Mohon tunggu...
Nila Fadilah Nasution
Nila Fadilah Nasution Mohon Tunggu... Mahasiswa - @nilafadilah21_

Beradab, Berilmu, Beramal

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perang Salib dan Pengaruhnya terhadap Peradaban Islam

8 Januari 2022   10:14 Diperbarui: 8 Januari 2022   10:22 8497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

MASA PERANG SALIB/CRUSSADER WAR (1096-1291 M)

 

Perang salib atau crussader war adalah sebuah perang keagamaan yang telah berlangsung selama hampir dua abad lamanya antara tahun 1096-1291 M. Perang ini merupakan suatu reaksi orang-orang Kristen di Eropa terhadap umat Islam di Asia yang mereka anggap sebagai pihak penyerang karena pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar 632 M melakukan upaya pembebasan wilayah Jazirah Arab bagian utara termasuk upaya pembebasan Baitul Maqdis dari cengkraman Bizantium dan baru memperoleh kemenangan gemilang pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Khatthtab (634-644 M). 

Wilayah yang telah Umat Islam berhasil duduki tersebut merupakan kota-kota penting bagi umat Kristen seperti Palestina, Syiria, Asia Kecil, Mesir, Sisilia dan Spanyol.  Mereka juga menganggap suci kota-kota tersebut termasuk Baitul Maqdis (Yerussalem) di dalamnya.

Disebut Perang Salib karena ekspedisi militer Kristen sewaktu melakukan perang mempergunakan Salib sebagai simbol pemersatu untuk menunjukkan bahwa perang yang mereka lakukan adalah perang suci dan bertujuan untuk membebasakan Baitul Maqdis (Yerussalem) dari tangan umat Islam.

A. Penyebab Terjadinya Perang Salib

Adapun faktor penyebab terjadinya perang salib dapat dirinci sebagai berikut:

1. FaktorAgama 

Semenjak Baitul Maqdis dikuasai Dinasti Saljuk pada tahun 1070 M, orang-orang Kristen merasa tidak bebas lagi menunaikan ibadah kesana karena sejumlah peraturan yang dibuat oleh penguasa Dinasti Saljuk yang mempersulit mereka yang hendak melaksanakan ibadah ke Baitul Maqdis. 

Bahkan mereka yang pulang ziarah sering mengeluh karena mendapat perlakuan jelek dari orang-orang Turki Saljuk yang fanatik. Umat Kristen merasa perlakuan para penguasa Dinasti Saljuk itu sangat berbeda dengan para penguasa Islam yang pernah menguasai kawasan itu sebelumnya.

Seorang pendeta Kristen berkebangsaan Perancis bernama Peter Amins mengalami dan menyaksikan sendiri perlakuan buruk Bani Saljuk yang fanatik terhadap umat Kristen yang ziarah ke Baitul Maqdis. Akibatnya Peter Amins mengadukan masalah ini kepada Paus Urbanus II agar dilakukan sebuah perang suci dengan umat Islam. 

Peter Amins juga terus melakukan provokasi kebencian terhadap umat Islam di kalangan raja-raja Eropa, bangsawan, dan rakyat jelata dan umumnya di kalangan umat Kristen. 

Sebagai impas, provokasi ini menghasilkan sebuah kongres pertama di Clermont Prancis pada tahun 1095 M. Dimana Paus Urbanus II dalam kongres itu, mengatakan bahwa bagi mereka yang berangkat perang, harta benda dan keluarganya dilindungi, dosa-dosanya diampuni, dan apabila dia mati maka dia mati suci. Akhirnya semangat kaum Kristen semakin berkobar dalam mengikuti perang yang mereka sebut dengan perang suci ini.

2.Faktor Politik

Kekalahan Bizantium di Manziqart pada tahun 1071 M dan jatuhnya Asia Kecil ke dalam kekuasaan Dinasti Saljuk telah mendorong Kaisar Alexius I Comnenus untuk meminta bantuan kepada Paus Urbanus II dalam usahanya untuk mengembalikan kekuasaannya di daerah-daerah pendudukan Dinasti Saljuk. 

Paus Urbanus II bersedia membantu Bizantium karena adanya janji Kaisar Alexius untuk tunduk kepada kekuasaan Paus di Roma dengan harapan Paus dapat mempersatukan gereja Yunani dan Roma. Dengan demikian Paus memiliki wewenang penuh terhadap raja-raja yang berada di wilayah kekuasaannya.

Di satu sisi, umat Islam pada masa ini mengalami masa yang sangat lemah dimana Dinasti Seljuk di Asia Kecil sedang mengalami perpecahan, Dinasti Fatimiyah di Mesir dalam keadaan lumpuh, sementara kekuasaan Islam di Spanyol semakin goyah. Situasi semakin bertambah parah karena adanya pertentangan segitiga antara Khalifah Fatimiyah di Mesir, Khalifah Abbasiyah di Baghdad, dan Daulah Umayyah di Spanyol yang masing-masing memproklamirkan dirinya sebagai Khalifah.

Akibat dari dua situasi yang saling mendukung dan menguntungkan ini maka orang-orang Kristen di Eropa berani untuk ikut mengambil bagian dalam Perang Salib ini serta mendorong para penguasa mereka untuk merebut satu-persatu daerah-daerah kekuasaan Islam.

3. Faktor Sosial-Ekonomi

Dari faktor ekonomi, Para pedagang besar Pantai Timur Laut Tengah terutama yang berada di kota Venezia, Genoa dan Pisa berambisi untuk memperluas wilayah perdagangan mereka ke wilayah timur hingga selatan Laut Timur Tengah. 

Maka dalam kesempatan ini mereka bersedia menanggung sebahagian dana perang dengan harapan apabila pihak Kristen memenangkan perang mereka memperoleh kawasan tersebut untuk dijadikan sebagai pusat perdagangan. Hal ini dimungkinkan karena jalur Eropa akan bersambung dengan rute-rute perdagangan di Timur apabila jalur setrategis itu dapat dikuasai.

Kemudian dari faktor sosial masyarakat Eropa terbagi dalam beberapa kelompok strata sosial. Dan strata sosial terendah yaitu kaum rakyat jelata mengalami kehidupan yang tertindas dan hina karena perlakuan tuan tanah yang sewenang-wenang terhadap mereka,dan lebih dari itu mereka dibebani dengan berbagai pajak yang memberatkan. 

Oleh karena itu, ketika mereka dimobilisasi oleh pihak gereja untuk turut mengambil bagian dalam Perang Salib dengan janji akan diberikan kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik bila perang dapat dimenangkan, mereka menyambut seruan itu secara spontan dengan berduyun-duyun melibatkan diri dalam perang tersebut dengan harapan untuk mendapatkan perbaikan ekonomi dan perbaikan kesejahteraan hidup.

Dari ketiga faktor di atas terdapat berbagai kepentingan-kepentingan, namun faktor yang paling dominan yang menyulut terjadinya perang Salib adalah faktor provokasi Peter Amin yang berhasil menanamkan rasa benci, antipati dan marah dikalangan umat Kristen terhadap umat Islam.

B. Proses Terjadinya Perang Salib

Perang Salib berlangsung dalam tiga tahapan yaitu Tahap pertama; disebut sebagai periode serangan orang-orang Kristen (1096-1144 M), Tahap kedua; (1144-1193 M) disebut periode reaksi umat Islam, Tahap ketiga; (1193-1291 M) yang dikenal dengan periode kehancuran di dalam pasukan perang Salib. Untuk lebih jelas tahapan Perang Salib tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

1. Tahap I (1096-1144M); Serangan Orang-Orang Kristen

Tahap pertama ini terbagi dalam 2 gerakan dimana gerakan pertama merupakan gerakan spontanitas, tidak terstruktur, dan tidak memiliki persiapan militer yang baik. Gerakan pertama ini muncul akibat diadakannya kongres pertama di Clermont, Perancis ditambah dengan pidato Paus Urbanus II sehingga berhasil mengorbarkan semangat perang suci yang mendapat sambutan hangat dari peserta kongres. 

Pasukan Salib pertama ini bergerak ke Konstatinopel tempat yang mereka sepakati melakukan strategi pertempuran. Gerakan ini dipimpin oleh Pierre I'Ermite dan secara keseluruhan pasukan perang Salib pertama ini berjumlah lebih kurang 200.000 orang. 

Karena gerakan ini merupakan gerakan sepontanitas yang tidak ada disiplin, tidak ada persiapan perang dan tidak memiliki pengalaman perang, maka dengan mudah pasukan Salib pertama ini dapat dikalahkan oleh pasukan Dinasti Saljuk.

Karena pihak Kristen mengalami kekalahan pada gerakan pertama, maka mereka  mempersiapkan gerakan kedua yang lebih sistemastis, terstruktur rapi, dan terorganisir baik, serta persiapan militer yang matang. 

Gerakan ini dipimpin oleh Godfrey of Bonillon. Dan memperoleh kemenangan dengan menduduki kota suci Palestina pada tanggal 7 Juni 1099 M serta melakukan pembantaian besar-besaran terhadap umat Islam dan bangunan-bangunan umat Islam di Yerussalem mereka musnahkan.

 Sebelum pasukan ini menduduki Baitul Maqdis mereka lebih dahulu merebut Anatolia Selatan, daerah Tarsus, Antiokia, Aleppo, dan Ar-Ruha' (Edessa), Tripoli, Syiria dan Acre. Sebagai akibat dari kemenangan tersebut, maka berdirilah beberapa kerajaan Latin Kristen di Timur, yaitu Kerajaan Yerussalem dengan rajanya Godfrey (1099 M). Kerajaan Edessa dengan rajanya Baldewn (1098 M). Kerajaan Tripoli dengan rajanya Raymond (1109 M) . Kerajaan Antiokia dengan rajanya Bohemond.

2. Tahap II (1144-1193 M);  Serangan Balik Umat Islam

Jatuhnya beberapa wilayah kekuasaan Islam ke tangan pasukan salib membangkitkan kesadaran kaum muslimin untuk menghimpun kekuatan guna menghadapi pasukan salib tersebut. Pertama kaum muslimin di bawah komando Gubernur Moshul, Imaduddin Zanki berhasil merebut Aleppo dan Edessa dari tangan orang Kristen pada tahun 1144 M. Tidak lama kemudian Imaduddin Zanki wafat pada tahun 1146 M dan posisinya digantikan oleh putranya, Nuruddin Zanki.

Di bawah pimpinan Nuruddin Zanki dia ingin meneruskan cita-cita ayahnya untuk merebut dan membebaskan negara-negara Islam di dunia Timur dari cengkraman kaum Salib. Maka dia memimpin pasukan kaum muslimin dan berhasil membebaskan Damaskus atau Syam  (1147 M),  Antiokia (1149 M) dan Mesir (1169 M).

Setelah itu, pasukan Islam selanjutnya dipimpin oleh Salahuddin al-Ayyubi atau Saladin. Dia berhasil membangkitkan semangat umat Islam untuk memerangi kaum Salib sehingga dia pada tahun 1175 M berhasil mendirikan Dinasti Ayyubiyah di Mesir di atas reruntuhan Dinasti Fatimiyah sebelumnya dan dapat membebaskan Baitul Maqdis pada tanggal 2 Oktober 1187 M setelah dikuasai oleh orang Kristen selama 88 tahun lamanya. 

Kemudian Salahuddin al-Ayyubi memberi pengampunan kepada umat Kristen yang tinggal di kota itu dan lonceng gereja yang ada di Mesjid al-Aqsa diganti dengan azan dan Salib emas yang terpancang di atas gereja besar dalam kota itu diturunkan.

Keberhasilan kaum muslimin meraih berbagai kemenangan terutama setelah jatuhnya Yerussalem membangkitkan kembali semangat kaum Salib untuk mengirim Expedisi yang lebih kuat untuk memerangi umat Islam.  Ekspedisi tersebut terdiri dari dua divisi yaitu divisi I yang melalui jalur darat dipimpin oleh Frederik I, Kaisar Jerman dan divisi II yang melalui jalur laut dipimpin oleh Richard I, Raja Inggris dan Philip II, Raja Perancis. Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M.

Frederik I yang memimpin divisi jalur darat tewas tenggelam dalam penyeberangannya di sungai Armenia dekat Kota ar-Ruha. Sebagian tentaranya kembali pulang kecuali beberapa orang yang melanjutkan perjalanannya di bawah Putera Frederik.

 Adapun divisi II yang menempuh jalur laut berlayar secara terpisah dan akhirnya bertemu di Sisilia. Mereka berada disana sampai musim dingin berlalu. Karena terjadi kesalahpahaman, akhirnya mereka meninggalkan Sisilia secara terpisah. Richard menuju Cyprus dan mendudukinya, kemudian melanjutkan perjalanannya ke Syria. 

Sedangkan Philip langsung ke Akka, disana pasukannya berhadapan dengan pasukan Salahuddin al-Ayubi. Tidak lama kemudian pasukan Richard datang. Maka gabungan pasukan Philip dan Richard melakukan pertempuran sengit dengan pasukan Salahuddin al-Ayyubi. Mereka berhasil merebut Akka yang kemudian di jadikan ibu kota kerajaan Latin di sana tetapi mereka tidak berhasil memasuki Palestina. 

Sedangkan pasukan Salahuddin al-Ayyubi memilih mundur dan pergi untuk mempertahankan Mesir. Artinya dalam ekspedisi ini, pasukan Salib tidak berhasil merebut Baitul Maqdis dari tangan kaum muslimin. Demikian juga kota-kota lainnya seperti Aleppo, Edessa, Syria, Antiokia, dan Mesir dan pasukan Salib hanya berhasil merebut kota Akka saja.

Pada tanggal 2 November 1192 M, dibuat perjanjian damai atau gencatan senjata antara tentara salib dengan Shalahuddin al-Ayyubi yang disebut dengan Shulh al-Ramlah. Dalam perjanjian tersebut dijelaskan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke Baitul Maqdis tidak akan diganggu. Dengan demikian Mesir terbebas dari pasukan Salib. Namun tidak lama kemudian setelah perjanjian itu disepakati, Salahuddin al-Ayyubi wafat pada bulan Februari 1193 M.

3. Tahap III (1193-1291 M); Kehancuran Pasukan Salib

Pada tahap ini pasukan Salib lebih disemangati oleh ambisi politik untuk memperoleh kekuasaan dan material, bukan lagi karena motivasi agama. Tentara Salib pada periode ini dipimpin oleh Raja Jerman Frederik II. Pertama, mereka berusaha untuk merebut Mesir terlebih dahulu sebelum Palestina, dengan harapan dapat bantuan orang-orang Kristen Qibthi. Pada tahun 1219 M mereka berhasil menduduki Dimyat.

Pada waktu itu Raja Mesir Dinasti Ayyubiah, al-Malik al-Kamil membuat perjanjian dengan Raja Frederik II. Adapun isi perjanjian itu, antara lain. Pertama, Frederik II bersedia melepaskan Dimyat dan al-Malik al-Kamil melepaskan Palestina. Kedua, Frederik II menjamin keamanan di Palestina. Ketiga, Frederik II tidak mengirim bantuan kepada Kristen di Syria.

Dalam perkembangan selanjutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum Muslimin pada tahun 1247 M, di masa pemerintahan al-Malik al-Shalih, penguasa Mesir selanjutnya. Ketika Mesir dikuasai dinasti Mamalik yang menggantikan posisi dinasti Ayyubiyah, pimpinan perang dipegang oleh Baybars dan Qolawun. Pada masa merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum Muslimin pada tahun 1291 M.

Dengan demikian semua kota-kota yang pernah direbut dahulu oleh pasukan Salib, kini semua telah berhasil direbut kembali oleh kaum muslimin tanpa terkecuali. Oleh sebab itu perang Salib telah berakhir pada tahun 1291 M setelah berlangsung hampir dua abad lamanya.

C. Pengaruh Perang Salib Terhadap Peradaban Islam

Meskipun pihak Kristen Eropa menderita kekalahan dalam perang Salib, namun mereka telah mendapatkan hikmah yg sangat besar nilainya dari perang Salib karena mereka dapat bekenalan dengan peradaban Islam yang sudah sangat maju. Bahkan peradaban yang mereka peroleh dari dunia Timur menyebabkan mereka bangkit yang disebut dengan masa Renaisance di Barat. Adapun peradaban Islam yang sudah maju yang berhasil mereka bawa ke Barat dapat dirinci sebagai berikut; yaitu bidang militer, seni, perindustrian, pertanian, perdagangan, kesehatan, astronomi dan kepribadian.

Dalam bidang militer, dunia Barat menemukan persenjataan dan tekhnik berperang yang belum pernah mereka temukan sebelumnya di negaranya, seperti penggunaan bahan peledak untuk melontarkan peluru, pertarungan senjata dengan menunggang kuda, serta membangkitkan semangat militer dengan gendang dan rebana di medan perang.

Dalam bidang perindustrian, mereka banyak menemukan kain tenun sekaligus peralatan tenun di dunia Timur. Untuk itu mereka mengimpor berbagai jenis kain dari Timur ke Barat. Mereka juga menemukan berbagai jenis kemenyan dan getah kayu Arab yang dapat mengharumkan ruangan.

Dalam bidang pertanian, mereka menemukan model irigasi yang praktis dan jenis tumbuhan serta buah-buahan yang beraneka ragam.

Dalam bidang perdagangan, mereka melakukan hubungan dagang dengan dunia Timur yang memaksa mereka menggunakan mata uang sebagai alat tukar. Padahal sebelumnya mereka menggunakan sistem barter.

Dalam bidang astronomi, mempengaruhi lahirnya berbagai observatorium di Barat.

Dalam bidang kesehatan mereka berhasil membawa dan menerjemahkan berulang kali ke berbagai bahasa yang ada di Eropa karya Ibnu Sina yang berjudul al-Syifa tentang ilmu kedokteran yang dijadikan rujukan di berbagai Universitas yang ada di Eropa sampai sekarang ini.

Dan yang tidak kurang pentingnya adalah sikap dan kepribadian umat Islam di dunia Timur pada waktu itu telah memberikan pengaruh positif terhadap nilai-nilai kemanusiaan di Eropa yang sebelumnya tidak mendapat perhatian.

Dengan demikian baik yang menyangkut mental maupun fisik melalui perang Salib, orang Barat menemukan nilai yang sangat berharga dari dunia Timur yang membuat mereka bangkit di Eropa kemudian.

Sebaliknya apa yang di peroleh Islam dari perang Salib. Apalah yang di harapkan dari penjahat, perampok, dan pembunuh kecuali dekandensi moral. Karena waktu pasukan pasukan Salib datang ke dunia Timur sekaligus mereka membawa pelacur dari Eropa yang menyertai mereka dalam peperangan. Maka perang Salib menghabiskan asset kekayaan dan putera terbaik dunia Islam.

Akibatnya memerlukan waktu yang lama untuk memulihkannya kembali. Akibat lain kemiskinan menimpa dunia Islam. Karena seluruh kekayaan negara habis dialokasikan untuk biaya dan kepentingan perang. Demikianlah akhir dari perang Salib yang telah memporak-porandakan sendi-sendi kekuatan Islam di dunia Timur dan melahirkan masa renaisance di dunia Barat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun