Mohon tunggu...
Nikolaus Loy
Nikolaus Loy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen HI UPN Veteran Yogyakarta

Menulis artikel untuk menyimpan ingatan. Menulis puisi dan cerpen untuk sembuh. Suka jalan-jalan ke gunung dan pantai. Suka masak meski kadang lebih indah warna dari rasa.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Soal Laut China Selatan, Indonesia Tak Bisa Lagi Pasifis

24 Januari 2024   23:45 Diperbarui: 26 Januari 2024   10:15 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Kapal China Liaoning didampingi sejumlah kapal lain berpatroli di Laut China Selatan pada Desember 2016. (Foto: Reuters via kompas.com)

Dalam bidang politik, misalnya, Indonesia memberi nama 'Laut Natuna Utara' untuk  perairan di sekitar Natuna. Ini adalah 'language political game'.

Penggunaan nama 'Natuna' memperkuat klaim teritorial Indonesia. 'Natuna' berbeda dengan 'Cina' dalam nama 'Laut Cina Selatan'. Kira-kira yang mau disampaikan begini "Natuna itu berada di luar dari LCS karena itu jangan ganggu Natuna.

Selain, itu pertahanan dan keaman di Natuna perlu diperkuat. Langkah-langkah yang ditempuh adalah meningkatkan kapasitas kapal badan keamanan laut, peningkatan patroli, dan penambahan kapal perang. Rencana pemerintah akan membangun pangkalan TNI-AL di Natuna sudah tepat. 

Mabes TNI AL sudah mensurvei lokasi pangkalan di tahun 2022. Penempatan helikopter serang, Apache, yang dibeli dari AS ikut meningkatkan kemampuan respons TNI terhadap pelanggaran kedaulatan dan ancaman keamanan lain.

Strategi penting lain adalan meningkatkan kehadiran nyata. Langkah ini dilakukan dengan mempercepat kontrak eksplorasi dan eksploitasi migas di Natuna. 

Jika Pertamina belum mampu, kehadiran perusahaan-perusahaan migas asing dapat memperkuat kehadiran real Indonesia di zona maritim Natuna.

Pemberdayaan nelayan lokal adalah cara lain menghadirkan 'Republik Indonesia' di laut Natuna Utara. Bantuan kapal, peralatan navigasi memampukan nelayan Riau beroperasi lebih jauh ke zona ekonomi eksklusif. 

Mereka bukan kombatan, tetapi mereka bisa menjadi 'mata dan telinga' TNI AL. Nelayan bisa melaporkan pelanggaran batas wilayah, penangkapan ikan secara ilegal dan ancaman lain.

Pengalaman kehilangan Sipadan dan Ligitan harus menjadi pelajaran. 'Kehadiran nyata' menjadi salah satu alasan di balik keputusan Mahkamah Internasional untuk memenangkan klaim Malaysia atas dua pulau tersebut. Malaysia, katanya, membangun destinasi wisata dan sanktuari penyu di kedua pulau tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun