahagiaan tidak hanya diukur dari berapa banyak materi yang kita miliki. Kebahagiaan itu terletak pada hati yang tenang, damai, dan penuh rasa syukur.
Tik tok. Suara Hp terdengar lagi. Kulihat pesan dari bu Vina.
Selamat malam. Kania. Maafkan saya. Acara besok dibatalkan jadi kita tidak perlu ke Surabaya. Saya mohon kamu mengerti.
Aku tersenyum lega membaca wa bu Vina. Kemudian Aku menutup buku harianku sambil tersenyum. Aku sudah tahu apa yang akan aku lakukan besok.
Malam semakin larut. Aku keluar kamar untuk mencari suamiku dan akan kusampaikan apa keputusanku. Bagiku kalian segalanya..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H