Mohon tunggu...
eny mastuti
eny mastuti Mohon Tunggu... -

Ibu dua orang remaja. Suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rantai Balas Dendam Boikot dan Rasionalitas Konsumen

1 Januari 2018   12:19 Diperbarui: 2 Januari 2018   09:16 1701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa aksi boikot di tanah air, hampir selalu digagas dan dilaksanakan oleh masyarakat. Ketika media sosial ramai dengan tagar boikot produk tertentu, respon pro maupun kontra hanya berasal dari sesama warganet.  Hampir tidak terdengar suara pemerintah atau pejabat dan tokoh  nimbrung dalam aksi penolakan produk.

Tetapi ketika aksi boikot diserukan oleh sebuah institusi resmi (MUI), maka respon dari petinggi negara pun muncul. Wakil Presiden Jusuf Kalla  mengatakan bahwa aksi boikot terhadap produk Amerika Serikat dan Israel sulit dilakukan. Sebab, masyarakat masih sangat bergantung pada produk-produk negara tersebut. Wapres bertanya, sanggup nggak, hidup tanpa WhatsApp, iPhone, Google?

Meskipun bernada kontra terhadap seruan MUI, ternyata pernyataan Wapres Jusuf Kalla tak direspon berlebihan.  Adem-adem saja. Sebuah akun di media sosial menyatakan, untung yang  komen   Pak Kalla, coba kalau Presiden Jokowi  yang   ngomong,  pasti disambut demo lanjutan.

Saya pun berpendapat demikian, tetapi tambah satu lagi. Yaitu pertanyaan, sebenarnya ini pernyataan spontan Pak JK ketika dicegat wartawan, atau memang telah disetting oleh Kabinet Presiden Jokowi. Jika iya, ini langkah jitu. Karena Pak JK dikenal cukup rasional dalam menilai persoalan. Dan melalui pernyataannya (sebagian) rakyat Indonesia diajak kembali ke dalam pola pikir rasional.

Nur Iman Subono, dosen ilmu politik dari Universitas Indonesia menanggapi seruan boikot produk Amerika dan Israel :    kalau mau realistis, praktik boikot tidak bisa dilakukan.  Ini hanya ujaran kekesalan, politis, dan emosional.   Alasannya, pernyataan sikap dan sebagainya juga masih ditulis dengan menggunakan piranti lunak pemroses kata produk Amerika, dengan komputer yang menggunakan sistem operasi produk Amerika, dan mungkin diposting di situs yang menggunakan sistem produk Amerika. Serta disebar-luaskan dengan aplikasi produk Amerika juga. (Tribunnews.com).

********************

Dari aspek bisnis,  mengutip Hermawan Kertajaya : dunia marketing pada umumnya meliputi mind share, market share  dan heart share.     Mind share   adalah kekuatan merek di dalam benak konsumen kategori produk bersangkutan.  Market share   menunjukkan kekuatan merek di dalam pasar tertentu dalam hal perilaku pembelian aktual dari konsumen. Sedangkan   heart share  lebih pada nilai tambah dengan mengedepankan kepuasan pelanggan secara emosional.

Saya belum menemukan, dimana posisi  politis dan emosional  yang mendorong aksi boikot, dirangkum dalam teori marketing tersebut.  Tips bagaimana menjaga emosi konsumen agar tidak tersulut dan membenamkan rasionalitas berpikir terhadap suatu produk. 

 Mungkin tahun 2018 ini, yang katanya tahun politik, dimana unsur sensitifitas meninggi, nafsu saling menjatuhkan pun mungkin meningkat, maka unsur tersebut perlu dipertimbangkan.

Dalam buku Perang dan Manajemen Sun Tzu,  disebutkan persaingan dalam dunia bisnis dapat juga kejam tanpa ampun.    Kompetisi ini mengacu persaingan antara sesama produsen.  Bagaimana jika di zaman now,  tantangan itu juga berasal dari konsumen yang mudah tersinggung dan terhasut, lalu menolak membeli produk karena alasan yang sama sekali tak terkait dengan mind share, market share dan heart share ?

Sepertinya  semakin berat medan yang harus dilalui para pengusaha. Anak  panah, peluru, dan serangan mematikan lain, tak hanya datang dari pihak lawan, tetapi juga dari penduduk sipil atau penonton yang sewaktu-waktu bisa menjadi serdadu dadakan dengan motivasi membunuh atau melukai karena tak suka atau benci saja, bukan karena ingin merebut atau menguasai pangsa pasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun