Dalam bidang politik, misalnya, Indonesia memberi nama 'Laut Natuna Utara' untuk  perairan di sekitar Natuna. Ini adalah 'language political game'.
Penggunaan nama 'Natuna' memperkuat klaim teritorial Indonesia. 'Natuna' berbeda dengan 'Cina' dalam nama 'Laut Cina Selatan'. Kira-kira yang mau disampaikan begini "Natuna itu berada di luar dari LCS karena itu jangan ganggu Natuna.
Selain, itu pertahanan dan keaman di Natuna perlu diperkuat. Langkah-langkah yang ditempuh adalah meningkatkan kapasitas kapal badan keamanan laut, peningkatan patroli, dan penambahan kapal perang. Rencana pemerintah akan membangun pangkalan TNI-AL di Natuna sudah tepat.Â
Mabes TNI AL sudah mensurvei lokasi pangkalan di tahun 2022. Penempatan helikopter serang, Apache, yang dibeli dari AS ikut meningkatkan kemampuan respons TNI terhadap pelanggaran kedaulatan dan ancaman keamanan lain.
Strategi penting lain adalan meningkatkan kehadiran nyata. Langkah ini dilakukan dengan mempercepat kontrak eksplorasi dan eksploitasi migas di Natuna.Â
Jika Pertamina belum mampu, kehadiran perusahaan-perusahaan migas asing dapat memperkuat kehadiran real Indonesia di zona maritim Natuna.
Pemberdayaan nelayan lokal adalah cara lain menghadirkan 'Republik Indonesia' di laut Natuna Utara. Bantuan kapal, peralatan navigasi memampukan nelayan Riau beroperasi lebih jauh ke zona ekonomi eksklusif.Â
Mereka bukan kombatan, tetapi mereka bisa menjadi 'mata dan telinga' TNI AL. Nelayan bisa melaporkan pelanggaran batas wilayah, penangkapan ikan secara ilegal dan ancaman lain.
Pengalaman kehilangan Sipadan dan Ligitan harus menjadi pelajaran. 'Kehadiran nyata' menjadi salah satu alasan di balik keputusan Mahkamah Internasional untuk memenangkan klaim Malaysia atas dua pulau tersebut. Malaysia, katanya, membangun destinasi wisata dan sanktuari penyu di kedua pulau tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H