Mohon tunggu...
NINA KARINA ZAI
NINA KARINA ZAI Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA MAGISTER AKUNTANSI

NIM : 55523110029 | Program Studi : Magister Akuntansi | Fakultas : Ekonomi dan Bisnis | Universitas Mercu Buana | Pajak Internasional | Dosen : Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Keadilan Pajak Berganda Internasional dan Bentuk Komunikasi Tindakan sebagai Mutual Understanding Berdasarkan Teori Kritis Habermas

20 Oktober 2024   17:43 Diperbarui: 20 Oktober 2024   18:22 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu konsep penting yang dikembangkan oleh Habermas adalah demokrasi deliberatif. Demokrasi deliberatif adalah sistem di mana keputusan politik atau kebijakan diambil berdasarkan diskusi yang terbuka dan rasional di antara semua pihak yang berkepentingan. Dalam demokrasi deliberatif, semua peserta dalam diskusi memiliki kesempatan yang sama untuk menyampaikan pandangan mereka, dan keputusan dibuat berdasarkan argumen yang terbaik dan paling rasional.

Dalam konteks perpajakan internasional, demokrasi deliberatif dapat digunakan sebagai kerangka kerja untuk proses pengambilan keputusan yang lebih inklusif dan adil. Alih-alih membuat kebijakan perpajakan secara sepihak atau melalui negosiasi tertutup antara negara-negara kuat, proses deliberatif akan melibatkan semua pihak yang terdampak, termasuk negara berkembang, perusahaan multinasional, dan masyarakat sipil.

Proses deliberatif ini memiliki beberapa karakteristik kunci:

  1. Keterbukaan dan Transparansi: Semua peserta dalam diskusi memiliki akses yang sama terhadap informasi yang relevan, dan proses pengambilan keputusan dilakukan secara transparan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa tidak ada pihak yang memonopoli informasi atau memanipulasi proses pengambilan keputusan untuk keuntungan mereka sendiri.
  2. Partisipasi yang Setara: Semua pihak yang terdampak oleh keputusan pajak internasional harus memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam diskusi. Ini termasuk negara-negara berkembang yang sering kali terpinggirkan dalam negosiasi perpajakan internasional.
  3. Argumen Rasional: Keputusan dibuat berdasarkan argumen yang paling rasional dan terbaik, bukan berdasarkan kekuatan atau pengaruh politik. Setiap peserta harus memberikan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk setiap posisi atau argumen yang mereka ajukan.

Dalam konteks perpajakan internasional, demokrasi deliberatif dapat digunakan untuk mencapai kebijakan perpajakan yang lebih adil. Misalnya, proses negosiasi Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dapat dilakukan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan dalam diskusi terbuka dan rasional. Dalam proses ini, negara-negara kuat tidak seharusnya mendominasi negosiasi, melainkan harus mempertimbangkan kepentingan negara-negara lain serta dampak kebijakan mereka pada sistem perpajakan global secara keseluruhan.

Etika Diskursus dalam Pajak Internasional

Habermas juga menekankan pentingnya etika diskursus dalam proses komunikasi dan pengambilan keputusan. Etika diskursus melibatkan prinsip-prinsip yang mengatur bagaimana diskusi dilakukan untuk memastikan bahwa semua pihak diperlakukan secara adil dan setara. Prinsip-prinsip ini mencakup:

  1. Kesetaraan Partisipasi: Semua peserta dalam diskusi memiliki hak yang sama untuk berbicara, mengajukan pertanyaan, dan menyampaikan argumen.
  2. Kebebasan Berbicara: Tidak ada peserta yang boleh ditekan atau dipaksa untuk menerima argumen yang mereka tidak setujui. Semua pihak harus bebas menyatakan pandangan mereka tanpa ancaman atau paksaan.
  3. Kejujuran dan Transparansi: Semua argumen dan informasi yang disampaikan dalam diskusi harus jujur dan transparan. Manipulasi informasi atau penyembunyian fakta tidak diizinkan.
  4. Komitmen pada Konsensus: Tujuan diskusi adalah untuk mencapai konsensus yang rasional dan adil. Para peserta harus berusaha untuk mencapai kesepakatan yang didasarkan pada kepentingan bersama, bukan hanya pada kepentingan mereka sendiri.

Dalam konteks perpajakan internasional, etika diskursus dapat digunakan untuk memastikan bahwa proses negosiasi dan pengambilan keputusan dilakukan secara adil dan transparan. Negara-negara kuat tidak boleh mendominasi negosiasi atau memaksakan kebijakan yang menguntungkan mereka sendiri. Sebaliknya, semua negara dan pihak yang terdampak harus memiliki kesempatan yang sama untuk menyampaikan pandangan mereka, dan keputusan harus didasarkan pada argumen yang rasional dan adil.

Kesimpulan

Pajak berganda internasional adalah tantangan besar dalam sistem perpajakan global yang dapat menimbulkan ketidakadilan bagi wajib pajak internasional. Fenomena ini tidak hanya meningkatkan beban pajak bagi individu atau entitas yang beroperasi di lebih dari satu negara, tetapi juga merusak prinsip keadilan perpajakan.

Pendekatan komunikasi tindakan dari Jürgen Habermas memberikan kerangka teoretis yang penting untuk menyelesaikan masalah ini. Dengan mengedepankan dialog yang terbuka, rasional, dan jujur antara negara-negara yang terlibat, masalah pajak berganda dapat diatasi melalui mutual understanding dan demokrasi deliberatif.

Referensi : PPT Habermas, Keadilan Pajak Berganda Internasional Dan Bentuk Komunikasi Tindakan Sebagai Mutual Understanding oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun