Mohon tunggu...
Nikodemus Yudho Sulistyo
Nikodemus Yudho Sulistyo Mohon Tunggu... Dosen - Menulis memberikan saya ruang untuk berdiskusi pada diri sendiri.

Saya bergabung di Kompasiana sekedar untuk berbagi mengenai beragam hal. Saya menyenangi semua yang berhubungan dengan bahasa, sosial, budaya dan filosofi. Untuk konten yang berhubungan dengan kritik sastra, dapat juga ditonton di kanal YouTube saya yang bisa diklik di link profil.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sebuah Ironi: Sekolah Elit, Karakter Sulit. Sekolah Internasional dan Pendidikan Karakter

20 Februari 2024   12:03 Diperbarui: 20 Februari 2024   13:12 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perbedaan latar belakang budaya para murid harusnya saling diperkenalkan dan diperkuat, bukan malah menyeragamkan pola pikir, pandangan dan kebiasaan siswa. Bisa-bisa sekolah internasional dituduh ikut menyumbangkan kemerosotan moral pada generasi muda. Seperti pada penelitian pascasarjana yang dilakukan oleh Oktariyan M., Adiman dan Amika Wardana tahun 2020 berjudul "Pembentukan Karakter Siswa di SMA Internasional Budi Mulia Dua", dijelaskan bahwa saat ini kualitas nilai-nilai moral pada generasi muda menuntut diadakannya sebuah konsep pendidikan yang berfokus pada persoalan karakter. Penelitan yang dilakukan pada sebuah sekolah internasional ini menunjukkan bahwa ada faktor penghambat tipikal pembentukan karakter siswa-siswa di SMA Internasional Budi Mulia. Faktor pertama adalah faktor internal dari siswa itu sendiri, dimana keberagaman karakter siswa yang dilandasi latar belakang budaya membuat siswa susah diatur. Ini masuk di dalam ranah disiplin dan rasa hormat. Kedua, faktor eksternal yang berasal dari lingkungan bergaul, perbedaan budaya sekolah dibanding sekolah lainnya, kurangnya kontrol guru dan orang tua, serta pengaruh media sosial.

Sebagai akibatnya, sama seperti yang telah saya jelaskan di atas, sekolah internasional yang memang memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan dengan sekolah swasta dan negeri di Indonesia, mempunyai kecenderungan memiliki siswa yang kurang memiliki pendidikan karakter. Kesadaran akan hal ini sebaiknya memang harus segera diatasi bila tidak ingin masalah karakter para siswa akan terus berlanjut di masa depan.

Farrel Legolas beserta gengnya (bernama Geng Tai), serta curhatan salah satu pengguna internet yang telah saya tuliskan di sini, hanya merupakan permukaan paling luar saja dari sisi gelap sekolah internasional dan kurangnya pendidikan karakter di satuan pendidikan tersebut. Jangan sampai sekolah internasional menjadi momok pendidikan Indonesia dikarenakan perbedaan pola ajar dan pendidikannya, serta menjadi bulan-bulanan permasalah karakter siswa dan remaja dalam hal kedisiplinan, kesopanan dan tata krama, rasa hormat, empati dan lain sebagainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun