Diskusi politik  tentang proyek dianggap tidak perlu karena memboroskan waktu. Negara tidak perlu mendengar suara petani yang tanahnya diambil, warga yang mata airnya menjadi air mata, komunitas adat yang kehilangan sugai dan hutan. Semua demi ambisi besar bernama pembangunan. Kasus Wadas, Panas Bumi di Maggarai, Bandara Yogya mengulangi pola di atas.  Teknokratisme,  di mana gerak cepat pembangunan mengabaikan suara-suara mereka yang menolaknya.
Sentralisasi dan teknokratisme bisa dilakukan tanpa perlawanan. Pemilu bisa digeser waktunya. Secara perlahan, oligarki yang berkuasa memiliki peluang menerapkan kembali aturan otoritarian lain. Bukan tidak mungkin sasaran berikutnya adalah kebebasan berpendapat. Negara bisa menerapkan kembali sensor dan izin mendirikan lembaga pers. Kebijakan yang sangat efektif mengerangkeng media selama era Orde baru.
Yang terjadi kemudian adalah 'kudeta merangkak' terhadap praktek demokrasi. Istilah ini dipakai untuk menjelaskan perubahan kekuasaan dari Sukarno ke Suharto. Melalui beberapa maneuver yang dimulai dengan super semar, secara perlahan Suharto mengambil alih kekuasaan dari Bung Karno.
Kekuasaan diambil tanpa letusan senjata, tetapi melalui beberapa cara legal dan perlahan. Sukarno tidak menyadari atau mungkin juga tahun bahwa ia sedang dikudeta secara perlahan-lahan. Penundaan pemilu bukan tidak mungkin menjadi satu bentuk kudeta merangkak. Bukan kudeta terhadap kekuasaan perogangan, tetapi pada lembaga-lembaga demokrasi.
Dua Kemungkinan
Dalam bidang keamanan dikenal istilah tindakan ekstraordinari. Ini adalah tindakan atau kebijakan yang bersifat khusus, cepat, dampak luas dan menabrak aturan main yang disepakati. Alasan dari tindakan ini adalah ancaman yang berbahaya bagi negara. Ancaman itu harus segera direspon dengan cara khusus. Kalu tidak direnpson, ia akan berdampak desktuktif bagi negara dan warganya
Penundaan pemilu itu kebijakan ekstraordinari. Tindakan ini menabrak konstitusi. Pertanyaan kemudian apa ancamannya? Tidak ada. Pandemi tidak menghentikan pilkada serentak kemarin. Pemerintah di berbagai jenjang tetap menjalankan fungsinya. Sektor pendidikan agak terganggu, tetapi penggunaan internet bisa mengatasi penutupan sekolah dan kampus.
Ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Pertama, penundaan pemilu akan dipaksakan meski public menolak. Jika terjadi kekacauan social serius, maka langkah khusus dilakukan. Pemilu ditunda. Kedua, sesuatu yang lain perlu dibiarkan berkembang sampai terjadi kondisi emergensi. Pemilu kemudian ditunda dengan alasan ini. Ini hanya dugaan. Kita hanya berharap pemerintah berpikir jernih dan tidak menciptakan kekacauan yang tidak perlu.
Catatan Penutup
Kekuasaan itu agak mirip dengan seni. Ia punya daya magis mistis. Seperti seni, kekuasaan menarik manusia untuk merangkulnya. Begitu kuat daya magis kekuasaan, manusia bahkan membunuh manusia lain demi meraihnya. Dalam bentuk yang lebih halus, daya tarik kekuasaan memaksa orang melanggar 'rule of the game' yang telah disepakati, demokrasi. Sekarang, demi kekuasaan, orang  mengunakan alasan bernama penundaan pemilu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H