Paguyuban pengemudi bentor (becak motor) berunjuk rasa di depan kantor Bupati Ponorogo, terkait pelarangan bentor (12/12). Pengunjuk rasa menyampaikan  beberapa alasan. Pertama, demo dipicu pengakuan seorang pemilik bentor, gagal menebus bentor yang dirazia polisi.  Mereka terkejut mengetahui bahwa bentor yang ditahan ternyata tak bisa diambil.
Alasan kedua, mereka menolak opsi yang ditawarkan Pemkab. cq Dishub Ponorogo. Yang berisi 3 poin: Kembali ke becak kayuh atau pancal. Bergabung dengan ojek online. Ketiga, Â boleh beroperasi tetapi bukan di jalan protokol.
Saya Tak Kuat "Mancal" Becak Kayuh dan Tak Bisa Gunakan HP
Untuk opsi pertama dan kedua, seperti nya kalimat pak tua pengemudi bentor:  "Saya tak kuat mancal becak kayuh dan tak bisa gunakan Hp,"  sudah cukup jelas menjawab alasan penolakan mereka. Untuk alternatif ketiga, para pengemudi bentor meyakini, ini hanya bentuk  lain upaya pemerintah mematikan usaha mereka.Â
Beroperasi di luar jalur protokol tak akan menghasilkan. Karena di jalan protokol itulah, rejeki mereka berada. Hampir semua kegiatan ekonomi ada di pusat kota, di jalan-jalan protokol. Tempat dimana konsumen bentor berada. Baik penumpang orang  maupun barang.
Bupati Ponorogo H. Ipong Muchlisoni, mengaku memahami kondisi pengemudi bentor yang memang banyak berusia di atas 50 tahun. Tentu cukup berat untuk mengayuh pedal becak, mengangkut penumpang atau barang. Serta tak lihai juga menggunakan aplikasi ojek online  pada smartphone. Meski mengaku agak bingung juga, namun Pak Bupati  berjanji mencari solusi  untuk para mantan pengemudi bentor.
Protes lain, menyoroti tidak atau belum disiapkannya program sebagai solusi pelarangan. Kondisi ini dibandingkan dengan kebijakan pemerintah ketika menutup kawasan lokalisasi di Ponorogo beberapa tahun lalu. Saat itu, ketika muncul rencana (baru rencana belum eksekusi), pemerintah terkesan sudah sangat siap dengan berbagai program pengentasan para mantan PSK. Mulai dari pembekalan ketrampilan, penentuan besaran pesangon/modal kerja, hingga proses pemulangan ke daerah asal.
Untuk yang satu ini, saya melihat nya sebagai dua kasus yang berbeda. Berbeda obyek dan beda level penanggung jawab program. Penghapusan bentor adalah program lokal Pemkab. Ponorogo. Sementara penutupan lokalisasai adalah proyek keroyokan Kemensos (pusat), Pemprop. Jawa Timur dan Pemkab setempat.
Tetapi tetap setuju bahwa setiap pelarangan/penghentian kegiatan masyarakat yang terkait langsung dengan urusan perut atau penghasilan, harus disiapkan solusi nya, secara matang. Siapa pun obyek dan pemegang kendali program nya. Setuju kah Anda?
Apa Saja Dosa Bentor?
Dari peringatan yang terdapat di beberapa titik ( ilustrasi gambar judul) dan statemen polisi, saya merangkum beberapa dosa bentor diantara nya :
1. Melanggar undang undang No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Karena bentor adalah hasil modifikasi sepeda motor. Â Ancaman hukumannya tertera pada spanduk. Sementara penjelasannya, kurang lebih :
Sesuai Pasal 52 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ("UU No. 22/2009") juncto Pasal 123 ayat (1) huruf b juncto Pasal 131 huruf (e) PP No. 55/2012, menyebabkan perubahan tipe berupa dimensi, mesin dan kemampuan daya angkut, Â harus dilakukan penelitian rancang bangun dan rekayasa Kendaraan Bermotor.
Khusus mengenai modifikasi tersebut hanya dapat dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari agen tunggal pemegang merek.
2. Bentor di Ponorogo juga diindikasikan banyak yang melanggar aturan berlalu lintas. Seperti pengemudi tidak memiliki SIM, surat-surat kendaraan tak lengkap, pajak kendaraan mati dan sebagainya.Â
3. Mengutip pernyataan Polisi, jumlah bentor di Ponorogo terlalu banyak. Data di Polres Ponorogo, jumlah nya mengalami kenaikan yang luar biasa. Beberapa tahun lalu, tercatat hanya ada seratusan. Pada 2017 ini, naik menjadi 600 -- an unit. Â Sehingga mengurangi nya, dilakukan demi keamanan dan kenyamanan warga.Â
Polisi dan dinas terkait melakukan beberapa kali sosialisasi pelarangan bentor. Setelah upaya komunikasi  dirasa cukup dan ternyata bentor tetap eksis, malah semakin bertambah, maka penindakan / razia pun dilaksanakan.
Beberapa kali penertiban becak motor dilakukan di wilayah hukum Polres Ponorogo. Tetapi hasilnya hanya efektif secara temporer. Belum permanen. Bentor tak nampak di jalanan hanya ketika dilaksanakan razia. Beberapa waktu setelahnya, angkutan umum hasil modifikasi sepeda motor ini akan kembali tampak berseliweran di jalanan.
Bagaimana Moda Transportasi Lain, Punya Dosa Juga kah?
Belum lama ini, saya berkendara tepat di belakang tiga truk pengangkut pasir yang keluar dari sebuah lokasi tambang di Kecamatan Jenangan Ponorogo. Truk bermuatan penuh pasir yang masih meneteskan air di sepanjang jalan yang dilalui (kandungan air memperberat beban).
Selain truk yang telah bergerak, saya lihat masih ada beberapa truk lain,  sedang mengisi muatan  di areal pengerukan pasir tras. Tentu saja setelah bak terisi penuh, truk  juga akan melewati jalan yang sama. Karena hanya ada satu akses  untuk keluar dari lokasi tambang pasir.
Jalur yang dilintasi, rusak berat. Pengendara harus ekstra hati-hati. Karena bukan hanya terdapat lubang besar menganga, tetapi juga gundukan. Artinya pemukaan aspal tidak hanya mengelupas hingga menimbulkan lubang dengan diameter beukuran  setengah hingga satu meter lebih, namun juga menyembul sehingga memunculkan gundukkan setinggi sepuluh sampai dua puluh sentimeter.Â
Entah bagaimana menjelaskan prosesnya, hingga jalan beraspal berubah mirip arena adu ketangkasan motor yang penuh tantangan. Hehehe
Ramai protes warga tentang kerusakan jalan, bukan lagi tentang kenyamanan berkendara. Tetapi lebih kepada keamanan pengendara. Karena jumlah korban laka lantas di lokasi itu sudah cukup banyak. Pelanggaran juga kah ini?
Bentor harus ditertibkan, dasarnya aturan/undang-undang lalu lintas. Warga memprotes jalan rusak karena truk melintas, kira-kira didasari apa? Apakah dasarnya hanya kekecewaan warga karena melihat jalan rusak, yang tak sedap dipandang mata? Ataukah memang sebenarnya juga terdapat pelanggaran aturan ketika truk membawa muatan melebihi beban seharusnya?Â
Saya lalu membandingkan sesuatu yang entah, sejatinya layak atau tidak untuk disandingkan:
- Sebuah angkutan tak lolos uji tipe karena keterbatasan modal dan sumber daya, namun memberi manfaat bagi pengemudi dan konsumen.Â
- Sebuah moda transportasi beroperasi sesuai aturan yang berlaku tetapi kegiatannya menimbulkan kerusakan yang nyata dan menelan korban luka, bahkan jiwa.
Beberapa hari lalu, saat berhenti di lampu merah , saya membaca tulisan pada bagian belakang T-shirt seorang pemotor. Sayangnya tidak sempat ambil foto. Bunyinya kurang lebih :Â
"Bapak, modifikasi adalah seni. Modifikasi adalah upaya mengais rejeki. Â Mohon kaji ulang aturan Anda. Kami hanya memanfaatkan rongsokan, besi tua, untuk kami kreasi agar lebih berguna untuk menutup biaya makan. Tanpa harus meminta-minta."
Tidak ada kata bentor dalam kalimat pada kaos tersebut, tetapi pikiran saya langsung tertuju kepada becak bermotor, adanya pelarangan dan rangkaian demo para pengemudinya, yang memang sedang mewarnai pemberitaan media lokal di Ponorogo.
Bentor yang berlalu lalang di Ponorogo, memang rata-rata aslinya merupakan kendaraan jadul. Seperti Yamaha 75, Suzuki FR, Shogun tahun lawas dan sejenisnya. Pantas untuk disebut besi tua atau rongsokan.
Salam.
Sumber: Hukum Online.com, Rgs FM Ponorogo, Solopos.com, Liputan6.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H