Mohon tunggu...
Nikolaus Loy
Nikolaus Loy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen HI UPN Veteran Yogyakarta

Menulis artikel untuk menyimpan ingatan. Menulis puisi dan cerpen untuk sembuh. Suka jalan-jalan ke gunung dan pantai. Suka masak meski kadang lebih indah warna dari rasa.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Globalisasi, Nasionalisme Indonesia dan Proyek Naturalisasi

25 Maret 2024   09:05 Diperbarui: 26 Maret 2024   09:02 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://bola.kompas.com/read/2022/01/13/18210048/pssi-harap-4-pemain-naturalisasi

Tipe imigran sangat beragam mencakup tenaga kerja, pelaku bisnis, profesional, mahasiswa, penyatuan  keluarga dan pengungi. Yang terakhir, suami atau istri yang berpindah ke negara lain lalu menarik anggota keluarga yang lain

Arus migrasi global menimbulkan benturan sosial budaya. Kompetisi pekerjaan dan bisnis membangkitkan sentimen anti migran. Politisi mengeksploitasi isu migrasi untuk menarik dukungan politik. Di Australia, Pauline Hanson menggemakan kebijakan anti-migran Asia. Di Perancis, politisi ultra kanan  Jean-Marie Le Pen juga menyalahkan migran atas angka pengangguran yang tinggi. Di Belanda, Geerts Wilders mengkampanyekan pembatasan migran dari negara-negara muslim.

Meski terjadi penolakan, migran internasional tetap terjadi. Negara-negara tujuan bahkan membuka pintu bagi migran. Meskipun sangat selektif. Dalam sebuah majalah di Australia, pernah muncul sebuah karikatur. Satunya berisi antrian imigran di depan loket imigrasi. Kelompok pertama berperut makmur, membawa koper berisi uang. Di belakang loket ditampilkan Australia yang indah, tempat wisata, ada kangguru, gugusan bongkahan karang yang disebut twelve apostles (dua belas rasul)  di Great Ocean Road, gedung-gedung yang menggambarkan Australia sebagai tempat bisnis bagus. Kelompok yang satu antrian imigran miskin, ilegal dan pengungsi. Di belakang loket ditampilkan Australia yang penuh kalajengking beracun, ular derik, buaya. Pokoknya tidak menarik. Karikutar ini mewakili sikap selektif negara-negara maju tujuan migrasi internasional.

Mengapa imigran tetap dibutuhkan mereka.  Sebabnya adalah kompetisi ekonomi global yang makin keras. Migran berpendidikan rendah dibutuhkan untuk pekerjaan 3 D (Dirty, Dangerous dan Difficult) seperti sektor konstruksi, perawatan sanitasi kota. Mana mau orang kulit putih masuk selokan, cerobong asap atau urus sampah.  

Imigran dengan keahlian khusus dibutuhkan untuk menggerakan ekonomi berbasis teknologi tinggi, teknologi informasi, penerbangan dan otomotif.  Migran pintar dan peneliti mengisi jabatan akademik di Universitas. Migran berduit membawa modal untuk perluasan investasi dan pertumbuhan ekonomi.

 Arus migrasi global telah memaksa banyak negara menafsir ulang ikatan kebangsaan. Nasionalisme menjadi lebih fungsional. Orang Australia  tidak perlu lagi kulit putih. 'The Australians'  adalah pemegang paspor, semua yang bekerja dan memberikan kontribusi bagi bangsa Australia. Asal etnis, ras, beda budaya dan warna kulit, tidak terlalu penting. Siapa saja yang punya keahlian, modal, pengetahuan, taat pada hukum, menerima demokrasi liberal, menghormati hak asasi satu sama lain,  mencintai Australia dapat menjadi Warga bangsa Australia.

 Jerman mengubah konsep kebangsaan berbasis Volk (kaum) menjadi lebih plural. Sebelumnya, yang menjadi warga negara Jerman harus memiliki darah atau  keturunan Jerman. Sejak tahun 2000-an, turunan kedua orang Turki yang lahir di Jerman boleh menjadi warga Jerman. Mereka adalah anak-anak dari generasi awal Gast Arbeiter (pekerja tamu) dari Turki, didatangkan berdasarkan kesepakatan Pemerintah Jerman dan Turki di tahun 1970-an. Perubahan politik kewargaan ini didorong oleh  struktur penduduk yang menua dan kebutuhan generasi tenaga kerja baru untuk menghadapi persaingan ekonomi global. Sistem jaminan sosial Jerman butuh pekerja muda lebih banyak. Gaji yang muda dipotong untuk menopang jaminan sosial, termasuk pemeliharaan penduduk usia lanjut. Ketika yang tua lebih banyak, beban anggaran federal makin berat. Karena itu, harus ada lebih banyak pekerja berusia muda dan produktif. Kehadiran angkatan kerja muda juga membantu perusahaan Jerman berkompetisi dengan Perusahaan AS, Jepang, Korea Selatan dan perusahaan negara lain di tengah pasar global yang makin terintergrasi.

Multikulturalisme menjadi kontruksi kebangsaan fungsional untuk mempertahankan integrasi nasional sekaligus menarik lebih banyak migran yang memiliki keahlian dan uang. Kebijakan ini dilakukan dengan memisahkan wilayah pribadi dan publik. Di wilayah pribadi, keluarga dipersilahkan pakai bahasa Ibu, tradisi, agama, pola pendidikan yang dibawa dari negara asal. Di wilayah publik, siapa pun, warga negara atau penduduk tetap, harus menerima kesamaan di depan hukum, demokrasi liberal, hak asasi, kebebasan berpedapat dan kesamaan kesempatan ekonomi berbasis pasar.

Budaya dan tradisi yang dibawa imigran juga dilihat sebagai potensi ekonomi yang besar. Karena itu, negara mendorong preservasi budaya migran, antara lain, menyediakan penerjemah berbagai bahasa di lembaga-lembaga publik seperti departemen imigrasi dan tenaga kerja. Di Australia, tevelisi ABC bahkan memiliki siaran dan filem dalam berbagai bahasa.

Bagaimana Indonesia? Kompetisi global membutuhkan semua sumber daya, manusia, modal, teknologi, pengetahuan. Semua ini bergerak dari satu negara lain. Termasuk tenaga kerja dan pemain sepak bola. Semua ini adalah peluang yang perlu ditangkap untuk kemajuan Indonesia.

Nasionalisme yang lebih fungsional dan pragmatis perlu menjadi cara baru melihat ikatan kebangsaan Indonesia. Solidaritas kaum berbasis klaim kesamaan leluhur dan sejarah diperluas dengan solidaritas berbasis kontribusi dan kerja-kerja bagi Indonesia. Orang Indonesia adalah semua yang memberikan kontribusi bagi pembangunan, kesejahteraan dan kejayaan Indonesia. Yang mencintai Indonesia, membawa teknologi dan pengetahuan, investasi, membayar pajak, membuka lapangan kerja, mengatasi kemiskinan, tidak hanya datang mencuri dan korupsi dari Indonesia, mendidik anak-anak Indonesia, memperjuangkan kepentingan Indonesia di luar negeri, harus diterima sebagai bagian bangsa Indonesia. Kemampuan bahasa Indonesia bisa dipelajari pelan-pelan. Tradisi lain juga bisa diadopsi pelan-pelan. Setelah lama tinggal di kampung Indonesia, imigran yang mengindonesia baru diajak ikut arisan bapak-bapak atau para ibu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun