Mohon tunggu...
Febrianiko Satria
Febrianiko Satria Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Iqra

Selanjutnya

Tutup

Book

Belajar Mengenal Diri Bersama Kucing: Resensi Buku Jika Kucing Lenyap dari Dunia karya Genki Kawahara

20 November 2022   21:03 Diperbarui: 20 November 2022   21:27 1660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai gantinya kehilangan kebebasan, manusia memperoleh ketenangan sebab adanya aturan."

4. Kucing
Pada bagian ini Bujang tidak bisa berkompromi dengan Aloha. Ya, Bujang begitu sulit untuk melepaskan Kubis Si Kucing. Alasannya sederhana, Kubis merupakan pengganti Ibunya yang sudah meninggal.

Semakin dewasa, Bujang semakin tenggelam dalam kehidupannya. Ibu yang merasa kesepian akhirnya memelihara Salada, kucing pertama untuk menggantikan posisi Bujang. 

Setelah Salada meninggal posisi ini digantikan Kubis, kucing kedua. Kubis adalah anak kedua yang selalu menemani kemana saja Ibu berada. Mulai dari menonton drama sejarah, belanja dan jalan-jalan. Saking dekatnya Kubis dengan Ibu, ketika Aloha memberikan kekuatan bicara kepada Kubis, Kubis malah berbicara dengan gaya lakon drama sejarah. "Hai Gusti Patih!"

Puncak kedekatan ini terjadi ketika Ibu yang sudah sakit parah malah minta jalan-jalan. Ibu yang sudah lama ingin ke pemandian air panas meminta Ayah, Bujang dan Kubis untuk berlibur. Tentu saja Ayah awalnya menolak hal ini hingga akhirnya setelah dibujuk Ayah mau ikut liburan. Awalnya ada kekacauan karena penginapan mereka sudah dipesan orang lain. Setelah pontang panting mencari penginapan mereka akhirnya bisa menemui penginapan untuk mereka sekeluarga.

Ketika selesai mandi air panas, Ibu, Ayah, Bujang dan Kubis foto bersama. Kenangan yang begitu membekas membuat Bujang sadar bahwa Ibu meminta liburan agar Bujang bisa dekat lagi dengan Ayahnya.

Setelah banyak hal di hilangkan, Bujang sadar bahwa hal yang ingin dia lakukan terakhir kali adalah menemui Ayahnya. Dia sadar bahwa membina keluarga adalah sebuah keharusan seperti yang tercantum dalam kutipan ini:

"Keluarga tu sebenarnya bukan sesuatu yang "ada". Keluarga tu seharusnya "dibina". Aku dan ayahku nyatanya sekadar dua pribadi yang hanya memiliki hubungan darah. Kami saling terbiasa, sampai akhirnya ketika kami tersadar, hubungan kami sudah terlalu berantakan sehingga sulit dipulihkan."


Pada akhirnya Bujang menemui orang terakhir yang begitu penting bagi hidupnya yakni Ayah. Dengan menggunakan seragam tukang pos, Bujang bersepeda membawa surat wasiatnya sendiri dan Kubis yang akan dititipkan ke Ayah.

Untuk mengakhiri tulisan ini saya akan menyertakan kutipan pamungkas:
"Bukannya manusia yang memelihara kucing, melainkan kucinglah yang mendampingi manusia."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun