Mohon tunggu...
Nikolaus Loy
Nikolaus Loy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen HI UPN Veteran Yogyakarta

Menulis artikel untuk menyimpan ingatan. Menulis puisi dan cerpen untuk sembuh. Suka jalan-jalan ke gunung dan pantai. Suka masak meski kadang lebih indah warna dari rasa.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Beberapa Pekerjaan Rumah Pemerintahan Baru

5 April 2024   18:49 Diperbarui: 6 April 2024   03:46 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelanggaran HAM di masa lalu terus menjadi isu politik bagi  siapa pun yang memerintah di Indonesia. Sejauh ini, kasus penghilangan 9 aktivis pada masa akhir Orde Baru masih menjadi perdebatan publik di Indonesia. Di satu pihak, pendekatan hukum atas  pengungkapan kasus ini tidak pernah berhasil. Di pihak lain, mendiamkan dan menganggap tidak ada hanya akan mewariskan luka kolektfif, terutama bagi keluarga korban. Negara mungkin dapat menempuh pendekatan ekstra jucidial dan kultural untuk pemulihan dan rekonsiliasi, meskipun langkah ini juga mungkin sulit dilakukan.

Stabilitas demokrasi dan korupsi. Pemilu 2024 mewariskan pertanyaan tentang masa depan demokrasi Indonesia. Pencalonan Gibran sebagai wapres memang tidak melanggar hukum, tetapi tindakan MK mengubah aturan syarat capres, membuat publik agak kehilangan kepercayaan pada lembaga penjaga konstitusi ini. Padahal stabilitas politik sebuah negara sangat dipengaruhi kepercayaan publik.

Lembaga-lembaga negara didukung karena publik memiliki 'trust' (kepercayaan) bahwa mereka menjalankan fungsi representasi dan pemerintah berdasarkan undang-undang dan etika politik. Kepercayaan publik, bukan kekerasan, lebih efektif dalam menciptakan tertib sosial.  Aparatus hukum  seperti polisi dan tentara dapat digunakan negara untuk menciptakan ketatatan publik. Meskipun demikian, keduanya  memiliki keterbatasan.

Ketika ketidakpercayaan meluas, legitimasi pemerintah menurun, penggunaan instrumen pemaksa dan aparatus hukum dan keamanan tidak akan efektif. Kejatuhan Orde baru dapat menjadi pelajaran. Moncong bedil dan jeruji penjara tidak akan ditakuti ketika ketidakpercayaan dan ketidakpuasan meluas.

Kerena itu, pemerintahan baru perlu memperkuat kedudukan MK dan mengembalikan marwahnya sebagai penjaga akhir demokrasi dan konstitusi. Berbagai guyonan tentang MK di media sosial mengindikasikan hilangnya respek publik pada lembaga ini. Pemerintah perlu mendengarkan opini publik tentang  calon-calon hakim MK, Uji publik membuat proses seleksi mampu menghasilkan calon-calon hakim yang memiliki integritas dan dapat mengembalikan kepercayaan publik. Intervensi politik hanya akan memperkuat pandangan publik bahwa tidak ada lagi lembaga negara yang bisa dapat diandalkan sebagai penjaga demokrasi dan hak-hak konstitusional warga negara.

Pemberantasan korupsi adalah  tantangan lain. Korupsi gigantik adalah satu ciri dari praktek korupsi beberapa tahun belakangan ini. Kasus timah misalnya mencapai angka Rp 271 trilliun. Angka ini membuat kasus Hambalang yang terjadi era SBY terlihat sangat kecil jumlahnya. Penguatan kembali fungsi dan peran KPK menjadi pekerjaan penting pemerintah baru. UU No. 19/2019, yang merevisi UU30/2022 melemahkan fungi dan kekedudukan KPK dalam pemberantasan  korupsi.

Pasal 1 ayat 3 UU lama menempatkan KPK sebagai lembaga negara yang bersifat independen dan bebasa dari intervensi kekuasaa, UU baru 2019 menempatkan KPK sebagai lembaga negara dalam rumpun ekeskutif. Sebagai konsekuenasi, Pasal 1 ayat 6, status pegawai KPK adalah aparatur sipil negara. Kedudukan ini memperlsulit tugas pencegahan, pengawasan dan penuntutan eksekutif karena KPK adalah bagian dari eksekuktif.

Tanpa KPK yang independen dan kuat, janji pemberantasan korupsi akan tinggal janji. Angka-angka fantastis korupsi pasca pelemahan KPK menunjukkan bahwa fungsi kepolisian dan kejaksaan tidak efektif. Hanya dengan mengembalikan kedudukan KPK pada posisinya sebelum revisi UU,  upaya pemberantasan korupsi dapat diorkertrasi dengan lebih baik.

Penutup

Di luar masalah-masalah di atas, masalah  terorisme dan perdagangan narkotika juga perlu mendapat perhatian pemerintahan baru. Di tengah kompetisi global yang makin ketat, tata kelola negara dan pemeirntah yang bersih, efisien dan efektif tidak bisa lagi hanya sebatas jargon. Fungi negara dalam "memajukan kesejahteran umum" membutuhkan langkah serius dalam menangangi berbagai warisan pekerjaan dari pemerintahan sebelumnya. Semoga pemerintahan baru dapat memenuhi harapan rakyat  yang mendukung mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun