“ Ibu kenapa?” tanya Rian terkejut mendengar jeritan ibunya.
“ Rain….Rain kecelakaan,” ujar bu Ranti sebelum akhirnya jatuh pingsan.
Ayahnya segera memapah ibunya ke sofa sedangkan Rian mematung mendengar kabar itu.
***
“ Maaf jika aku membuatmu bosan. Tapi aku tidak bisa jika harus berpisah darimu. Aku baru saja mendapat kabar ada seleksi terakhir penerimaan beasiswa di universitas yang sama denganmu. Jangan marah dulu, tunggu aku pulang baru kamu boleh meluapkan kemarahan itu langsung padaku :) “
Berulang – ulang Rian membaca pesan singkat yang dikirim Rain sebelum kecelakaan na’as itu. Walaupun sudah tiga hari berlalu sejak kematian Rain, Rian masih merasa bahwa pesan itu baru saja diterimanya. Ia tidak menangis saat mendapati tubuh kembarannya nyaris remuk saat mengidentifikasi jenazahnya di rumah sakit hingga hari ini. Semuanya terasa begitu cepat. Bukannya ia tidak sedih, namun rasa sakit itu justru terlalu dalam hingga semua kata – katanya menguap bersama pilu yang bersarang di hatinya.
“ Jangan mati dulu Rain, aku belum sempat marah padamu dan akupun belum sempat mengatakan kalau aku sayang padamu,” ujar Rian pada pantulan wajahnya di cermin.
***
-1 Tahun Kemudian-
Aku disini masih membaui hujan
Seolah ia mengajakku berkawan