Ketiga, konteks demokrasi lokal. Lembaga-lembaga publik di tingkat lokal dan regional kurang memberi kesempatan pada kelompok marjinal untuk terlibat dalam pembuatan keputusan.
Dampaknya adalah kebijakan yang dibuat kadang tidak mengakomodasi aspirasi dan menjawab kebutuhan paling penting dari kelompok-kelompok marjinal. Jenis program yang dikembangkan nampaknya seolah-olah melayani kebutuhan sebagin besar masyarakat. Dalam kenyataan program tersebut melayani kebutuhan elit dan kelompok yang kuat.
Keempat, konteks kapasitas organisai setermpat. Masyarakat memiliki berbagai bentuk organisasi yang sudah beroperasi sangat lama. Identifikasi terhadap kapasitas dan efektifitas organisasi lokal menjadi satu tindakan penting dalam program pemberdayaan. Organisasi-organisasi lokal yang berfungsi dengan baik dapat dimanfaatkan dalam program pemberdayaan. Membentuk organisasi baru membutuhkan waktu, energi dan kesabaran.
Dalam beberapa kasus, program pemberdayaan yang berhasil karena memanfaatkan organisasi lokal formal atau informal yang sudah berfungsi dalam kelompok yang menjadi sasaran program
Kelima, konteks struktur sosial dan budaya. Struktur sosial berkaitan dengan pola-pola pelapisan dalam komunitas. Struktur menunjuk pada siapa yang menjadi elit lokal, kelompok menengah dan 'orang kebanyakan'. Siapa yang menjadi tokoh, siapa yang berpengaruh, menjadi pemimpin dan pengikut.
Struktur sosial memiliki dua sisi dalam hubungan dengan program pemberdayaan. Bisa mendukung atau menghambat. Karena itu, kejelian mengidentifikasi struktur pengaruh dalam komunitas, membantu proses mobilisasi dukungan sosial terhadap program pemberdayaan
Keenam, Pola-pola konflik dan kerjasama setempat. Pola-pola konflik dan kerjasama juga perlu dipahami sebelum sebuah program pemberdayaan dilakukan.
Tindakan ini dilakukan agar program pemberdayaan tidak mempertajam konflik sosial yang ada. Dalam komunitas di mana terjadi konflik yang kompleks, kerjasama mungkin sulit berkembang. Intervensi program melalui satu kelompok akan dilihat sebagai bentuk 'pilih kasih' oleh kelompok lain. Konflik dan pembelahan sosial yang tajam akan menghambat program pemberdayaan. Karena itu, pemetaan konflik perlu dilakukan sebelum program dijalankan.
Penutup
Konteks ikut mepengaruhi keminskinan dan keterbelakangan. Pemahaman pada konteks mempengaruhi seluruh proses pemberdayaan. Sikap mengabaikan konteks menyebabkan banyak program pemberdayaan mengalami kegagalan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H