Politik luar negeri sebuah negara adalah hasil dari permainan dua jenjang ini. Yang menjelaskan mengapa agenda politik luar negeri bisa berubah dari waktu ke waktu berdasarkan pola kombinasi kepentingan dalam negeri dan konfigurasi lingkungan internasional.
Dari dua jenjang ke banyak jenjang
Putnam menulis 1988, saat lingkungan internasional tidak sekompleks saat ini. Selain itu ada pemisahan agak jelas antara lingkungan domestik dan internasional. Praktik kedaulatan, yakni hak negara untuk mengatur tertib sosial politik dalam negeri, tidak terlalu dicampuri oleh kekuatan negara lain, lembaga internasional atau norma internasional.
Apa yang disebut Putnam, sebagai permainan dua jenjang, tetap berlaku, tetapi berubah jadi lebih kompleks. Secara vertikal, permainan politik internasional yang akan dihadapi presiden baru, terjadi dalam empat jenjang: global, regional, nasional, lokal. Dan secara horizontal, politik luar negeri melibatkan multi sektor dan aktor.
Pada tingkat global, diplomasi Indonesia bergerak dalam organisasi-organisasi internasional dengan keanggotaan universal seperti PBB dan badan-badan yang ada di dalamnya. Organisasi Ekonomi seperti WTO. Organisasi Energi seperti IEA (international Energy Agency) dan IRENA (International Renewable energy) serta organisasi fungsional global lain.
Indonesia juga perlu memperhatikan norma-norma global seperti hak asasi, demokrasi, dan norma lingkungan. Termasuk juga berbagai deklarasi dengan kekuatan normatif seperti Sustainable Development Goals (SDGs) dan perjanjian Internasional dengan kekuatan hukum mengikat yang telah diratifikasi pemerintah.
Di tingkat regional, diplomasi internasional berjalan dalam organisasi regional seperti ASEAN dan Uni Eropa. Juga blok-blok ekonomi seperti NAFTA, AFTA, kerja sama ekonomi seperti ASEAN China Free Trade Area, ASEAN Korea Free Trade Area, atau blok lain.
Dinamika geopolitik dan geostrategis regional ikut menentukan arah politik luar negeri. Keseimbangan kekuatan di kawasan Indo Pacific, rivalitas AS-China, kompetisi ekonomi militer India-China, potensi destabilisasi regional di semenanjung Korea, kompetisi antara Korea Selatan, Jepang adan China merupakan konteks regional penting yang harus diperhatikan dalam perumusan politik luar negeri.
Hubungan bilateral antar negara tetap menjadi fokus utama politik internasional di tengah berbagai perkembangan organisasi regional dan global.Â
Dalam kerja sama bilateral, negara mengejar kepentingan-kepentingan perdagangan, investasi langsung, bantuan teknis, transfer teknologi, impor dan ekspor persenjataan atau kerja sama kebudayaan dan pendidikan.
Di sisi domestik, struktur demokratis dan desentralisasi membuat pemerintah pusat bukan lagi aktor tunggal dalam hubungan luar negeri. Pun kementerian luar negeri bukan satu-satunya aktor dalam politik luar negeri.