Bentuk Hukum dari bangsa Indonesia diberi nama Negara Kesatuan Republik Indonesia lahir belakangan, melalui sebuah pengumuman juga. Namanya Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, oleh dua Bapak pendiri bangsa, Dwitunggal Sukarno-Hatta.
Bagaimana perasaan sebangsa itu ditular? Media cetak, surat kabar, buku berperan sangat penting membentuk pikiran dan perasaan sebagai bangsa. Karena itu, Benedict  Anderson (1991) bilang bangsa itu sebuah  imagined community (komunitas yang dibayangkan). Kesatuan yang dibayangkan sebagai komunio, tinggal dalam batas-batas teritorial tertentu.
 Orang Yogya  tidak pernah bertemu, mendengar, bicara satu dengan orang Aceh, Papua, Ambon atau yang lain,  tetapi  membayangkan sebagai saudara, sebagai kamerad. Kita membayangkan ada batas yang bernama bangsa Indonesia, Sabang sampai Merauke, Miangas sampai Rote. Kenyataannya ada komunitas-komunitas bangsa Indonesia di Sydney, Melbourne, London,  New York, Jeddah, Hongkong dan kota-kota dunia lain. Apa yang membentuk bayangan sebagai bangsa itu, juga menurut Anderson, adalah kapitalisme media cetak. Sekarang ditambah dengan media daring seperti feisbok, instagram, wasap dan lain-lain.
Batas bangsa menyeberangi batas negara. Mereka yang tinggal di luar garis batas Sabang-Merauke, cintanya pada Indonesia sama besar dengan yang tinggal di sini. Karena itu, mereka ribut-ribut karena tak bisa mencoblos di Pemilu 2024 kemarin. Beberapa di antara mereka juga langsung setuju ketika anak-anak turunannya diminta membela tim nasional sepakbola.
Globalisasi dan Nasionalisme (yang lebih) Fungsional
Ribut-ribut soal proyek naturalisasi pemain bola sepak memunculkan pertayaan tentang nasionalisme, tentang apa itu bangsa, tentang siapa bangsa Indonesia. Apakah bangsa Indonesia harus lahir di Indonesia, punya bapak dan mama Indonesia, bisa bahasa Indonesia, bisa lancar nyanyi Indonesia Raya, hapal Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, bersekolah di Indonesia, ikut tradisi-tradisi lokal Indonesia.
Pertanyaan di atas bukan monopoli Indonesia. Bangsa-bangsa lain juga pusing dengan pertanyaan yang sama. Dunia makin menyatu dan saling membutuhkan satu sama lain. Proses menyatunya dunia  disebut sebagai globalisasi.
Orang Kanada bernama Marshall McLuhan (1964) bilang bahwa dunia telah menjadi Global Village (desa dunia). Dalam desa dunia, ini orang-orang desa di Amerika, tahu apa yang dilakukan orang desa Indonesia ketika harga beras naik. Nona-nona di desa di Korea bergosip yang sama dengan nona-nona di desa Indonesia. Sama seperti Nasionalisme, media berperan besar dalam pembentukan desa dunia.
Dua aspek desa dunia yang menantang gagasan kebangsaan adalah migrasi dan kompetisi ekonomi. Di masa lalu, orang berpindah dari desa-desa di Eropa ke Amerika Utara dan Selatan, ke Afrika ke Asia Tenggara dan  Ke Asia Selatan. Perpindahan ini didorong oleh imperialisme dan kolonialisme. Ada perpindahan dari Afrika ke Amerika Utara dan Selatan. Perpindahan ini  secara paksa melalui perdagangan budak. Tipe migran utama adalah penduduk Eropa yang membuka pemukiman di koloni, seperti di Brasil, Mexico, India, Hindia Belanda dan koloni-koloni lain di Afrika.
Saat ini, arus migrasi terjadi dua arah. Dalam Eropa, Dari luar Eropa ke Eropa; Dalam benua Asia, dari Asia ke luar Asia dan sebaliknya; dari luar Amerika ke Amerika dan sebaliknya. Pada tahun 2020, sebanyak 87,6 juta migran internasiona menjadikan Eropa sebagai rumah, 85,6 juta di Asia, 58,7 memilih Amerika Utara (https://geopoliticalfutures.com/globa).
Lima negara teratas  tujuan migrasi global  adalah AS, Jerman, Saudi Arabia, Rusia dan Inggris. Sedangkan India, Mexico, Rusia, China, Suriah dan Bangladesh adalah enam negara teratas dalam daftar 20 negara pengirim migran internasional. Indonesia berada di urutan 14 dalam daftar tersebut.