Mohon tunggu...
NINA KARINA ZAI
NINA KARINA ZAI Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA MAGISTER AKUNTANSI

NIM : 55523110029 | Program Studi : Magister Akuntansi | Fakultas : Ekonomi dan Bisnis | Universitas Mercu Buana | Pajak Internasional | Dosen : Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Memahami Peluang dan Tantangan Perpajakan Controlled Foreign Corporation (CFC) di Indonesia Pendekatan Teori Pierre Bourdieu

25 November 2024   13:59 Diperbarui: 25 November 2024   14:11 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://mengeja.id/2021/02/03/pierre-bourdieu-menyikapi-kuasa-simbol-mengkonstruksi-realitas/

Kapital ekonomi dalam perpajakan CFC mencerminkan sumber daya finansial yang dimiliki perusahaan untuk mendukung aktivitas bisnisnya, termasuk optimalisasi struktur pajak. Perusahaan multinasional memanfaatkan kapital ekonomi untuk membangun anak perusahaan di yurisdiksi pajak rendah (tax havens) sebagai strategi untuk meminimalkan kewajiban pajak.

Contoh penerapan kapital ekonomi dalam skema CFC adalah penggunaan transfer pricing, pengalihan laba (profit shifting), dan memanfaatkan insentif pajak di negara tertentu. Dengan kapital ekonomi yang besar, perusahaan mampu:

  • Menyewa konsultan pajak internasional yang ahli dalam merancang struktur perpajakan yang kompleks.
  • Mengakses yurisdiksi dengan regulasi pajak yang menguntungkan melalui investasi besar.
  • Melakukan litigasi hukum jika kebijakan perpajakan dianggap tidak menguntungkan.

Namun, kapital ekonomi ini sering kali menimbulkan ketidakseimbangan dalam sistem perpajakan. Negara-negara berkembang, seperti Indonesia, sering kali kehilangan potensi penerimaan pajak akibat praktik penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan dengan kapital ekonomi besar.

Kapital Budaya

Kapital budaya mencakup pengetahuan, keahlian, dan pemahaman terhadap regulasi perpajakan internasional. Dalam konteks CFC, kapital budaya menjadi aset penting baik bagi perusahaan multinasional maupun otoritas pajak.

Perusahaan multinasional memanfaatkan kapital budaya melalui:

  • Pemahaman mendalam tentang celah hukum yang memungkinkan optimalisasi pajak.
  • Kemampuan untuk merancang struktur perusahaan yang sesuai dengan regulasi di berbagai yurisdiksi.
  • Adaptasi terhadap perubahan regulasi global, seperti Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) dari OECD.

Sementara itu, otoritas pajak juga membutuhkan kapital budaya untuk melawan praktik penghindaran pajak. Regulasi CFC di Indonesia, misalnya, dirancang untuk menutup celah pengalihan laba ke yurisdiksi pajak rendah. Namun, implementasi regulasi ini sering terkendala oleh keterbatasan kapital budaya, seperti:

  • Kurangnya keahlian teknis dalam melacak aliran dana lintas negara.
  • Keterbatasan sumber daya untuk memahami struktur perusahaan yang kompleks.
  • Ketergantungan pada kerja sama internasional, seperti melalui Automatic Exchange of Information (AEOI).

Kapital Sosial

Kapital sosial mencerminkan jaringan dan hubungan yang dimiliki aktor dalam arena perpajakan. Dalam skema CFC, perusahaan multinasional sering kali memiliki kapital sosial yang kuat melalui koneksi dengan konsultan pajak, firma hukum, dan pejabat pemerintah.

Kapital sosial ini memungkinkan perusahaan:

  • Mengakses informasi eksklusif tentang kebijakan perpajakan yang akan diterapkan.
  • Melakukan negosiasi atau lobbying untuk mengurangi dampak kebijakan terhadap bisnis mereka.
  • Membentuk opini publik bahwa penghindaran pajak adalah bagian dari "strategi bisnis sah."

Di sisi lain, otoritas pajak Indonesia berupaya membangun kapital sosial melalui kerja sama internasional dengan organisasi seperti OECD dan World Bank untuk meningkatkan transparansi dan pertukaran informasi. Program seperti BEPS dan AEOI bertujuan memperkuat kapital sosial negara-negara berkembang dalam menangani penghindaran pajak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun